"Malam ini temani aku pergi." Pinta Edward.
Callista yang tengah sibuk dengan pekerjaannya sontak mendongakkan wajahnya menatap malas sosok atasan yang menurutnya sangat sok kegantengan itu. Walau memang fakta nya begitu, jika bukan karena mengingat perihal hubungan mereka di alam mimpi mungkin Callista tidak akan mau bekerja dengan pria ini. "Tidak mau! Aku hanya sekretaris mu bukan kekasihmu."
"Kau mau menolak perintahku? Kalau begitu, lembur di sini sampai pagi!"
Callista membuka mulutnya lebar. "Bagaimana bisa begitu? Iya, baiklah aku akan ikut denganmu." Kesal Callista, dalam hati ingin sekali memukul kepala pria ini jika tidak mengingat dia atasannya.
Malam pun tiba, Edward menjemput Callista di kontrakannya. Edward terdiam, menatap tempat tinggal Callista yang terlihat begitu kecil. Apa gadis itu tinggal di sini? Batinnya, dia teringat akan kendaraan yang Calista yang ia hancurkan tempo hari. Ada rasa bersalah di dalam hati Edward.
Cklek!
"Astaga! Sejak kapan kau ada di sini?" Callista terkejut melihat Edward sudah berdiri di depan pintu kontrakannya. Dia baru saja ingin keluar dan memesan taxi online untuk menuju ke kantor Edward, padahal Callista sudah meminta Edward untuk menunggu di kantor saja tapi ternyata pria itu sudah ada di depan tempat tinggalnya. Ah, bagaimana bisa Edward tahu tempat tinggalnya? Ck, bukan hal sulit bagi Edward terlebih Callista adalah sekretaris nya.
Calista menunduk malu, dari raut wajah Edward sudah menandakan jika pria itu jijik melihat tempat tinggal Callista. Apa dia akan memecat ku setelah tahu aku hanya tinggal di kontrakan? Batin Callista sembari memilin ujung dres yang ia kenakan.
Edward mendekati tubuh Callista dan mengulur kan tangannya, Callista mendongak seakan bertanya untuk apa?
Edward menaikkan sebelah alisnya dan dengan cepat Callista membalas uluran tangan Edward. Mereka hanya diam, Edward berjalan sembari menggandeng tangan Callista. Sedang gadis itu mati-matian menahan senyumannya, menatap genggaman tangan Edward di telapak tangan mungilnya. Jantungnya semakin berdetak tidak karuan, Tuhan .. jika dia tercipta untukku, maka biarkan aku bersamanya untuk kedua kalinya, doa Callista dalam hati.
Edward membukakan pintu mobilnya, dan Callista masuk dengan raut wajah tersipu malu. Astaga, rasanya seperti tuan putri yang tengah dimanjakan oleh seorang pangeran.
Edward menarik sudut bibirnya dan memutar arah lalu masuk ke dalam mobilnya melalui pintu berlawanan.
"Kita mau ke mana?" tanya Callista .
"Jangan banyak bertanya, nanti kau juga akan tahu." sahut Edward, Callista diam tak berani bertanya lagi. Setidaknya dia punya rasa malu pada pria asing di sampingnya ini, meski Callista sangat yakin jika Edward adalah suaminya di alam mimpi.
Tak berapa lama mereka sampai di sebuah club malam. Callista terkejut, kenapa mereka menuju ke tempat ini?
"Ayo, keluar." Edward meminta Callista mengikuti langkahnya. Callista hanya menurut dan mengekor di belakang tubuh Edward. Ada rasa takut saat di sana ternyata hanya ada lelaki, mungkin teman-teman Edward. Lalu kenapa pria itu mengajaknya? Batin Callista, sembari menatap ke sekeliling di mana banyak orang tengah menari dan b******u tanpa malu.
"Woh!! Kau membawa barang baru, roh?" salah satu teman Edward melirik nakal ke arah Calista. Edward hanya mengangguk sembari ikut melirik ke arah gadis di sampingnya.
Callista diam, dia benci menatap sikap Edward yang seakan menganggap dirinya ini w************n. Kenapa sifat Edward sangat berbeda dengan Edward di alam mimpi? Edward yang sekarang begitu menjijikkan.
"Biarkan aku pulang." Callista, berbisik di samping telinga Edward.
Edward meremat punggung tangan Callista, mengkode jika pria itu tidak mengijinkan Callista pergi. Gadis itu hanya bisa menghela napas pasrah, dia berharap Edward tidak macam-macam kepadanya.
Beberapa jam Edward menghabiskan waktunya untuk minum-minum bersama teman-temannya sedang Callista hanya diam seperti pajangan. Dia sebisa mungkin menjaga Edward. Hah! Kenapa tidak di alam nyata ataupun halu, Callista selalu menjadi malaikat penjaga untuk pria sinting ini? Kesal hati Callista.
"Dia sudah mabuk, bawa dia pulang. Apa kau bisa mengemudi?" Tanya salah satu teman Edward yang terlihat lumayan baik ketimbang teman-temannya yang lain. Bahkan dia tidak ingin banyak minum seperti yang lainnya.
Callista melirik Edward yang kini sudah tepar di atas meja dengan bibir meracau tidak karuan.
"Aku tidak tahu dimana tempat tinggalnya, kenapa tidak kau saja yang mengantarkan nya?" tanya Callista. Callista sejujurnya bisa mengemudi, beruntung sang ayah dulu pernah mengajarkan Callista.
"Ini alamat apartemen nya, aku tidak bisa mengantar nya. Aku harus kembali ke ke kantor. Ayo, ku bantu membawa Edward ke dalam mobil." Ujar pria tersebut sembari m letakkan kartu mana Edward di atas meja. Callista mengambil kertu nama tersebut lalu berdiri, sedang pria tadi sudah memapah tubuh lemas Edward.
Sesampainya di dalam mobil, Callista menatap wajah Edward yang sudah terlelap di sampingnya. "Kenapa kau tidak ingat padaku?" batin Callista, lalu mulai mengemudikan mobil Edward menuju ke tempat tinggal pria tersebut. Namun di tengah jalan Callista merasa ragu, jika dia mengantar pria itu ke tempat tinggalnya, dia tidak akan bisa masuk ke dalam rumah itu pastinya. Ah, berakhir Callista membawa Edward pergi ke tempat tinggalnya. Tak apa malam ini pria ini menginap di rumahnya.
Sesampainya di kontrakan Callista, dia bingung harus membawa tubuh Edward masuk.
"Astaga! Berat sekali. Apa kau seorang monster?" kesal Callista, berjalan sempoyongan memapah tubuh Edward yang ternyata sangat berat. Callista mendorong pintu rumah dengan kaki kanannya, lalu membawa tubuh Edward masuk ke dalam kamar.
BRUG!
Callista ikut terjatuh di atas tubuh Edward, dia terdiam merasakan detak jantung Edward yang terasa bertabrakan dengan detak jantungnya. Momen ini mengingatkan dirinya dengan Edward di alam mimpi. Rasa ini begitu nyata, dia masih sangat mengingatnya. Jika boleh jujur, Callista sangat merindukan sosok pria yang pernah menjadi suaminya ini.
Callista tersenyum dan menggeletakkan kepalanya di d**a lebar Edward, dia memejamkan kedua matanya membayangkan jika Edward merengkuh tubuhnya, lalu mengatakan kata manis kepadanya.
Edward perlahan membuka kedua matanya dan tersenyum, mengulurkan kedua tangannya lalu memeluk tubuh gadis yang ada di atas tubuhnya. Callista terkejut, namun ia berpikir mungkin Edward masih dalam kondisi tidak sadar.
Callista mengangkat wajahnya, menatap betapa tampannya pria di bawahnya ini. Tatapan mata Callista terpaku pada bilah bibir merah Edward. Entah keberanian dari mana Callista mengecup bilah bibir pria yang katanya gadis itu anggap sebagai suaminya.
"Aku merindukanmu."
"Aku pun juga." bisik Edward, yang mana membuat Callista tersentak dan bangun dari atas tubuh Edward. Apa Edward sadar dengan apa yang dikatakannya? Ah, tidak. Mungkin dia sedang membayangkan tentang salah satu kekasihnya, pikir Callista. Namun tak dapat dipungkiri jika hati Callista terasa berbunga-bunga hanya mendengar ucapan pria tersebut.
Callista segera menggelengkan kepalanya, dan hendak pergi dari ruangan itu sebelum Edward tiba-tiba saja menarik lengannya dan membuat Callista kembali terjatuh di atas tubuh Edward.
"A-apa yang kau lakukan?" takut Callista. Biar bagaimanapun dia harus bisa menjaga diri dari pria di bawahnya ini. Dunia nyata sangat berbeda dengan dunia halu, di mana dirinya menjadi istri sah Edward sedang sekarang mereka hanya sebatas partner kerja tidak lebih.
Edward menarik belakang kepala Callista dan membuat kedua bibir mereka bertemu. Callista membolakan kedua matanya, dia memberontak dan berusaha berteriak namun Edward membungkam mulutnya dan semakin brutal melakukan sentuhannya di tubuh Callista. Callista hanya bisa menangis, tubuhnya lemas tak berdaya. Ia hancur, membawa Edward ke tempat tinggalnya hanyalah sebuah mimpi buruk. Malam ini akan menjadi mala petaka di dalam kehidupan Callista.
.
.
Pagi menjelang, Callista membuka kedua matanya dengan tatapan kosong. Dia masih tak percaya dengan apa yang terjadi pada dirinya semalam. Callista menoleh ke samping dan melihat pria yang sangat dicintainya, ah .. mungkin sejak kejadian malam itu tidak ada lagi cinta di diri Callista. Kepribadian Edward semakin terlihat, dan itu menyadarkan Callista jika pria ini sangatlah berbeda dengan pria impian nya.
"Sadarkan Callista." batin gadis itu tersenyum miris. Dia segera bangun, membersihkan diri namun sebelumnya dia memakaikan pakaian Edward. "Biarlah malam itu menjadi mimpi buruk, untukku dan juga untukmu." gumam Callista, sebelum pergi ke kamar mandi.
Sekian menit berlalu, Edward membuka kedua matanya dan melihat ke arah sekeliling kamar asing yang dia tempati.
"Kau sudah bangun? Aku sudah membuat sarapan pagi untukmu. Ah, mungkin kau bingung. Sekarang kau ada di rumahku." ucap Callista, berusaha baik-baik saja.
Edward mengangguk dan mengingat kejadian semalam hingga membuat dirinya berada di dalam rumah Callista.
Setelah Edward membersihkan diri dia menemui Callista di ruang makan. Callista sudah siap dan hendak berangkat. "Sarapan lah dulu, aku berangkat ke kantor duluan." ujar Callista, dia hanya ingin menghindari tatapan Edward.
"Tidak perlu, aku juga akan berangkat ke kantor." sahut Edward.
Callista menyembunyikan senyuman pedihnya, bahkan Edward tak ingin memakan sarapan yang ia buat, mungkin pria itu jijik dengan masakannya.
Callista mengangguk dan menyuruh Edward pergi keluar terlebih dahulu sedang dirinya mengunci pintu. Edward berhenti, menunggu Callista di belakangnya.
Callista berjalan menjauhi mobil Edward, menuju ke sebuah gang.
"Hei! Kau mau kemana?" tanya Edward.
"Menunggu taxi." singkat Callista.
"Ikut bersamaku, kita menuju ke kantor yang sama, bukan?"
Callista tersenyum dan menggeleng. "Tidak usah, apa kata orang nanti jika mereka melihat dirimu berangkat bekerja bersamaku."
"Aku tidak peduli. Ayo, cepat." Paksa Edward.
Callista tak peduli dia tetap bersikeras menunggu taxi pesannya. Tak lama taxi itu datang dan Callista segera masuk lalu menuju ke tempat kerjanya. Edward menatap datar mobil taxi yang kini sudah menjauh dari pandangannya.
"Kenapa kau menjauhiku?" Batinnya.
Sesampainya di kantor, Edward menuju ke ruang Callista. Namun gadis itu tidak ada di sana. Mungkin dia ada di dalam ruang pribadinya, pikir Edward. Dan ternyata benar, gadis itu ada di sana dengan seorang gadis.
Callista menoleh ke arah Edward yang baru saja datang. "Maaf, aku sudah melarangnya masuk. Namun dia bersikeras." Callista keluar dari ruangan Edward dengan langkah lebar.
Edward menatap datar sosok wanita cantik yang kini tersenyum ke arahnya. "Untuk apa kau datang ke mari?" Datar Edward.
"Kenapa? Apa yang salah? Bukankah kau sudah menganggap ku sebagai gadis mu?" gadis itu berjalan menghampiri Edward dan merangkul lengan pria tersebut.