Callista menitikkan air matanya, baru saja ibunya mengatakan jika Callista mengalami koma selama satu bulan lamanya. Gadis itu ditemukan tak sadarkan diri di sebuah rumah kosong. Dan semenjak saat itu, Callista tidak sadarkan diri. Dan sekarang tiba-tiba saja Callista membuka kedua matanya, dan hal itu tentu saja membuat kedua orang tuanya sangat bahagia. Meski Callista begitu sulit diatur namun percayalah, tak ada orang tua yang ingin kehilangan anaknya.
Callista meremat erat baju dibagian dadanya yang terasa ngilu. Dia hanya koma selama satu bulan namun terasa sangat lama berada di dunia halusinasi.
"Ma, apa Mama melihat buku yang terakhir aku baca?" tanya Callista.
Sang ibu menautkan kedua alisnya tak mengerti, mereka tak menemukan apapun selain Callista yang tergeletak bersama dengan perabotan kotor.
Callista mengangguk, mungkin semua ini benar-benar hanya mimpi. Dia hanya sedang berjalan di alam bawah sadar karena sangat menyukai n****+ yang dibacanya.
.
.
Singkat waktu. Selang beberapa Minggu setelah Callista pulih. Gadis itu memutuskan untuk melakukan kebiasaan buruknya. Dia tidak ingin lagi membaca komic ataupun n****+. Dia ingin menjadi gadis dewasa dan bisa membahagiakan kedua orang tuanya.
Callista memutuskan untuk pergi ke luar kota, dia mendapatkan pekerjaan di sebuah kantor yang lumayan besar di kota. Setelah melakukan interview tentunya, memang lumayan cepat proses kerja Callista. Dia sendiri merasa sangat beruntung, mungkin saja ini sebuah kebetulan saja. Batin Callista, dia tersenyum cantik menyambut hari pertamanya di kota.
"Aku harus bisa melupakan mimpi itu. Callista, ayolah ... apa yang ada di dalam mimpimu sama sekali tidak nyata." Callista menyemangati dirinya sendiri. Lalu meraih tas kerjanya dan berangkat dengan menaiki motor yang ayahnya berikan.
Sesampainya di kantor, Callista memarkirkan mobilnya namun langkahnya dihentikan oleh sosok satpam di sana.
"Nona, jangan memarkirkan motor mu di sana! Itu tempat parkir tuan muda." Teriak sosok satpam tersebut. Callista mencebik kesal ke arah satpam tersebut, gadis itu tidak suka diatur apalagi hanya seorang satpam. Ck, Callista tidak ingin memindahkan motornya.
BRAKK!
Baru saja Callista hendak meninggalkan tempat parkir tersebut, dia sudah dikejutkan dengan suara benda yang tertabrak dan ternyata benda itu adalah motor kesayangannya. Callista membolakan kedua matanya dengan mulut terbuka. Dia segera berlari dan memeriksa motornya yang mengalami kerusakan.
Dengan tatapan tajam Callista menghampiri mobil yang ada di dekatnya. Memukul kaca mobil tersebut agar orang yang ada di dalamnya keluar.
"b******k! Keluar! Kau harus mengganti kerusakan motorku!" Marah Callista.
Pintu kaca mobil itu terbuka, menampilkan sosok pria tampan dengan kaca mata hitam bertengger apik di batang hidung bangirnya. Pria itu menurunkan kaca mata hitamnya, menatap remeh ke arah Callista.
"Aku harus mengganti motor sampah itu? Ck, dalam mimpimu." pria itu kembali menutup kaca mobilnya dan menjalankan mobilnya, menggilas motor Callista hingga rebuk sebagian. Callista terdiam, bukan karena melihat motornya remuk namun melihat sosok pria yang ada di dalam mobil tadi..
"Edward?" Bisik Callista yang ternyata bisa didengar oleh pria tersebut.
"Kau tau namaku?" tanya pria yang baru saja turun dari dalam mobil mewahnya.
Callista tak bisa percaya semua ini, kenapa dia kembali bertemu dengan pria yang ada di dalam mimpinya? Namun dalam watak yang berbeda. "A-ah, maaf. Aku hanya membaca nama yang ada di sana!" Tunjuk Callista pada papan baliho yang menunjukkan gambar Edward lengkap dengan nama pria tersebut.
Edward mengangguk dan meninggalkan Callista begitu saja. Selepas kepergian Edward, sosok satpam yang sedari tadi merasa prihatin pada Callista, mendekati gadis itu.
"Nona, kau baik-baik saja?" tanya pria itu. Callista tersentak dan menoleh ke arah pria tersebut lalu menoleh ke arah motor nya. Sontak dia menangis meraung, bagaiamana ini? Apa yang harus ia lakukan? Bagaimana dia menjelaskan pada orang tuanya nanti?
"Siapa pria gila itu, Pak?" tanya Callista dengan isakan tangisnya.
"Dia Tuan Edward, pemilik perusahaan ini, Nona." Jelas satpam tersebut.
"A-apa?!" Kaget Callista, ternyata dia berkerja di perusahaan pria itu? Astaga! Masih hari pertama dan dia sudah berbuat ulah. Ck, jangan sampai dia kena masalah hari ini. Dengan segera Calista berlari menuju ke dalam gedung tersebut. Membiarkan motor nya sejenak, karena pekerjaan ini lebih penting dari segalanya.
Callista merapikan pakaiannya saat berada di dalam lift, menuju ke ruangan sang atasan. Dia belum melihat siapa atasannya namun mendengar penjelasan satpam tadi sudah membuat nya yakin jika sosok tersebut adalah Edward.
"Tuan, dia Callista. Sekretaris baru, Tuan." jelas salah satu pegawai yang bekerja di kantor tersebut.
Edward mengerutkan keningnya, bukankah gadis ini yang tadi dia temui di tempat parkir? Sunggingan senyuman sinis tergambar di sudut bibir Edward. Dia mengangguk dan menyuruh pegawainya keluar. Kini hanya tinggal Callista dan Edward saja di ruangan kerja pria tersebut. Callista mati-matian menahan senyuman jantungnya, dia takut jika pria yang ada di hadapannya itu mendengar suara detak jantungnya meskipun itu sangat mustahil. Hanya pemikiran Callista saja yang terlalu berlebihan.
"Kau takut padaku?" tanya Edward, dengan suara rendahnya dan hal itu mengingatkan Calista akan perlakuan pria tersebut saat berada di atas ranjang. Ups! Ada apa dengan Callista? Kenapa otaknya kotor sekali? Dengan cepat gadis itu menggelengkan kepalanya membuat pemikiran tak jelas yang melintas di dalam benaknya. Edward yang sekarang bukanlah Edward yang ada di dalam mimpinya, ayolahh ...
"Tidak." satu kata yang teramat sulit keluar dari dalam bibri Callista.
Edward mengangguk sinis dan kembali bertanya pada gadis di hadapannya. "Kau sudah memiliki keluarga?"
"Sudah--ah, maksudku belum." Gugub Callista.
"Katakan yang sebenarnya, karena aku tidak ingin memiliki sekretaris yang sudah berkeluarga. Aku malas berselisih dengan suaminya."
Hah? Apa yang dimaksudkan pria ini? Berselisih? Kenapa harus berselisih? Callista mendadak cemburu, dia menatap penuh intimidasi ke arah Edward. "Apa alasanmu, Tuan? Kenapa kau ingin memiliki sekretaris yang masih lajang, hm? Apa kau suka berbuat ... Eum .." Callista tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Dia hanya menyatukan kedua jari telunjuknya.
"Gadis cerda, aku suka gadis seperti dirimu. Kau bisa menebak diriku dengan baik." bangga Edward.
Callista memelototkan bola matanya, entah mengapa dia tidak rela mendengar ucapan Edward.
"Bagaimana bisa kau melakukan hal ini, hah?! Kau suamiku!" reflek Callista, terbakar api cemburu.
Edward membuka mulutnya. "Apa kau sedang sakit?" Dia menempelkan telapak tangannya di kening Callista.
Callista gelagapan, kenapa mulut bodohnya bisa kelepasan, astaga! Callista menepuk bibirnya berkali-kali. "A-aku hanya terlalu kagum dengan, Anda Tuan." Dan lagi-lagi Callista berucap tak masuk akal.
Edward tersenyum puas, dia semakin bangga dengan ketampanannya. Bukan hal baru bagi Edward mendengar banyak gadis tergila-gila akan ketampanannya ini.