New Target

908 Kata
“Kira-kira perempuan secantik mana yang bisa membuatmu berhenti menjadi seorang playboy gadungan?” Gadis bertubuh kecil itu bertanya pada Andrew, sahabatnya. Andrew membuang sebatang rokok yang sudah habis dihisapnya, rokok itu adalah batang kelima yang ia hisap dalam satu jam terakhir. “Yang dapat menjungkir balikkan duniaku, yang bisa membuat semua mata menatapnya dengan tatapan memuja, seorang perempuan yang seindah bunga di taman. Yang begitu indah dan juga rapuh sehingga ia memerlukanku untuk menjaganya setiap saat.” Andrew menatap ke depan dengan tatapan menerawang. “Mana ada perempuan seperti itu,” gadis itu memutarkan kedua bola matanya dengan malas. “Tentu saja ada ... yang pastinya bukan perempuan sepertimu, Delia.” Andrew tersenyum lebar. Delia memukul kepala Andrew cukup keras dan membuat lelaki itu meringis kesakitan, “Feminim sedikit ... Nggak akan ada cowok yang mau menjadi kekasih seorang gadis tomboy sepertimu. Belum menyatakan perasaan saja, mungkin kamu sudah menendang mereka.” Andrew mengusap-usap puncak kepalanya. Delia terkekeh pelan. Delia adalah gadis tomboy bertubuh kecil. Gadis itu memiliki rambut hitam pendek melewati kuping, mata bulat, hidung mancung, dan juga bibir mungil. Gadis itu memiliki wajah cantik, tetapi sikapnya yang kasar seperti anak lelaki tidak mendukung penampilan luarnya.  Sikapnya yang terlihat seperti seorang preman selalu membuat nyali lelaki yang menyukainya menciut begitu saja. “Aku nggak akan menendang siapapun jika mereka nggak kurang ajar. Lagian, kalau ada lelaki yang menyukaiku, mereka harus menyukai sikapku juga.” Andrew tergelak pelan. “Sampai kamu jadi nenek-nenek tua pun nggak akan ada yang mau nerima sikapmu itu.” Delia memukul lengan Andrew cukup keras, Andrew kembali meringis. Ia sungguh tidak tahu apakah Delia itu perempuan atau lelaki, karena gadis itu memiliki tenaga layaknya seorang lelaki, tubuh kecilnya itu selalu menipu lawannya. “Stop memukuliku,” ujar Andrew ketus. *** Seorang gadis yang terlihat bagaikan boneka Barbie telah menarik perhatian seisi sekolah. Gadis itu mengangkat sedikit wajahnya dan berjalan dengan angunn. Ia tidak mempedulikan seisi sekolah yang menatapnya dengan tatapan memuja.  Langkah gadis itu terlihat begitu ringan, saat berjalan bagai tengah menari balet. Kaki jenjangnya tampak begitu indah, kulit putihnya sangat mulus. Gadis itu mempunyai rambut hitam yang lurus panjang, mata sipit bagaikan boneka Jepang, hidung mancung, dan bibir merah alami yang mungil. Saat gadis itu berjalan, bunga-bunga di sekitarnya seakan tertunduk malu karena kecantikan gadis itu. Gadis itu bagaikan seorang malaikat yang jatuh dari langit. Andrew yang tengah duduk berdua dengan Delia tidak dapat mengalihkan pandangannya ke arah lain saat melihat gadis cantik itu. Delia mengikuti arah pandang Andrew dan menggeleng-geleng saat melihat gadis yang pastinya akan menjadi target baru Andrew, Si playboy. “Awas tuh mulut robek!” ujar Delia ketus. Andrew langsung menutup mulut yang tidak ia sadari sudah sedikit terbuka. “Itu bunga yang aku bilang.” Andrew menyengir kuda dan segera berlari menghampiri gadis itu. Langkahnya terhenti saat gadis itu berhenti di hadapan seorang remaja lelaki seusianya. “Maaf ... ruangan kepala sekolah di mana ya?” suara lembut gadis itu bagai simfoni indah di telinga Andrew, Andrew tersenyum bodoh menatap malaikat di hadapannya. “Jalan lurus aja, ketemu kantin kamu belok ke kanan,” ujar lelaki itu datar. Ia tidak sedikitpun terpesona akan kecantikan malaikat di hadapannya, tidak seperti Andrew yang tidak dapat mengalihkan pandangannya dari gadis cantik itu. “Ok ... makasih ... oh ya, namaku Christie, boleh kenalan?” Christie mengulurkan tangannya kepada lelaki yang tampak tidak berminat sedikitpun padanya. “Gafinza ... panggil Gafin aja,” lelaki itu menyambut tangan Christie dan tersenyum tipis. “Bisa minta anterin ke ruang kepala sekolah?” Christie tersenyum manis. Gafin menarik nafas panjang dan menghelanya, ia tidak mau berurusan dengan makhluk bernama wanita untuk saat ini, tetapi Gafin terlalu baik untuk menolak permintaan seseorang. “Dia nggak bias ... Aku aja yang anterin kamu.” Andrew berdiri di antara Gafin dan juga Christie. Ia tersenyum manis dan menatap gadis di hadapannya dengan tatapan memuja. Christie menatap Gafin dan juga Andrew secara bergantian. “Kalian saudara?” tanya Christie. “Bukan!” Andrew dan Gafin berkata setengah berteriak secara bersamaan. Christie tertawa kecil melihat kedua lelaki di hadapannya. Bahkan bocah berumur lima tahun pun tahu kalau mereka berdua adalah saudara. Wajah mereka bagai pinang di belah dua, hanya gaya berpakaian mereka yang berbeda. Christie tidak tahu mengapa kedua lelaki berwajah kembar itu harus bersusah payah menyangkal hubungan mereka. “Mungkin salah satu dari kalian harus operasi plastik dulu biar kalian bisa menyangkal persaudaraan kalian,” ujar Christie sembari terkekeh pelan. Gafin dan Andrew saling bertukar senyuman sinis. “Ayo aku anterin kamu ke ruang kepala sekolah.” Gafin mengajak Christie untuk segera pergi dan meninggalkan Andrew. “Biar aku aja yang anter,” ujar Andrew sembari menarik tangan Christie. “Dia yang minta aku untuk anterin dia ke ruang kepala sekolah. Ngapain jadi kamu yang mau anterin dia?” “Kamu ‘kan siswa sibuk dan teladan jadi biar aku aja yang anterin murid baru ini ke ruang kepala sekolah.” Gafin mengepalkan kedua tangan yang berada di samping tubuhnya. Sedangkan Andrew tersenyum sombong kepada Gafin, merasa telah menang dalam perebutan itu. Christie menggeleng-geleng, lalu tergelak pelan melihat kelakuan kedua lelaki di hadapannya. “Ya udah, kalian berdua aja yang anterin aku ke ruang kepala sekolah.” Christie menarik tangan Gafin dan menarik lelaki itu untuk berjalan bersama dengan dirinya dan juga Andrew. Christie menepis tangan Andrew dan terus memegang tangan Gafin. Andrew mengeraskan rahang saat melihat Christie yang lebih memilih adik kembarnya, sedangkan Gafin hanya bisa menatap ke hadapannya dengan tatapan datar. Nggak akan aku biarkan kamu menang dariku, Fin. Nggak akan aku biarkan kamu bahagia. gumam Andrew dalam hatinya. Matanya terus menatap Gafin tajam. Gafin dan Christie seakan tidak menyadari kehadiran Andrew. Sedari tadi Christie asyik bercerita dan Gafin yang mendengarkan dengan setia, sedangkan Andrew hanya dianggap angin lalu oleh kedua insan manusia itu. Andrew berjanji di dalam hatinya bahwa ia tidak akan membiarkan target barunya dirampas begitu saja oleh adik kembarnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN