Ailane tidak menyesalinya, ia hanya tak mau berharap kepada seseorang yang jelas-jelas tidak menaruh perhatian pada dirinya saja. Masih ada wanita lain dibelakang nya, hanya satu yang ia tau. Tak tau lainnya.
Kedua orang tua nya ikut bersedih saat Ailane bercerita ia kehilangan pekerjaan nya. Saat mengecek ternyata pesangon yang diberikan Pak Banu sebesar tujuh juta rupiah. Ia berinisiatif untuk memberikan empat juta untuk kedua orang tua nya. Namun lagi-lagi mereka menolak.
Sarah dan Indro mengucap kan suatu hal yang membuat Ailane menjadi terenyuh karena ucapan mereka.
"Itu hasil kerja keras kamu nak, hasil terakhir dari pekerjaan kamu selama ini. Ibu dan ayah tidak berhak untuk menerimanya, itu uang kamu. Kamu simpan sendiri, kalaupun ibu dan ayah butuh sesuatu, kami janji akan langsung bilang sama kamu nak. Jangan menghamburkan uang kamu, belilah sesuatu yang kamu butuhkan bukan yang kamu inginkan."
Ailane langsung berfikir jika ia harus lebih menghargai uang, kedua orang tua nya tak sekaya orang-orang kebanyakan. Apalagi ia juga baru saja kehilangan pekerjaan nya. Sebisa mungkin ia harus menggunakan uang ini sampai ia menemukan pekerjaan baru. Ia tak mau jika harus merepotkan kedua orang tua nya lagi, meskipun mereka sama sekali tidak merasa sedang direpotkan oleh anak nya sendiri.
Ailen mencari-cari lowongan pekerjaan di google, di majalah, koran, dan sumber-sumber lainnya yang berpeluang untuk memberikan informasi tentang lowongan pekerjaan.
Kadang ia ingin merasakan bagaimana berada di lingkungan universitas, kedua orang tua nya dulu juga ingin Ailane kuliah, mereka akan mengupayakan segala cara agar Ailane kuliah. Tapi Ailane menolak, ia mengerti biaya masuk perguruan tinggi pada saat itu sangat tinggi. Apalagi mata pencaharian kedua orang tua nya hanya pada warung sederhana. Ia tak meremehkan pekerjaan kedua orang tua nya, hanya saja ia tak mau kedua orang tua nya harus bekerja mati-matian untuk membiayai nya kuliah.
Ia menolak masuk perguruan tinggi dengan alasan ia ingin langsung bekerja saja. Padahal ia juga ingin.
Ia terus meng-scroll semua informasi lowongan pekerjaan hingga ia tertarik pada sebuah iklan disana.
'DIBUTUHKAN SEORANG CLEANING SERVIS WANITA DENGAN LULUSAN MINIMAL SMA DENGAN GAJI LIMA JUTA PERBULAN.'
Ailane langsung mencari sebuah kertas dan bulpen. Mencatat dimana alamat kantor yang membuka lowongan pekerjaan itu.
'Jalan Imam Bonjol no 18.'
Ia membuka maps dan mengetikkan alamat kantor itu. Memahami setiap jalan yang akan dilewati untuk sampai disana.
"Oh itu. Kaya nya aku pernah nganter cathering di deket sana deh,"
Ailane seperti tak asing dengan daerah disana. Ia menyiapkan berkas-berkas yang ia gunakan untuk melamar kerja.
Masih pukul sembilan pagi, lebih cepat lebih baik. Mungkin hari ini hari yang tepat untuk melamar sebuah pekerjaan disana.
Kedua orang tua nya tidak sedang berjaga di warung sekarang, mereka sedang mempersiapkan catering yang akan diambil nanti sore oleh pihak yang menyelenggarakan santunan dan memilih untuk memesan catering di rumah nya.
Ailane keluar kamar.
"Ayah ibu!" Panggil Ailane semangat.
Sarah sampai berjingkat kaget karena panggilan Ailane yang kencang dan tiba-tiba.
"Ada apa nak? Liat ibu mu sampai kaget karena suara mu yang seperti petir." Canda Indro.
Sarah mengelus d**a nya kaget dan geleng-geleng melihat anak nya itu.
"Ada lowongan kerja jadi cleaning servis. Gaji nya lima juta perbulan, aku mau ngelamar kesana sekarang, doain ya ayah ibu."
Indro dan Sarah langsung menengadahkan tangan nya ke atas.
"Aminn. Semoga anak kita yang cantik jelita bernama Ailane Avalee Moner bisa diterima bekerja disana."
"Amiinn!" Ailane meng-amini doa kedua orang tua nya.
Ia pernah mendengar jika doa kedua orang tua adalah doa yang mujarab. Sebisa mungkin saat ia ingin melakukan hal yang baru ia selalu ijin terhadap kedua orang tua nya dan meminta restu kepada mereka agar dipermudah dan dilancarkan seluruh urusan nya.
"Kalau gitu Ailane mau siap-siap!" Ailane berlari menuju kamar mandi untuk mandi.
"Liat Bu, anak kita sudah tumbuh menjadi perempuan dewasa yang tidak pernah patah semangat." Ucap Indro yang dibalas oleh senyuman tulus dari Sarah.
Seingatnya baru saja kemarin Indro mengajari Ailane untuk menaiki sepeda dan mengantar kan nya ke taman kanak-kanak. Kini tak terasa anak satu-satunya itu sudah tumbuh menjadi perempuan yang berusia dua puluh satu tahun.
Kedua orang tua Ailane bersyukur memiliki seorang anak yang tumbuh sebagai pribadi yang mudah bersyukur. Tak pernah memaksakan untuk selalu menuruti keinginan nya saat ia menginginkan sesuatu.
Sedangkan Ailane ia sudah selesai mandi dan masuk ke kamar untuk mempersiapkan diri.
Ia menggunakan rok span berwarna hitam selutut dan kemeja putih. Outfit yang khas bagi seseorang yang ingin melamar sebuah pekerjaan.
Ia mencepol rambut nya rapi. Sengaja menggunakan sedikit make up yang ia punya untuk dioleskan pada wajah nya.
Tipis saja tak perlu terlalu mencolok. Ia melihat ke arah luar sebentar untung nya tidak panas.
Jika kini cuaca sedang panas terik bisa merusak penampilan nya.
Ia membawa tas kecil dan dan memasukkan berkas yang akan ia tunjukkan untuk melamar disana.
Ia sudah siap sekarang.
Ia lupa menaruh sepatu selop nya. Ia terbiasa memakai sepatu saat bekerja.
Huh! Akhirnya ketemu, tak terlalu jelek sekali. Masih pantas dipakai di kaki nya.
Ia keluar kamar. Menyalimi kedua orang tua nya secara bergantian.
"Doain Ailane ya yah, Bu."
"Pasti nak, doa kami selalu menyertai mu."
Ailane mengambil kunci motor dan helm.
Untung motornya matic sehingga tidak seberapa menyulitkan penampilan nya yang memakai rok yang sedikit ketat.
Ia mengendarai motornya pelan-pelan. Pelan atau kencang ia pasti akan sampai di tempat tujuan nya, dan juga tak ada batas waktu untuk melamar pekerjaan yang ditentukan dari sana. Mungkin batas waktunya sampai sore saat kantor itu tutup.
Ia kembali melewati jalanan itu, jalanan yang cukup membuat nya bergidik. Jalanan yang langsung membuat perasaan nya berubah.
Jalanan itu lagi-lagi sepi, dan benar saja kini perasaan nya tak karuan. Langsung seperti ada yang mengganjal di hati serta pemikiran nya namun ia tak mengetahui sebab nya apa.
Badannya juga terasa berat.
Tolong jangan ganggu saya untuk hari ini saja. Saya ada urusan penting, saya tidak ingin ada yang mengganjal di hati serta pikiran saya.
Setelah itu benar, tiba-tiba yang mengganjal seperti menghilang begitu saja.
Ia berhasil melewati jalan itu. Nanti sepulang melamar pekerjaan Ailane ingin putar balik agar tidak melewati jalan itu tapi malah dua kali lebih jauh dan membuang bensin lebih banyak.
Apa yang harus ia lakukan? Perasaan nya juga tak enak sekali saat berada di jalanan itu.
Kini Ailane berada di depan gedung pencakar langit yang ia tuju.
Ia sampai harus bertanya kepada satpam dimana letak parkiran motor nya agar ia bisa memarkirkan motornya itu.
Setelah sudah memarkirkan motor ia masuk ke dalam sana. Ini kedua kalinya ia memasuki gedung tinggi dan mewah setelah kantor Sean dulu.
Ia menuju pada resepsionis gedung ini.
"Ada yang bisa saya bantu?" Tanya salah satu pegawai resepsionis itu.
"Permisi, disini sedang membuka lowongan untuk cleaning servis?" Tanya Ailane.
"Benar, silahkan menuju ruang 29 di lantai tiga dan disana tempat interview kerja nya."
"Terimakasih mbak," Ailane bingung harus memanggil wanita itu apa.
Ia mencari sebuah lift. Namun saat ia hendak masuk ke dalam lift ada seseorang keluar dari lift dan terkejut melihat Ailane.
"Ailane? Kamu ngapain kesini?"
Deg!
Jangan bilang Rayhan juga bekerja disini? Dari penampilan nya Rayhan rapi sekali dengan memakai jas dan dasi.
Sedangkan dirinya ingin melamar menjadi cleaning servis di kantor ini.
Big no! Ini tidak bisa dibiarkan jika nanti ia akan diterima untuk bekerja disana.
"M-mau ngelamar jadi cleaning servis." Ucap nya ragu.
Tak peduli, apa kata Rayhan nantinya. Jika mengedepan kan gengsi dan malu tak akan ada habisnya dan kebutuhan tak akan terpenuhi juga.
"Oh gitu, tau ruangan nya? Atau mau aku anter? Lagi free juga aku." Tawar Rayhan ramah.
Ailane menggeleng dan menolak Rayhan halus agar tidak merepotkan laki-laki itu. "Enggak usah Ray, aku udah tau ruangannya kok."
"Kalau gitu aku keluar dulu ya?"
"Iya Rey ati-ati." Ailane kini sudah masuk ke dalam lift dan memencet tombol ruangan tiga.
Tiing!
Notifikasi hp nya berbunyi ia mengeluarkan ponsel nya yang sedari tadi ia simpan di saku rok span nya.
Rayhannn: semangat!
Senyuman lebar langsung merekah di wajah nya, membuat nya beberapa kali lipat lebih bersenjata dan lebih yakin jika nanti ia akan diterima bekerja disini.
Kenapa ia sempat gelisah tadi karena berada satu kantor nantinya? Jika ia keterima berkerja disini setiap hari pasti ia akan bertemu dengan Rayhan dan melihat Rayhan tanpa harus janjian untuk bertemu lebih dahulu. Meskipun mereka nanti jika berada di satu gedung kantor yang sama tapi jabatan pekerjaan mereka berbeda.
Ailane sudah keluar dari lift dan kini tinggal selangkah lagi. Ia hanya harus mencari ruangan dua puluh sembilan karena itu memang ruangan untuk interview kerjanya.
Itu! Kini ia sudah berdiri di depan ruangan dua puluh sembilan.
Ia mengetuk pintu dan kemudian ada seorang wanita cantik dan anggun yang membukakan nya pintu.
Di dalam sudah ada beberapa wanita yang menunggu di kursi tunggu dan berpenampilan sama seperti dirinya.
Ia kira ruangan itu langsung bertemu dengan atasan dari kantor itu atau apapun lah Ailane tidak tau namanya.
Ia menghitung ada tujuh wanita yang sudah duduk disana dengan membawa berkas-berkas yang berada di tangan nya. Ailane duduk di sebelah wanita yang juga menunggu giliran untuk segera dipanggil.
"Tau gak sih? Katanya yang ngeinterview kita ganteng banget tapi kejem!" Bisik perempuan yang Ailane tidak ketahui namanya itu yang duduk tepat disebelah nya.
"Kamu kata siapa?" Tanya lain yang ikut bergidik ngeri karena ekspresi wanita itu yang tampak meyakinkan saat bercerita.
"Kawan aku kemarin salah ucap saat interview dan hanya salah tiga kata saja dia sudah langsung tidak diterima bekerja disini." Ucap nya kembali.
Ailane semakin bergidik ngeri, kemungkinan ia akan ditolak untuk bekerja disini sangat besar. Ia akan mengucapkan hal-hal bodoh saat ia grogi.
"Beneran?" Tanya Ailane meyakinkan siapa tau ia salah mendengar apa yang ia jelaskan.
"Serius, hati-hati aja mangkanya."
Tapi bisa dilihat perempuan yang keluar dari ruangan atasan nya itu menampakkan wajah lesu dan tidak bersemangat padahal satu persatu dari mereka saat hendak masuk ke dalam ruangan itu wajah nya tambak bersemangat dan juga ceria.
"Ailane Avalee Moner?" Wanita yang membukakan pintu tadi itu kini memanggil namanya.
Semua orang yang berada disitu kini memandangi nya. Ia datang terakhir tapi dipanggil terlebih dahulu ketimbang mereka yang sudah datang terlebih dahulu ketimbang dirinya.
Ailane grogi tak terkira ia benar-benar takut akan salah ucap saat nanti menghadapi orang itu. Atau lebih parah nya lagi ia takut jika dirinya sama sekali tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun saat berada di dalam sana.
Ailane terus meyakinkan pada dirinya sendiri jika ia bisa menghadapi orang itu tanpa salah kata dan akan diterima untuk bekerja disani.
"Hati-hati jangan sampai salah kata seperti kawan ku dulu."
Ailane menghampiri wanita yang tadi membukakan ia pintu. Ia mengikuti nya dan kini ia berada di depan suatu ruangan lagi yang akan ia hadapi.
"Silahkan," ucap wanita itu ramah. Ia sudah masuk, pintu ditutup kembali membuat nya semakin tak karuan.
Orang itu masih membelakangi nya. Kini ia sudah duduk tepat di depannya.
Saat mendengar Ailane sudah duduk disana orang itu membalikkan kursinya dan membuat Ailane terkejut.
Ailane langsung berdiri hendak keluar dari ruangan ini namun suara laki-laki itu menghentikan langkahnya.
"Sampai kapan kamu menghindari saya?" Suara berat Sean membuat Ailane membalik kan tubuh nya.
Dulu kantor Sean tidak disini, tapi tidak menutup kemungkinan juga Sean pemilik gedung ini karena dirinya memang kaya raya.
"Kamu sendiri yang datang untuk melamar di kantor saya, dan kamu juga yang ingin pergi dari sini."
"Duduk sini, saya tau kamu membutuhkan pekerjaan akibat kehilangan pekerjaan lama mu."
Ailane bingung sekali, ia memang ingin menghindari Sean namun ia juga sangat membutuhkan pekerjaan ini.
Kebanyak dari lowongan pekerjaan yang ia baca, mereka membutuhkan orang dengan gelar sarjana. Hanya ini saja yang menerima seseorang dengan lulusan SMA.
Baiklah, ia kini harus mengesampingkan ego nya demi mendapatkan pekerjaan ini.
Ia kembali dan duduk di kursi itu kembali.
"Saya bisa memberikan pekerjaan yang jauh lebih layak dari ini." Ucap Sean.
"Tujuan saya berada disini karena mau melamar mejadi cleaning servis di perusahaan anda." Ailane mencoba berbicara seformal mungkin di hadapan Sean. Sean pun berusaha untuk menahan tawanya mendengar logat berbicara Ailane yang terkesan lucu karena menggunakan bahasa yang formal.
"Baik, saya menerima kamu untuk bekerja disini dan besok sudah bisa mulai bekerja. Kamu yakin menolak tawaran saya untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih layak dari hanya sekedar menjadi seorang cleaning servis?"
Ailane terdiam. Jika ia menerima dan Sean memberikan ia pekerjaan yang lebih layak ia takut tak bisa melaksanakan tugas dari pekerjaan nya itu. Ia juga tak memiliki pengalaman sebelumnya untuk bekerja di kantor.
Jika orang-orang tau ia kenal dekat dengan Sean dan Sean lah yang memberikan pekerjaan yang layak namun ia tak bisa mengerjakan nya pasti banyak omongan miring lagi tentang Sean.
"Tidak perlu," tolak Ailane yang malah terkesan sombong karena menolak tawaran nya. Baru kali ini ada interview kerja tapi yang mengemis untuk memberikan pekerjaan adalah seorang atasan bukan orang yang hendak melamar kerja dan mengemis untuk diberikan sebuah pekerjaan.
Astaga! Ia menyadari sesuatu. Ia akan bekerja disini nantinya. Itu berarti ia berada di satu gedung yang sama dengan Rayhan dan juga Sean. Kenapa ia merasa jika semesta sedang mempermainkan dirinya.
Bagaimana bisa ia berada di dalam satu lingkungan dengan orang yang berusaha untuk ia hindari dan oranh yang ia suka.
"Om, Ailane boleh minta sesuatu?"
Tiba-tiba saja Sean tertawa terbahak-bahak. Ailane malah bingung, tidak ada yang aneh ataupun lucu dari ucapan nya. Lantas, kenapa Sean malah menertawakan nya?
"Sudah tidak tahan berbicara dengan nada formal seperti tadi dengan saya?" Ejek Sean.
Sudah ia tak mau berdebat dengan Sean lebih baik ia hanya diam dan mengucapkan apa yang akan ia ucap kan tadi.
"Kalau nanti kita pura-pura engga kenal bisa om?"
Kedua alis Sean bertaut. Apa maksud Ailane?
"Kenapa?" Tanya Sean.
"Yaa engga enak aja, nanti kalau banyak orang tau kita deket sebelumnya apalagi posisi aku nantinya hanya seorang cleaning servis, pasti banyak omongan miring tentang kita."
Sean berdiam beberapa saat. Mencerna apa yang baru saja diucap kan oleh Ailane. Ada benarnya juga, kasian jika banyak orang yang akan berfikiran negatif tentang gadis itu nantinya.
"Baiklah,"
"Saya juga ada satu permintaan buat kamu,"
"Apa?"
"Jangan pernah mencoba untuk menghindari saya. Saya sudah memberikan pekerjaan ini kepada kamu." Sean mengeluarkan senyuman liciknya dan di balas pelototan tajam dari Ailane.
Sean sialan! Ia sengaja memanfaatkan momen ini untuk mendekati Ailane kembali.
Tapi tak masalah, Sean sudah menyetujui untuk pura-pura tidak mengenal satu sama lain saat sedang berada di kantor.
"Yaudah," balas Ailane pasrah.
"Kamu boleh keluar, kasian yang lain nunggu giliran mereka sedangkan perhatian saya hanya di kamu."
Ailane berdecih, biasa-biasa Sean masih menyelipkan kata-kata manis disaat seperti ini.
"Nugggu apalagi Ailane? Kamu bisa keluar."
Astaga liat? Kini Sean malah mengusir nya agar segera keluar.
"Bawel!"
Ailane berdiri dan sengaja mengeraskan langkah kakinya agar Sean tau dirinya kesal diusir seperti ini oleh Sean.
Sean hanya menggelengkan kepada heran melihat tingkah Ailane yang selalu tampak menggemaskan di mata nya.
Semua mata kini memandang Ailane yang keluar dari ruangan Sean.
Ailane melewati mereka begitu saja namun wanita yang duduk disebelah nya tadi menghampiri Ailane.
"Dirimu lama sekali. Bagiamana? Keterima atau tidak? Bagiamana orang nya?" Tanya wanita itu bertubi-tubi.
"Keterima. Besok bisa kerja, orang nya engga jahat kok cuma ngeselin aja." Ucap Ailane yang kemudian keluar dari ruangan itu.
Ternyata Rayhan sudah berada di depan ruangan ini menunggu dirinya.
"Gimana Ay? Keterima?"
Aialen mengangguk bahagia.
Entah kenapa Rayhan reflek menarik Ailane berada diperlukan nya membuat Ailane semakin bahagia tak terkira.
Rayhan mengusap kepala Ailane yang bersandar di d**a nya. Karena tinggi Ailane hanya sebatas bahu Rayhan saja.
"Aku seneng ay, dengan begini aku bisa ketemu kamu setiap hari."