"Ndu, besok si Debby jadi berangkat ke Aussie? Lu gak nganterin ke bandara?" Tanya Daniel, si bos, saat sedang menyantap kudapan yang menemani minum kopi di sore hari itu. Jam kantor sudah usai, Randu merasa sungguh suntuk, hingga mengajak Daniel untuk menemaninya minum kopi dan menyantap kudapan di coffee shop lantai satu. Wajah Randu langsung berubah keruh. Dia bahkan sampai meletakkan pisau dan garpu ke piring, menatap kesal ke arah Daniel. Padahal dia sedang menikmati croissant tuna kesukaannya.
"Kenapa lu pake ngingetin gue sih, Dan?"
"Eh iya sori bro, lu masih dalam masa move on ya? Duuh gue lupa. Tapi pesawatnya sore jelang malam, kalau lu mau ijin, gue ijinin deh. Langsung aja ke Cengkareng biar praktis." Saran Daniel.
"Gue gak mau nganterin, bikin gue tambah sakit hati malahan. Mendingan gue di rumah, nemenin ibu." Jawab Randu berpura cuek.
"Yakin lu? Jangan sampai menyesal ya. Siapa tahu Debby berubah pikiran kan?"
"Bukan gue yang minta putus Dan. Tapi dia. Lu tahu gue kan? Sekali berucap, gue pantang menelan ludah."
"Iya gue tahu, lu malam ini akan berpikir, menimbang ulang mau ke bandara atau tidak. Gue tahu lu lebih dari lu tahu diri lu sendiri. Gue juga tahu ukuran celana dalam dan merk kesukaan lu." Daniel tersenyum usil pada sahabatnya itu.
"Dan jijik gue."
"Haha... udahlah besok kalau lu mau langsung ke bandara gue ijinin kok."
"Gimana besok aja deh."
"Ndu, itu kan cewek yang ama lu pas di lift bukan?" Tanya Daniel, dagunya menunjuk ke arah depan.
"Siapa sih?" Sebenarnya Randu malas melihat siapa yang dimaksud Daniel, tapi karena penasaran tak urung akhirnya dia melihat juga.
"Itu cewek tinggi itu loh, yang bareng ama lu kemarin itu di lift. Tuh di pojokan sana."
"Ooh Sonja. Kenapa?"
"Lihat deh, Ndu, manis juga kok. Apalagi kalau mau lebih dandan lagi. Padahal mah hari ini dia cuma ngerapihin rambut aja, tapi udah keliatan manis. Apalagi pakai bajunya juga udah yang modis." Daniel menunjuk suatu tempat dengan dagunya, agar tidak menarik perhatian.
Randu melihat ke arah Sonja dengan intens, matanya memicing untuk bisa melihat dengan benar, iya memang sih hari ini Sonja tampil lebih menarik dibanding biasanya. Kali ini dia memakai rok A line warna hitam, blouse motif bunga lengan pendek berwarna kuning gading dan juga heels warna senada rok membuatnya tampak lebih tinggi dan anggun. Lebih manis dan stylish. Rambut hitam panjang Sonja dibuat curly di bagian bawah, hal ini yang membuatnya tampil semakin menarik. Tak lama kemudian seorang perempuan lain dengan penampilan yang lebih stylish menghampiri Sonja dan minum kopi bersama. Mungkin karena merasa diperhatikan, Sonja dan Mya menoleh ke arah Randu dan Daniel. Mya bahkan melambaikan tangannya dengan antusias, tapi hal yang kebalikan terjadi pada Sonja.
Mya berdiri, membawa cangkir kopinya hendak menuju ke meja Randu dan Daniel. Tapi langkah kakinya terhenti, bahkan kopinya hingga hampir tumpah karena Sonja menarik roknya.
"Apa sih Sonja? Gue mau ke sono, ada Randu ama Daniel nih. Ikut aja yuk." Sayangnya Sonja menggeleng. Tentu saja dia tidak mau. Ada Randu di situ, mana berani dia nekat duduk semeja.
"Gak mau iih, Mya. Ada Randu di situ, aku maluuuu."
"Kamu kan pakai baju, kenapa malu?" Tanya Mya dengan nada datar.
"Mya.... jahaaat!" Tapi mau tak mau Sonja mengikuti langkah kaki Mya yang menuju ke arah meja Randu dan Daniel.
"Hai, Ndu, Dan. Boleh gabung kan?"
Tanpa malu bahkan Mya langsung saja mendudukkan pantatnya ke kursi yang tersedia di sebelah Daniel. Sedangkan Sonja masih berdiri dengan kaku, tegang dan dalam hati mengumpati Mya,
"Bolehlah... Gak pakai diijinin lu juga udah duduk aja kok. Ngomong-ngomong hubungan lu apa sama gadis itu?" Tanya Daniel sambil menunjuk ke Sonja.
"Ooh Sonja sepupu gue. Kami ngontrak bareng. Eh Sonja duduk sini, ngapain berdiri kaya patung gitu di situ? Sini..." Tangan Mya menepuk kursi kosong yang ada di antar dia dan Randu. Kikuk, Sonja akhirnya mengikuti Mya. Dia duduk dengan gelisah tentu saja, merasa sangat tidak nyaman. Hal itu diperhatikan Randu.
"Kenapa? Kamu kebelet pipis? Toilet ada di sebelah situ, dekat kasir." Kata Randu dengan polos.
"Eng... enggak kok. Saya gak papa bener deh." Sonja coba bersikap wajar.
"Kalau lu pingin tahu ada hubungan apa gue ama nih dua cowok ganteng, kita temenan pas kuliah." Mya bercerita dengan semangat, sesekali ditimpali Daniel. Sementara Randu dan Sonja hanya jadi tim pendengar saja. Mereka hanya tersenyum, kadang Sonja juga tertawa lepas saat mendengar candaan Daniel dan Mya yang terkadang garing.
Senyum yang menampilkan gigi gingsul. Senyum yang sempat membuat Randu dulu terpesona.
Tanpa sadar, Randu memperhatikan Sonja. Benar kata Daniel, Sonja tampil lebih manis daripada biasanya. Padahal hanya merapihkan rambut dan memakai baju yang lebih berwarna cerah tapi bisa berefek besar.
Ponsel Randu bergetar, dilihat layar LCD tertera nama sang adik.
"Hallo assalamualaikum."
"Waalaikumusalam... Mas masih di kantor? Jam berapa pulang?"
"Masih, bentar lagi kali. Ini masih ngopi barengan Daniel, Mya sama Sonja. Ada apa? Tumben nelpon." Yang ada di meja itu, jadi ikutan terdiam mendengarkan Randu.
"Eh ada Sonja? Beneran Mas? Tolong bilang ke dia dong, mumpung besok libur dia bisa mengantarku ke Cengkareng. Penerbanganku jam enam sore."
"Memangnya kamu mau ke mana?" Tanya Randu dengan heran, mendengar informasi mendadak dari Bintang.
"Aku kan udah bilang ke Mas Randu ada tawaran kerjaan di Palembang."
"Ah iya lupa, kirain itu bercanda, alhamdulilah kalau serius. Nanti kubilang ke Sonja tapi kalau besok dia tidak mau antar, jangan dipaksa ya. Ini nelpon cuma mau bilang itu doang? Kok aku gak yakin sih? Mau pinjam motor ya?" Tembak Randu.
"Iya Mas, aku mau ijin pinjam motor Mas Randu. Mau anterin Vania. Boleh ya."
"Hati-hati, jangan ngebut, ini jalanan di Jakarta, bukan di sirkuit!" Perintah Randu.
"Beres Mas. Jangan lupa bilang Sonja ya."
Randu meletakkan gawai canggihnya di meja, melirik Sonja yang dari tadi mendengar namanya disebut beberapa kali.
"Kamu sudah dengan sendiri kan apa permintaan Bintang. Tapi kalau kamu tidak bisa, gak usah memaksakan diri. Bintang mah memang sukanya cari masalah." Kata Randu tidak mau bersusah payah menerangkan pada Sonja.
"Emang cari masalah apalagi?" Tanya Mya heran.
"Dia tuh ternyata udah punya pacar, namanya Vania. Tapi masih aja menggoda Sonja. Gak punya komitmen banget deh." Kata Randu terus terang. Sonja tentu saja bingung karena selama ini tidak pernah merasa digoda oleh Bintang.
"Masih muda, Ndu, gak kaya kita yang udah hampir tiga puluh, sedangkan Bintang masih bersinar terang." Celetuk Daniel.
"Tapi di antara kita bertiga, sama sekali belum ada yang menikah ya? Boro-boro menikah, pacar aja gak punya. Padahal kurang apa sih kita?" Mya berkata dengan jenaka.
"Kurang beruntung." Jawab Randu asal. "Yuk ah, gue mau pulang dulu. Besok kalau kamu gak bisa anterin Bintang, gak usah dipaksa ya." Sekali lagi Randu menekankan pada Sonja. Randu merasa tidak enak hati karena Bintang masih saja merepotkan Sonja. Sementara gadis baik hati ini, tidak mampu untuk menolak.
"Besok dia free kok, Ndu, dan gak merasa terpaksa untuk mengantar. Gue anterin deh sampai rumah lu, tapi tolong pastikan dia selamat, utuh kembali ke rumah tanpa kekurangan suatu apapun. Yuk ah, duluan yak. Have a nice weekend guys." Mya kemudian berpamitan dan menarik tangan Sonja untuk mengikutinya.
***
"Mya...! Apa-apaan sih? Kenapa besok aku harus diantar ke rumah Randu? Gak mau aah malu." Sonja mengomel tidak terima dengan ide Mya yang menyuruhnya ikut mengantarkan Bintang.
"Eeh neng, dikasih jalan buat bisa pdkt sama gebetan kok gak mau. Kapan majunya nih? Lagian kan besok libur. Mau ngapain di rumah coba? Palingan tidur, nonton drakor ampe mata bengkak. Dah ikuti saran gue, besok ikut ke bandara anterin Bintang."
"Tapi lu ikut!"
"Kenapa pula gue harus ikut sih?" Mya bingung.
"Karena lu pencetus ide ini, dan gue baru mau ke rumah Randu kalau lu ikutan. Titik. Lagian gue gak mau kalau cuma sama Randu aja."
"Iya deh beres, gue ikut, nemenin lu ampe rumah Randu aja ya."
***
"Ndu, besok sepertinya ibu tidak bisa ikut mengantar adikmu. Kepala ibu kok keliyengan begini. Ibu mau istirahat aja ya besok. Kamu minta ditemani siapa gitu, Ndu, biar gak sendirian."
"Ibu mau ke dokter? Kalau iya kita ke dokter sekarang." Randu mendadak panik saat mendengar bahwa ibunya sampai sakit kepala. Bisa jadi karena ikut memikirkan hubungannya yang gagal dengan Debby.
"Enggak usah, ntar habis ini ibu mau makan mie kuah aja deh sama cabai rawit biar pedessss."
"Biar Randu yang bikin, ibu duduk saja. Randu juga kepingin kok bu." Randu segera beranjak ke dapurnya yang jadi lebih banyak peralatan memasak sejak sang ibu tinggal di rumah itu.
"Ini bu, sudah jadi. Hmm, baunya enak banget ya bu?"
Segera Randu memakan mie instant rebus itu. Walaupun lelaki, tapi dia terbiasa membantu ibunya di dapur, terutama saat sang ibu masih bekerja dan dia harus merawat Bintang sendirian, hingga jika hanya memasak mie instant, tentu saja itu hal yang kecil untuknya.
"Ndu, ibu pingin segera punya cucu. Ibu janji deh kalau kamu punya cucu, ibu mau tinggal bareng kamu tapi syaratnya ada cucu dulu, biar ibu ada kerjaan gitu."
"Iya bu. Tapi kan sebelum punya cucu dari Randu, tentu saja Randu harus menikah dulu kan bu? Lah calon istri aja pergi bu. Randu harus menikahi siapa coba?"
"Sonja."
"Apa?? Randu gak salah dengar bu? Sonja?" Mata Randu membola karena kaget mendengar nama yang keluar dari bibir ibunya.
"Iya, kamu gak salah dengar, tadi ibu bilang Sonja." Lies kembali menekankan hal itu.
"Kok dia sih bu? Di mana lebihnya Sonja dibanding Debby?" Randu masih saja heran, kenapa tiba-tiba muncul nama Sonja di pilihan calon menantu idaman ibunya.
"Kan hubunganmu dengan Debby sudah putus karena Debby lebih memilih melanjutkan masternya di luar negeri." Lies coba mengingatkan Randu.
"Iya sih bu, tapi itu kan bukan berarti Randu harus menikahi Sonja. Lagian kenapa nama itu yang ibu ingin jadikan mantu? Di antara banyak sekali perempuan yang suka sama Randu bu?" Desak Randu ingin tahu apa alasan sang ibu menyebut nama Sonja.
"Kamu gak lupa kan, Ndu, kalau kita berhutang nyawa pada Sonja. Adikmu ditolong Sonja loh, kalau gak ada dia di dekat adikmu, mungkin Bintang sudah.... heeh." Lies mendesah kasar.
"Kalau gitu kenapa gak Bintang aja yang menikahi Sonja bu, kenapa malah Randu? Yang berhutang nyawa itu Bintang bukan Randu. Emoh aah, gak mau ikutan." Tolak Randu.
"Karena Sonja sukanya padamu, Ndu, bukan ke Bintang. Lagipula gak ada yang salah dengan Sonja kan? Sonja memang tidak cantik seperti Debby tapi dia bisa menjadi istri dan pendamping hidup seperti yang kamu inginkan. Percayalah pada ibu."
"Gak mau bu! Terserah mau suka sama siapa, yang pasti Randu gak mau!"
***
Duuh Mas Randu apa pula alasannya sih kenapa segitunya sampai nolak Sonja bikin emesh. Awas loh ntar nyesel aja karena kehilangan Sonja.