Hari ini tiba. Hari dimana Ailane memilih langkah yang kemungkinan besar akan merubah kehidupan nya di masa selanjutnya.
Maafkan Ailane ibu bapak. Batin Ailane. Sejak kemarin pikiran dan hatinya tidak kontras. Hatinya menolak dengan keras saat ia hendak melakukan hal ini, namun otak nya memaksa nya untuk melakukan hal ini agar ia terbebas dari sulitnya ekonomi yang selama ini menyiksa nya dan juga keluarga nya.
Keputusan yang sebenarnya belum yakin akan ia lakukan. Desakan ekonomi yang membuat nya harus melakukan ini. Ia berkata kepada kedua orang tua nya jika hari ini ada pekerjaan tambahan dan kemungkinan pulang sangat larut malam atau bahkan dini hari. Kedua orang tua nya yang percaya percaya saja langsung mengijinkan Ailane untuk pergi dan membawakan nya kunci rumah yang telah digandakan. Agar bisa dibawa Ailane kemana-mana.
Masih pukul tujuh tepat, ia duduk di salah satu bangku tunggu yang memang disediakan khusus untuk para anak yang dititipkan disana saat menunggu orang tua nya.
Vi baru saja mengirimkan nya pesan yang mengatakan jika ia akan sampai ditempat Ailane kurang lebih dalam waktu lima belas menit, alhasil ia harus menunggu kedatangan Vi seorang diri.
Ia teringat akan mimpi nya semalam yang sangat aneh dan bertambah aneh lagi saat dalam mimpinya itu ia sadar bahwa ia sedang bermimpi. Cukup sulit untuk dijelaskan, karena memang Ailane sendiri pun tak yakin maksud dari mimpi itu.
Kembali lagi, mimpi adalah bunga tidur bagi semua orang, ia tak mau memusingkan hal yang tak seharusnya ia pikirkan. Hanya sebuah mimpi saja.
Ia memakai jaket yang cukup tebal, tak biasanya ia membawa jaket. Kali ini ia sengaja membawa sebuah jaket karena ia tau malam ini ia akan pulang lebih lambat ketimbang biasanya.
Malam ini angin malam terasa lebih menusuk, ia menggosok-gosok kan kedua telapak tangan nya agar terasa lebih hangat.
Dari kejauhan sudah terlihat ada sebuah mobil yang berjalan kearahnya. Benar saja itu Vi, orang yang sedari tadi Ailane tunggu. Vi tidak turun dari mobil, ia hanya menurunkan setengah dari kaca jendela nya dan memanggil Ailane agar segara masuk kedalam mobil agar tidak terlalu malam.
Ia berdiri dari duduknya dan segara masuk ke dalam mobil Vi.
"Maaf ya ay aku lama. Tadi ada urusan sedikit." Ucap Vi pertama kali.
"Gapapa Vi. Malahan aku yang terimakasih kamu mau jemput aku," ujar Ailane tak enak hati.
Vi tak berani menanyakan apa alasan Ailane untuk bergabung ke tempat kerja nya padahal dulu Ailane menolaknya mentah-mentah. Sebenarnya bukan tak berani, Vi sudah tau jawaban Ailane apa. Pasti karena desakan ekonomi yang menuntun Ailane untuk terjun ke dunia malam.
Seperti dirinya dulu, ia menganggap pekerjaan dunia malam sebagai pekerjaan yang hina. Namun kini ia termakan ucapan nya sendiri dan memilih untuk gabung ke dalam sana.
Ia juga dulunya terlaksa bergabung karena desakan ekonomi yang sangat miris. Semenjak ditinggal pergi kedua orang tua nya meninggal dunia ia harus berjuang keras menghidupi dirinya sendiri.
Dan bertemu seorang g***n yang menawarkan nya untuk bekerja disana.
Ucapan orang orang tentang dunia malam memang benar, kita seperti berada di tengah lingkaran setan yang terus membelenggu. Sebanyak apapun gaji yang pernah Vi peroleh akan langsung habis begitu saja. Ia tak pernah bisa menabung dengan uang hasil dari pekerjaan nya.
Pernah sekalipun ia mencoba untuk menabung dan berakhir uang tersebut ia gunakan untuk mencukupi kebutuhan nya. Seingatnya kebutuhan nya hanya itu-itu saja, namun uang yang masuk berapapun jumlah nya akan habis dalam satu waktu. Pernah ia mendapat honor kurang lebih sekitar dua ratus lima puluh juta dalam sebulan, dan semua uang itu habis dalam waktu satu bulan saja. Ia pun lupa ia gunakan sebagai apa uang yang sebanyak itu.
Ailane kira Vi akan membawa ke rumah nya ternyata Vi membawa nya ke apartemen tempat nya tinggal. Sangat mewah sekali.
Jika dipikir-pikir lagi, tak heran yang berapapun akan selalu habis jika gaya hidup Vi saja sangat elegan. Sangat berbeda dengan kehidupan nya dulu waktu masa SMA.
Ailane duduk di sofa mewah Vi sangat empuk. Berbeda dengan sofa nya yang sudah mulai mengeras dan tidak empuk lagi.
Vi meninggalkan Ailane untuk pergi ke kamarnya dan mengatakan jika akan mengambil sesuatu.
Benar saja, Vi kembali dengan membawa sebuah dress mini dan peralatan make up.
"Ini kamu pake ya, kamar mandi nya ada di sebelah sana."
Ailane hanya mengangguk dan menuruti apa yang diperintahkan oleh Vi.
Ia menggunakan dress itu saja agak kesulitan karena terlalu sempit. Apalagi badan Ailane lebih berisi ketimbang Vi. Bisa dibayangkan akan sesempit apa gaun ini.
Setelah berhasil menggunakan nya, ia tak percaya diri. Karena modelnya benar-benar seperti baju yang kekurangan bahan. Belahan di bagian d**a nya yang rendah, memiliki panjang lima cm diatas lutut, serta gaun ini mengekspos bahu nya dengan begitu jelas.
Astaga, pakaian model apa ini? Ailane berusaha menurunkan gaun nya agar sedikit menutupi paha nya tapi tak bisa. Ia putuskan untuk keluar dan segera menemui Vi.
"Ini apa engga terlalu terbuka ya?"
"Ya ampun Ailane, kamu cantik banget pake gaun itu. Kaya nya gaun itu lebih cocok di pakai sama kamu ketimbang sama aku deh. Mulai sekarang gaun itu buat kamu aja." Ucap Vi takjub karena melihat gaun itu sangat pas dengan lekuk tubuh Ailane.
Ailane duduk di sofa dan Vi mulai memoles wajah nya dengan make up yang tak terlalu menor namun orang akan menyadari jika ada polesan make up di wajah Ailane.
Setelah make up selesai, Vi beralih ke rambut Ailane dan mulai mencatok nya dengan model yang sedikit bergelombang di bawah rambut nya.
Kini Ailane sudah selesai dengan riasan nya. Berganti dengan Vi yang kini mendandani dirinya sendiri dengan sangat lihai. Ailane sampai lupa mengedipkan mata nya karena terlalu fokus dengan kepandaian Vi dalam memoles dirinya sendiri.
Setelah sudah Vi berganti pakaian dan mengajak Ailane untuk segara berangkat ke tempat yang mana mereka berdua rencakanan.
Ailane memakai jaket nya dan memasukkan baju nya tadi ke dalam tas yang selalu ia bawa saat bekerja.
Hanya memakan waktu beberapa saat saja mereka sudah sampai di club malam yang sangat ramai. Mobil mewah dengan merek dan tipe apapun banyak yang terparkir disana. Mencerminkan jika orang yang berada di dalam sana rata-rata orang kaya yang memiliki banyak uang.
Ailane turun dari mobil, namun ia tak melepaskan jaket nya. Vi langsung menegur nya halus.
"Ay, kalau mau masuk jaket nya dilepas." Ucap nya sambari melepaskan jaket Ailane dan menaruh nya kedalam mobil.
Ailane tak percaya diri, baru pertama kali ia memakai pakaian seterbuka ini di luar ruangan.
Security yang berjaga disana awal nya mencegat Ailane tapi Vi mengatakan jika Ailane calon pegawai baru disana dan membuat dirinya diizinkan untuk masuk ke dalam sana.
Dua puluh satu tahun ia hidup di dunia, malam ini adalah malam pertama dimana ia menginjakkan kaki nya di sebuah tempat yang paling ia hindari.
Suasana nya tidak Ailane sukai. Lampunya remang-remang, dan suara musik nya sangat terdengar kencang.
Para pria berhidung belang dengan terang-terangan menatap Ailane dengan tatapan nafsu dan tak senonoh.
Ia semakin bertambah tercengang karena melihat di sudut tempat ada orang yang sedang make out tanpa rasa malu karena berada di tengah-tengah banyak nya orang.
Vi seperti nya sadar apa yang sedang Ailane amati.
"Biasa disini ay, santai aja kali lihat nya." Ucap Vi berteriak agar suara nya tidak kalah oleh dentuman musik yang sangat kencang.
Vi menarik tangannya dan membawa dirinya di sebuah ruangan yang tak ia ketahui ruangan apa disana.
Saat mereka berdua masuk Ailane menyadari jika itu mungkin ruangan atasan Vi yang akan membawanya untuk benar-benar terjun di dunia malam yang sangat berbahaya.