TDH 02

1615 Kata
Aku tetap melangkahkan kedua kakiku maju, seraya mencengkeram erat tali tas ransel di gendongan ku. "Permisi," ucapku, bangunan itu terlihat sangat bersih dan sontak kedua mata ku terbelalak melihat isi dari bangunan tua di hadapan ku. "Astaga, n****+ ... banyak sekali," gumamku kagum. Sosok pria tua keluar dari dalam bangunan tua di hadapan ku. "Silahkan masuk, Nak!" titahnya bergetar, mungkin efek usia lanjut, fikirku. Aku sampai lupa tidak mengabari sopirku, dan akhirnya aku segera bergegas kembali menghampiri taxy yang sedikit jauh di belakang ku. "Pak! Ternyata ini tempat yang aku cari. Bapak pulanglah! Aku tidak apa-apa sendiri disini," teriakku dari kejauhan. Entah mengapa sosok sopir itu melihat aneh ke arahku. "Apa ada orang di sana, Neng?" Teriak nya. "Iya, ini ada penjaga tempat ini," teriakku sambil menunjuk sosok pria lanjut usia yang berdiri di sebelahku, beliau juga menatap ke arah sopir taxy di sana. Sosok sopir itu sedikit merasa aneh. Pasalnya ia tak melihat sosok pria yang di tunjukkan oleh gadis di depannya itu. Kenapa gadis itu sangat aneh?. Jelas-jelas tempat ini terlihat kotor dan kumuh. Di tambah lagi, tanpa sengaja sopir itu mengedarkan pandangannya ke sekitar bangunan tua di sana. APA? Makam? Apa kedua matanya tak salah lihat?. Sopir itu ketakutan, lebih baik mencari aman untuk dirinya sendiri. "Neng, jaga dirimu baik-baik, aku pergi dulu," teriak sopir itu gugub. Callista hanya menghedikan kedua bahunya, merasa aneh dengan gelagat sang sopir. Tanpa permisi aku melewati sosok pria tua di sampingku dan masuk ke dalam bangunan tua di depanku. Aku begitu kagum dengan tatanan n****+-n****+ bagus di sini, banyak sekali n****+ keluaran terbaru. Yang bahkan belum tersedia di toko-toko buku besar di kota. Tapi bagaimana tempat ini bisa menyediakan berbagai n****+ lengkap? Aku sedikit bingung. Dan juga bagaimana bisa pak tua itu menata n****+-n****+ ini begitu artistik, rapi dan memanjakan mata yang melihat nya. Rasa nya sangat tidak mungkin, di usianya yang sudah terlampau tua, masih memiliki jiwa seni yang terlalu tinggi dan modern. Ah, masa bodoh. Yang terpenting aku menikmati tempat ini. Ku ambil setumpuk buku-buku di hadapan ku, yang masih tersegel begitu rapi. Tanpa ku pedulikan tatapan aneh dari pak tua di sana. Sekian lama Callista asyik dengan n****+-n****+ di hadapannya, ia baru sadar jika hanya ada dirinya dan juga pak tua itu saja di dalam bangunan tersebut. Apa tidak ada pengunjung lain di sini? Ku edarkan pandanganku kesana dan kemari. Tetap tak ku temukan sosok lain, selain aku dan penjaga bangunan ini. Ah, aku mencoba berfikir positif saja, mungkin saat ini semua orang tengah sibuk dengan pekerjaan dan juga aktifitas lainnya, seperti kuliah misalnya. Ku lanjutkan acara membaca ku. Tanpa Callista sadari, jika sosok pak tua di sana tengah terlihat berseringai. Gadis nakal, kau harus mendapat ganjaran. Gumam sosok pak tua itu. "Nak, Bapak akan pergi sebentar. Kau tak apa kan? Jika Bapak tinggal sendirian di sini?" Tanya sosok pak tua itu. Aku tersenyum dan menyahut. "Tak apa Pak," sahutku singkat, dan kembali melanjutkan aktivitas ku. "Nak, Bapak peringatkan padamu! Jangan pernah memasuki ruangan tertutup di ujung sana!" Pinta pak tua itu. Aku mengikuti arah jemari yang di tunjuk kan sosok pria tua tersebut. Dan benar saja, ada sebuah ruangan kecil yang terlihat tertutup pintu berwarna emas disana. "Baik Pak," acuh ku, aku merasa sedikit tersinggung dengan ucapan pria itu, yang seakan melarang ku untuk memasuki ruangan tersebut. Dia fikir aku mau mencuri apa? Apa dia tidak tau jika aku anak orang kaya. Sombongku. Sepepergian sosok pria tua tadi. Bukan Callista namanya jika tak penasaran dengan sesuatu hal yang menantang. "Sebenarnya ada apa sih, di dalam sana?" gumamku. Aku mencoba keluar dari tempat ini, kutolehkan kepalaku ke kanan dan kekiri. Mengecek apakah pak tua itu masih di sini, atau sudah pergi. Merasa situasi sudah aman, aku segera kembali memasuki ruangan itu. Hanya satu tujuanku, ruangan yang dilarang pak tua tadi. "Sebenarnya ada apa di dalam ruangan ini? Kenapa pak tua tadi melarangku? Lebih baik aku lihat saja, hihi .." kikikku. Berlahan ku putar knop pintu usang dihadapanku. CKLEK!!! Pintu itu terbuka, sontak debu tebal mengepul menyapu wajahku. "Uhuk ... uhuk ... " aku sampai terbatuk-batuk. "Astaga! Apa tempat ini tidak pernah dibersihkan?" gerutuku. Kulanjutan langkahku memasuki lebih dalam ruangan hampa itu. Bahkan di tempat ini juga tidak ada penerangan lampu atau semacamnya. Hanya ada pencahayaan sinar matahari yang sedikit menerobos celah kecil tembok ruangan itu. "Gelap sekali," aku beralih mengambil phonselku di dalam tas. Ku nyalakan mode senter yang ada di phonselku. "Kenapa menakutkan sekali," aku sedikit merinding dibuatnya. Namun, rasa penasaranku lebih tinggi dibandingkan rasa takutku. Hingga kedua mataku tertuju pada sepasang meja kursi tak jauh dari tempatku berdiri. Aku tersenyum, melihat ada buku tua di atas meja itu. Entah energi apa yang kini menarikku untuk membuka isi buku tersebut. Aku mencoba membersihkan buku berdebu itu, ku buka pelan, dan aku mendudukkan bokongku di kursi dekat meja di sana. Tak peduli jika kursi ini kotor penuh debu. Aku mulai membaca isi buku tua ini. "I-ini n****+?" mataku berbinar. Aku tak percaya jika ada n****+ tua tapi sangat menarik untuk k*****a. Tatapanku fokus pada buku dihadapanku, cerita ini sangat menarik. Hingga membuatku tak ingin berkedip. Seakan aku tak bisa berhenti untuk membaca, alur cerita ini begitu berbeda dari n****+-n****+ yang pernah aku baca sebelumnya. Tokoh di dalam cerita ini bagaikan nyata, seolah aku bisa masuk ke dalam dunia n****+ yang aku baca ini. Tapi aku sedikit heran, kenapa wajah dari tokoh gadis di dalam cerita ini tak terlihat jelas? Apa mungkin karena buku ini sudah tua? Batinku. Aku tetap mencoba mencari gambar visual sosok tokoh gadis di dalam n****+ ini. Tetap saja semua tidak jelas. Padahal tokoh yang lain semua masih tampak. Ada apa dengan gambar visual gadis tokoh utama ini? Aku semakin bertanya-tanya. Hanya dalam hitungan detik aku bisa menghafal jelas nama-nama tokoh didalam cerita ini. Sepertinya aku sedikit kecewa dengan alur cerita yang menurutku sangat menggantung. "Hah! Kenapa berakhir tidak jelas begini? Apa mungkin masih ada buku ke-2?" gumamku. Aku menegakkan tubuhku di kursi belakangku. Seraya memikirkan teka-teki dalam buku n****+ yang baru saja aku baca. Saat tiba-tiba sekelebat angan mendorongku untuk membuka sampul belakang buku tua itu. Dengan cepat ku arahkan jemari lentikku untuk membuka bagian akhir dari buku dihadapanku. Tertuliskan ketikan bertinta warna merah darah disana. "Hanya cinta sejati yang mampu membebaskanku dari belenggu halusinasi." Detik itu juga tatapan mataku menggelap. Aku tak bisa ingat apapun lagi, apa yang terjadi denganku?. Beberapa detik kemudian sinar terang menyilaukan datang menghampiriku. Seakan cahaya putih itu menyeret ku kedalam pusara aneh. "Tidakkk!!! Aku berteriak histeris, seketika saat itu juga aku tak ingat apapun lagi. *** "Nona, bangunlah! Ini sudah siang," Suara asing itu membangunkan diriku dari ketidak sadaran. Ku kerjapkan sepasang mata bulatku. Menelisik ke segala penjuru ruangan aneh tempatku berpijak. "Aku dimana?" tanyaku dengan suara parau, aku masih belum melihat siapa sosok yang memanggilku dengan sebutan 'Nona'. Apa?! 'Nona'?. Panggilan itu nampak aneh. "Kau siapa?" aku tersentak dari tempat dudukku. Ku tatap sengit seorang gadis dihadapanku. Jujur saja, aku sangat bingung dengan keadaanku yang sekarang ini. Bukankah tadi aku berada di bangunan toko buku? Lalu kenapa sekarang ada disini? Tempat aneh, yang sayangnya begitu familiar diingatanku. "No-nona, ini aku pelayanmu!" sosok gadis seumuranku tampak takut sekaligus emosi. Dia bilang jika dirinya seorang pelayan, tapi kenapa sikapnya tidak ada formalnya sama sekali? Pelayan macam apa dia itu, astaga!. "Nona? Hei ... aku Callista! Panggil aku Callista! Ngomong-ngomong aku sekarang ada dimana?" tanyaku, sambil mengitari bangunan aneh tempatku berada. "Anda Nona Felicia! Bagaimana bisa anda menyebut nama aneh itu, Nona?!" pelayan itu terlihat kebingungan. "Felicia?! Astaga! Aku tidak amnesia, jika kau tahu. Aku masih ingat betul siapa diriku. Jangan membohongiku," jujur aku sedikit tersulut emosi. "Amnesia? Apa itu?" Aku terdiam membisu. Bagaimana gadis ini tidak tahu apa itu istilah amnesia? Sebenarnya ini tempat apa? Otakku mulai berputar. "Kau pernah dengar istilah hilang ingatan, tidak?" Gadis itu mengangguk cepat. Ya, ampun lucu sekali, seperti boneka mampang. "Itu nama lain dari amnesia," bahagiaku, akhirnya gadis ini bisa mengerti apa yang aku ucapkan. "Oh, begitu. Baiklah, sekarang sudah waktunya mandi pagi. Lihatlah! Matahari sudah bersinar terang, nanti nyonya besar memarahiku. Jika melihat Nona belum mandi." Aku semakin bingung dengan ucapan gadis ini. Apa yang dia maksud sebenarnya?. "Tunggu! Kau mau memandikan ku?!" ku picingkan sebelah mataku. Gadis itu lagi-lagi mengangguk polos. "Apa?!!! Kau mau memandikanku dan melihat tubuhku? Jangan gila!" aku tidak terima dengan apa yang akan gadis itu lakukan. "Memangnya kenapa? Bukankah sudah kebiasaan Nona setiap hari? Aku bahkan selalu membantumu menggosok punggung. Lalu apa yang salah?" Gadis itu justru marah balik terhadapku. "Apa? Setiap hari? Jadi kau sudah melihat tubuhku yang suci ini?!" Aku membekap bagian dadaku. Tunggu? Tanpa sengaja aku melihat pakaian yang aku pakai. Pakaian macam apa ini? Eh, tapi sepertinya aku pernah melihatnya. Tetapi dimana?. "Kaca! Mana kaca?! Cepat ambilkan!" Sosok gadis yang belum ku ketahui namanya itu segera berlari. Mengambil sebuah kaca panjang, yang mungkin saja ukurannya sebesar gadis tersebut. "Ini, Nona." Aku segera berkaca, betapa terkejutnya diriku melihat pantulan gambarku di dalam kaca. Ini memang wajahku, tapi baju ini, rambut ini, riasan ini? Semua bukan milikku. "Aaaaaaaa!!!" Aku berteriak syok, sebelum kemudian pingsan tak sadarkan diri. "Nona, bangunlah! Aduh, ada apa lagi dengan Nona ku!" gadis itu panik sampai ingin menangis. Beberapa detik kemudian sosok gadis yang tak sadarkan diri itu kembali terbangun. Tapi anehnya tatapan matanya sekarang berubah lembut. "Aku kenapa?" Tanyanya, seraya memijit pelipisnya yang sedikit berdenyut. "Nona, mengenaliku?" tanya gadis itu khawatir. "Tentu saja, kau kan pelayanku." "Syukurlah! Nona ku sudah kembali!" gadis itu tertawa bahagia. Sembari memeluk erat gadis dihadapannya. "Kely, apa yang kau lakukan? Apa maksudmu aku sudah kembali?" bingung sang nona. "Jadi, Nona tidak mengingat apapun?" gadis itu bertanya serius. Sang nona yang diketahui bernama Felicia Amely itu hanya menggelengkan kepalanya pelan. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN