21-?Beautiful Eyes?

1241 Kata
_***_ Jika ingin dimengerti oleh orang lain, cobalah mengerti orang lain terlebih dahulu. Terkadang memulai sesuatu itu akan lebih baik daripada menunggu untuk dimulai. -? The Most Beautiful Eyes ?- _***_ Author's POV Suara dentingan mesin ketik menggema di seluruh ruangan yang sama berisiknya. Suara itu tak serta merta berbunyi sendirinya, melainkan ada seseorang yang memainkannya. Walaupun alat itu sudah kuno dan ketinggalan jaman, namun bagi seorang yang suka dengan dunia ketik mengetik, tentu akan sangat senang menggunakan alat berharga itu. "Ar, gue duluan ya kerjaan gue ngantri nih." Akibat kerasnya suara ketikan, perkataan dari salah seorang di sana tak terdengar oleh orang yang di tuju. Karena memang ada kerjaan yang harus segera di urus, ia pun memutuskan segera pergi tanpa menunggu balasan. Saking asyiknya mengetik dan menikmati suaranya, kini yang berada di ruang mesin ketik hanya tinggal dirinya seorang diri. Padahal suara derap langkah orang-orang tentu terdengar keras karena alas ruangan bukan keramik, melainkan ubin dari kayu. Selang sepuluh menit kemudian ia baru saja menyadari bahwa yang ada di dalam ruangan itu hanya dirinya sendiri. Orang itu pun bergerak mengakhiri aktivitasnya dan bergegas pergi. Ia berjalan cepat menuju kantor di mana ia kerja. Matanya terlihat menyala begitu melihat seseorang telah berkutat dengan komputer di depannya. Ia mendekat dan segera saja mendaratkan sebuah jitakan di kepala sang teman yang bersamanya tadi. "Aduh," ringis pria berkemeja biru. "Astaga, Ar, sakit tau." Sang penjitak tadi dengan santainya berlalu dan duduk di kursinya yang berada dekat dengan temannya itu. Hanya di pisahkan sekat setinggi bahu orang dewasa saja. "Lagian tega banget ninggalin gue sendiri," gerutu sang penjitak yang ternyata kesal karena di tinggal oleh temannya. Pria berkemeja biru itu berdiri dan menumpukan tubuhnya pada sekat itu dan melihat aktifitas temannya. "Yeee gue udah bilang kali kalau mau balek, lo nya tu yang nggak denger," tanggap pria berkemeja biru membela dirinya. "Gue kagak denger dodol. Lain kali colek gue dulu kek. Gue kan ngeri di ruangan berhantu itu sendirian." Pria yang ditinggal oleh temannya tadu nampak masih kesal dan memberikan alasan yang justru membuat temannya tadu tergelak. "Aduh, Ar, gue baru tau lo penakut juga," ejek pria berkemeja biru kepada pria berkemeja abu-abu. "Taulah, Nis," balas pria itu jengah kepada temannya. "Heh jangan panggil Nis dong. Berasa cewek tau," keluhnya yang tetap saja memprotes. Sang pemanggil tadi tak menggubris, namun pria kemeja biru tadi tak usai-usai menggodanya walaupun tak ditanggapi. "Oh iya, Lo nggak perlu ngurus naskah atas nama Calista Bintang," celetuk pria bernama Denis kepada teman yang dari tadi ia jahilin. Pernyataan Denis sontak menarik perhatian temannya. "Kenapa?" tanyanya dengan mimik wajah serius. "Kemarin dia menarik naskahnya. Nggak jadi mengajukan katanya." *** Calista's POV Hari ini hari kepulanganku dari rumah sakit. Hampir tiga minggu lamanya aku menginap di rumah sakit. Karena itulah aku sangat merindukan suasana rumah. Setelah tadi diberikan resep dokter dan nasihat untuk menjaga mataku agar tidak terforsir, kini kami sedang berkemas. Kali ini ada Umi dan Kak Ken yang membantu. Abi sudah pulang dari subuh tadi karena harus kembali ke kantor. Aku sih tak masalah karena Abi tentu akan sangat capai jika harus terus menungguiku kemudian bekerja. Kita sebagai seorang anak bukan hanya harus dimengerti, tapi juga harus mengerti keadaan kedua orang tua kita. "Udah nggak ada yang ketinggalan kan, Sayang?" tanya Umi yang sedang menata bajuku ke dalam tas jinjing. Aku kembali mengecek laci meja dan sudah tak menemukan apapun. "Tak ada, Mi, insyaallah udah semua." Aku berdiri dan membantu Umi memasukkan barang-barang yang masih tergeletak di lantai. "Sayang, mata kamu udah beneran nggak ada yang sakit kan?" tanya Umi kembali untuk kesekian kalinya. Aku tersenyum menatap Umi yang masih khawatir akan kondisiku. Wajar saja sih kata Kak Hiswi memang terkadang jika mata terlalu dipaksakan untuk bekerja, akan masih terasa sakit. Namun sejauh ini aku tak merasakan sakit. "Alhamdulillah udah nggak papa kok, Mi. Umi, tenang aja yah. Lista janji akan menjaga dan merawat mata Lista dengan baik." Iya aku akan berjanji merawat semua pemberian Allah ini. Aku tak ingin Allah marah lagi kepadaku dan mengambil pengelihatanku lagi. Melalui peristiwa kemarin aku menyadari bahwa ternyata aku kurang merawat diriku. Sejatinya pun musibah yang menimpa kita itu tanpa kita sadari dipicu oleh diri sendiri. Allah Ta’ala berfirman : وَما أَصابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِما كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُوا عَنْ كَثِيرٍ “Dan segala musibah yang menimpa kalian adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kalian. Dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan kalian)” (QS. Asy-Syuuraa: 30). Ibnu Katsiir rahimahullah menjelaskan, “Dan firman-Nya (yang artinya) dan segala musibah yang menimpa kalian adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kalian maksudnya wahai manusia! musibah apapun yang menimpa kalian, semata-mata karena keburukan (dosa) yang kalian lakukan. “Dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan kalian)” maksudnya adalah memaafkan dosa-dosa kalian, maka Dia tidak membalasnya dengan siksaan, bahkan memaafkannya. Dan kalau sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan perbuatannya, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu mahluk yang melatapun (Faathir: 45) (Tafsir Ibnu Katsiir: 4/404). "Wah anak Umi udah besar ternyata," ujar Umi mendekapku singkat. Aku terkekeh kecil. "Iya lah, Mi, bentar lagi juga Lista lulus sekolah," ungkapku kemudian menuai reaksi sedih. "Eh Umi kok sedih?" tanyaku melihat mimik wajah Umi terlihat sendu. "Umi, nggak bisa bayangin nanti kalau kamu tiba-tiba udah diperistri oleh calon suamimu kelak. Padahal Umi ngerasa belum lama liat kamu di gendongan Umi loh," ungkap Umi kemudian aku peluk dengan penuh rasa kasih sayang. Aku terharu mendengar Umi yang ternyata tak ingin aku menjalani kehidupan terpisah oleh Umi. "Namanya juga hidup, Mi, jadi harus terus berjalan. Lagian sebenarnya Lista juga nggak pengen pisah sama Umi nanti. Emmm apa besok Lista kalau udah nikah minta tinggal sama Umi aja yah," kataku turut tak bisa membayangkan jika besok harus tinggal jauh dari orang tua. "Ish nggak boleh gitu juga, Sayang. Kalau kamu udah nikah, ridhomu kepada orang tua udah pindah ke suami kamu. Jadi kamu harus nurut apa kata suami kamu nanti," cakap Umi menasihatiku. "Ah, umiiii." Aku terus memeluk Umi sampai Umi kesulitan untuk membereskan barang-barangku. "Udah dong, Sayang, Umi jadi susah beresinnya. Katanya mau cepet pulang," ujar Umi memberikan pengertian kepadaku. Aku tertawa kecil kemudian melepaskan pelukanku dengan mengecup pipi umi terlebih dahulu. "Aih kamu ini," kata Umi tertawa melihat tingkahku. *** Akhirnya aku beserta keluarga telah sampai di rumah yang sangat aku rindukan. Pertama kali aku memasuki kamar, wanginya langsung menyeruak dan membuatku semakin rindu dan tidak sabar untuk tidur di tempat tidur yang sudah hampir satu bulan tak aku tempati. "Dek, kamu istirahat dulu aja. Nanti jam 11 Kakak bangunin," kata Kak Ken setelah memasukkan semua tas-tasku. Aku menaiki springbed milikku yang sudah sangat bersih. Namun tadi aku terlebih dahulu membersihkan tempat tidur, walau terlihat bersih kita sudah seharusnya tetap menepuk-nepuk kasur sembari mengucap basmallah. Karena kita tidak tau apakah tempat ini steril secara tak kasat mata atau tidak. Sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah SAW dalam hadist berikut, “ Jika salah seorang di antara kalian akan tidur, hendaklah mengambil potongan kain dan mengibaskan tempat tidurnya dengan kain tersebut sambil mengucapkan, ‘bismillaah,’ karena ia tidak tahu apa yang terjadi sepeninggalnya tadi.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi dan Abu Dawud) "Iya, Kak. Thanks banget kakak terbaik," ujarku memuji kebaikan Kakakku satu satunya. "Aihhh kamu itu muji kalau dibantuin doang," celetuk Kak Ken yang membuat gelak tawa di antara kita. Akhirnya akupun bisa terlelap di kamarku yang sangat aku rindukan. Aku harap semua yang telah terjadi padaku menjadikanku semakin kuat. Sungguh hanya Allah lah yang mampu memberikan keteguhan hati untuk setiap makhluk-Nya. TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN