Dinda masuk kembali ke dalam ruangan Reyhan dengan membawa secangkir kopi. Hal ini seakan membawanya ke beberapa tahun yang lalu saat ia pertama kali bekerja dengan CEO perusahaan properti itu. Saat pertama kali mereka berinteraksi, laki-laki yang terus memandang langkahnya itu menatapnya penuh arti. Pertama kali ia melakukan tugasnya sebagai bawahan Reyhan dengan posisi paling rendah yang di letakkan sang CEO, Office Girl dengan gelar sarjana predikat Cumclaude. Tapi demi cita citanya bekerja di perusahaan properti itu, ia mau menjalaninya meski tiap hari ia harus di intimidasi sang bos.
Flash Back On
" Ini terlalu manis ! "
" Bisa nggak kamu nggak ngurangin atau nambahin berapa sendok gula yang saya tentukan "
" Tapi Pak "
" Saya nggak mau dengar protes kamu, ganti sampai kopinya rasanya pas "
Dinda hanya bisa menunduk ketika kopi yang baru ia buat harus di bawa lagi ke pantry. Ini sudah gelas ke lima ia bawakan, sepertinya begitu sulit memahami kemauan bosnya soal kopi.
Dinda tak bisa lagi menyembunyikan wajah kesalnya ketika gelas ke enam ditolak juga.
" Kamu kesal sama saya, mulai besok kamu nggak usah datang lagi " sarkas sang bos ketika Dinda hendak balik kanan. Terpaksa gadis itu membalikkan badan lagi setelah mengusap mukanya dengan satu tarikan nafas berat.
" Nggak pak, izinkan saya.. saya...tetap bekerja di sini " ucap Dinda terbata, Ia merasakan matanya panas. Kenapa ia merasa atasan itu membencinya. Setiap pekerjaannya selalu dianggap salah.
Flash Back Off
" Kopinya pak " ucap Dinda ketika secangkir itu sudah ada di depan Reyhan. Pimpinan perusahaan properti itu menghentikan kegiatannya membaca berkas di tangannya. Ia memandang mantan karyawannya dengan membingkai sebuah senyuman. Dinda membalasnya dengan senyuman tipis.
Reyhan menyesap kopi itu sambil memandang mantan karyawannya tanpa berkedip.
" Kalau belum pas, saya buatkan lagi pak " ucap Dinda yang membuat Reyhan tersedak. Dengan cekatan Reyhan menahan tangan Dinda agar tetap duduk.
" Nggak usah Din, ini sudah paling pas "
Reyhan meletakkan kembali cangkir ke atas meja, lalu memutar tubuhnya. Ia mencoba menetralkan detak jantungnya yang tak beraturan jika berhadapan dengan Dinda. Ia seakan kena karma atas tindakannya pada gadis itu saat awal awal Dinda bekerja. Ia dengan angkuh menolak permohonan Dinda untuk diterima bekerja kembali saat gadis itu datang terlambat padahal hasil wawancara menyatakan nilai Dinda yang terbaik diantara pelamar lainnya.
Dinda menunggu dengan canggung, ia memandang sekeliling, tatanan kantor mantan bosnya dan kini telah jadi klien perusahaannya persis seperti yang pernah ia pilihkan untuk Reyhan ketika terakhir kali bosnya itu ingin merenovasi ruang kerjanya.
" Kamu suka ? " Dinda reflek menoleh pada pemilik suara, ia mengangguk pelan.
" Saya dulu sok nolak saran kamu, padahal hati saya setuju. Saya kesal saja, saat kamu tolak lamaran saya "
Dinda berdehem agar Reyhan fokus pada draft kontrak yang sudah ia siapkan. Laki laki itu mengerti maksud Dinda namun ia sengaja menundanya. Ia menggaruk tengkuk, ia masih ingin bicara sesuatu yang selama ini menganggu pikirannya.
" Ok...tidak ada yang harus diperbaiki, tapi ada satu hal yang harus kita perbaiki Din " ungkap Reyhan sambil menanda tangani berkas yang selesai ia baca.
" Apa itu pak " tanggap Dinda sambil menegakkan badan, ia menunggu apa yang akan di sampaikan mantan bosnya itu. Reyhan seperti sengaja menahannya.
" Hubungan kita " jawab Reyhan sambil menatap mata wanita di depannya.
" Apa kamu dendam sama saya karna saya memperlakukan kamu begitu buruk pada awal kamu bekerja dengan saya ? " tanya Reyhan sambil mengulurkan tangannya. Dinda memandang heran tangan yang di ulurkan kliennya itu.
" Saya minta maaf " lanjut Reyhan. Dinda menyalami tangan yang tergantung cukup lama di depannya sambil berusaha tersenyum walau canggung. Hal ini yang ia takutkan jika berhadapan dengan mantan bosnya. Laki-laki itu terus menyerang hatinya. Semalam ia sudah menerima lamaran Jodi, adik Reyhan. Tapi ia belum berani menyatakan kebenaran itu.
" Saya nggak menyalahkan pak Rey " ucap Dinda sambil berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Reyhan tapi tangan kekar itu malah mempererat genggamannya.
" Beri saya kesempatan itu Din, saya akan lakukan apapun agar kamu sembuh " Dinda tercengang dengan ucapan Reyhan, bagaimana mantan bosnya itu tahu penyakit yang di deritanya. Apa Jodi yang memberi tahu ?
Ketukan pintu membuat Reyhan melepaskan genggamannya. Setelah Reyhan mengucapkan kata masuk, sekretarisnya masuk dengan membawa beberapa buah map. Dinda mengambil kesempatan itu untuk undur diri. Tapi mantan bosnya itu berhasil meraih tangannya kembali. Reyhan tak memperdulikan tatapan sekretarisnya ke arah tangannya dan tangan Dinda.
" Kita belum selesai Din " Bisik Reyhan. CEO itu meminta sekretarisnya segera keluar. Dinda kembali duduk di hadapan Reyhan yang sedang memeriksa map yang diberikan sekretarisnya.
" Kali ini saya tak akan memaksa, biarkan cinta itu tumbuh dengan sendirinya, jangan lupa nanti malam. Ada acara amal perusahaan, kamu harus datang "
Dinda duduk termenung di sudut cafe, setelah draft kontrak itu ia tanda tangani, artinya ia dan Reyhan akan bertemu setiap hari karna ia di tempatkan di kantor Reyhan selama kerja sama mereka.
Denting notifikasi pesan menyadarkannya dari lamunannya tentang mantan bosnya yang masih mengharapkan jawaban positif darinya. Ia belum punya keberanian untuk menceritakan tentang hubungannya dengan sang adik. Ia tak ingin kedua bersaudara itu menaruh dendam satu sama lain.
[ Aku baru pulang, nanti aku jemput ya ]
[ Iya, makasih ] Dinda membalasnya dengan menshare lokasinya sekarang berada. Kemarin, ia sudah menyetujui permintaan Jodi agar ia melakukan berbagai terapi. Selain pengobatan medis, Jodi juga membawa Dinda untuk pengobatan herbal. Tak lama orang yang ditunggu sampai. Dinda masuk ke dalam mobil, ia tak menyadari dari kejauhan sepasang mata menatapnya penuh benci.
Dinda diantarkan Jodi ke rumah kontrakannya. Tapi di sana ia sudah ditunggu oleh adik tirinya yang menatapnya tajam.
" Jauhi tunanganku kak ! dokter Jodi itu milikku. Kakak jangan jadi parasit dalam hubungan kami "
" Mit, kakak sama dokter Jodi kami sudah lama punya hubungan, kakak tak pernah merebut dia darimu "
Plaak ! tangan gadis yang selalu diperlakukan baik oleh Dinda seketika melayang menyentuh keras pipi Dinda. Dinda mundur dan meringis.
" Itu karena kamu merayunya, dasar wanita licik ! " teriak Mita sambil menekan Dinda ke dinding. Dinda berusaha melepaskan cengkraman tangan Mita. Setelah seharian bekerja, hari ini ia sangat lelah. Fisiknya tak mampu melawan fisik prima adiknya. Mita mulai menangkup pipi Dinda.
" Jangan gunakan wajah sok memelasmu pada kedua bersaudara itu, apalagi pada dokter Jodi ! "
" Jangan seperti ini Mit, lepaskan kakak ! " pinta Dinda lemah, ia merasakan bahunya sakit karena dicengkram kuat adik tirinya.
" Kamu hanya pura pura sakit agar dibelas kasihani, Dasar penipu ! " Dinda berusaha melepaskan diri. Tubuhnya tidak kuat lagi untuk bertahan. Ketika Mita hendak melayangkan lagi tangannya, seseorang dibelakang gadis itu menahannya dan mendorong tubuh Mita agar menjauhi Dinda. Dinda memegang kepalanya dan seketika ia ambruk, untung laki-laki yang datang itu mempobongnya dan dengan tergesa membawa Dinda masuk ke dalam mobil dan melarikan Dinda ke rumah sakit.