Everything i wanted

1687 Kata
Sepulang dari diantarkan Sean, Ailane merasakan capek yang luar biasa. Bukan tanpa alasan, ia merasakan hari ini anak-anak yang dititipkan di tempat penitipan anak jauh lebih bandel ketimbang biasa. Bagaimana tidak capek? Seharian ini ia dan teman-temannya harus mengeluarkan tenaga ekstra dan juga kesabaran yang berkali-kali lipat untuk menghadapi mereka. Contoh saja Brian, salah satu anak termanis menurut Ailane yang dititipkan disana. Brian anak laki-laki blasteran yang kurang lebih baru berusia enam tahun. Brian biasa nya diam saat anak-anak lain bermain, ia lebih suka menyendiri di pojok ruangan dan bermain dengan dirinya sendiri. Tapi, entah apa yang merasuki Brian hari ini ia terlihat bertengkar dengan Stevan. Stevan memang usil, dan suka mencari keributan dengan anak lain. Sudah seringkali Stevan mencari gara-gara terhadap Brian namun tak pernah dihiraukan oleh Brian. Khusus hari ini Brian menanggapi Stevan dan membuat keduanya bertengkar hingga menyebabkan darah mengalir dari hidung Stevan. Meskipun mereka masih anak kecil, keduanya memiliki tenaga yang cukup kuat untuk bertengkar dengan anak sepantaran mereka. Teman satu shift Ailane langsung menelpon kedua orang tua mereka. Dan yang datang hanya orang tua Stevan, untung saja orang tua dari Stevan tahu anak mereka sebandel apa sehingga mereka sama sekali tidak menyalakan Brian. Ailane tadi terus menenangkan Brian yang terus menangis, bagaimanpun Brian masih anak kecil. Saat ditanyai kenapa Brian menangis, dengan polos Brian menjawab jika ia tak tega dan kelewat batas sehingga menonjok hidung Stevan. Aine memprediksi jika nanti saat sudah besar Brian akan tumbuh menjadi laki-laki yang bertanggung jawab dan juga berkepribadian cuek dan tenang. Setelah berhenti menangis, Brian langsung kembali ke tempat sakralnya di pojok ruangan. Bekerja di penitipan anak memberikan banyak pelajaran bagi Ailane, meskipun gaji nya tidak banyak, namun ia bisa tau bagaimana cara menghadapi anak-anak. Sebuah pengalaman yang tidak bisa dibeli dengan uang. Ia cemas akan masa depan nya, jika ia terus bekerja di tempat penitipan anak gaji nya tidak akan cukup untuk masa tua nya. Hanya tiga juta, jika untuk dirinya sendiri dan juga membantu orang tua nya mungkin masih cukup. Tapi ia tak akan pernah memiliki tabungan dengan gaji segitu. Bukti nyata saja, di usia nya kini yang menginjak usia dua puluh satu tahun ia tak memiliki tabungan. Karena setiap gajian saja uang nya langsung habis untuk menutupi kebutuhan nya. Bahkan, belum berganti bulan, uang nya sudah habis. Makan masih ikut orang tua, namun rasanya Ailane ingin mencari pekerjaan baru. Sebenarnya beberapa waktu lalu Sean menawarkan Ailane untuk menjadi asisten pribadi nya dengan gaji sepuluh juta perbulan. Ia berfikir dengan gaji segitu pasti akan bisa menabung dan juga mencukupi kebutuhan nya dan juga memberikan modal untuk usaha warung orang tua nya. Kembali lagi, ia tak cukup pintar dan ia tak mau memakan gaji buta hanya karena Sean yang membantu nya. Tak pernah sekalipun ia bekerja di perkantoran, ia juga tak pintar. Hanya seorang wanita yang bermodalkan ijazah SMA. Ailane mungkin bisa dikatakan orang yang ketinggalan zaman. Mengapa begitu? Ia tak pernah membeli sesuatu dengan keluaran terbaru atau yang sedang booming pada masa nya. Ponselnya saja tidak terlalu canggih, yang penting masih bisa digunakan untuk saling menukar kabar bagi nya sudah lebih dari cukup karena memang fungsi utama dari ponsel itu sendiri adalah sebagai alat berkomunikasi. Selebihnya adalah bonus dari ponsel itu. Ia sangat menyayangi orang tua nya tapi ia tak ingin nanti hidup seperti mereka. Dimana seharusnya mereka sudah tidak bekerja dan menikmati dana pensiun mereka. Bukan masih terus bekerja agar masih bisa menyambung hidup untuk kedepannya. Ia terus memutar otak bagaimana caranya agar ia bisa lebih maju dan lebih banyak menghasilkan uang ketimbang sekarang. Beberapa waktu lalu ia bertemu dengan teman SMA nya secara tidak sengaja di jalan. Ia heran dengan penampilan baru temannya yang jauh berbeda saat masih SMA. Sewaktu masih SMA ia sama seperti Ailane, hanya sebatas gadis introvert yang sangat susah untuk berbaur dengan teman lainnya. Kini seperti berbalik seratus delapan puluh derajat berbeda. Penampilan nya jauh berbeda juga, cara berbicara nya pun terkesan lebih berani ketimbang dulu. Mereka berbincang cukup lama dan teman nya yang bernama Veronica itu mentraktir makan hanya untuk sekedar berbincang karena sudah lama tidak bertemu. Ailane heran Vi atau nama panggilan Veronica sekarang bisa sangat kaya. Ia kemana-mana menggunakan mobil pribadi dan juga barang branded yang menempel pada badannya. Sebenarnya Ailane merasa tak enak jika langsung menanyakan apa pekerjaan Vi sekarang sehingga bisa kaya ketimbang dulu. Namun jika ia tak bertanya ia akan terus dihantui rasa penasaran nya. Dan akhirnya ia memberanikan diri untuk bertanya. Dengan enteng Vi menjawab jika ia kini bekerja di salah satu klub malam yang cukup besar di daerah mereka. Ailane tercengang sangat Vi mengatakan jika perhari ia bisa mendapatkan uang sebesar lima juta rupiah karena banyak nya tip dari para pelanggan. Vi sudah mengajak Ailane bergabung pada saat itu dan akan mengajak Ailane menemui atasannya jika memang ia ingin bergabung. Pada saat itu Ailane menolak karena baginya itu bukan pekerjaan yang halal. Vi tidak memaksa, dan hanya memberikan kartu namanya jika sewaktu-waktu Ailane ingin bergabung Ailane harus segera menghubungi Vi. Kini, entah kerasukan apa ia menimbang-nimbang untuk ingin mencoba bergabung bekerja disana. Di pekerjaan yang ia anggap dulu tidak halal baginya. Sulitnya ekonomi diantara mereka membuat ide gila muncul di pikiran Ailane. Haruskah ia bergabung disana? Jika ia uang nya akan sangat banyak, dan ia pun harus mengatakan pekerjaan seperti apa kepada orang tua nya karena banyaknya uang yang kan ia peroleh nantinya. Ailane membuka laci meja didekat tempat tidurnya. Berusaha mencari kartu nama yang pernah Veronica kasih, seingatnya ia menyimpan nya di laci ini. Pikirannya sudah buntu, tak tahu lagi harus seperti apa agar ia mendapat kan uang banyak. Semua yang diinginkan Ailane hanya bagaimana membahagiakan orang tua nya dengan uang yang ia hasilkan sehingga mereka tak perlu lagi bangun pagi-pagi hanya untuk memasak makanan yang akan mereka jual di warung. Tak pernah terlintas sedikitpun di pikiran Ailane untuk terjun di dunia malam. Sulitnya kebutuhan lah yang menarik Ailane untuk masuk ke dalam dunia terkutuk itu. Terserah orang akan berpikiran apa tentang dirinya setelah ini. Uang merubah segalanya, semua yang butuh uang akan melakukan segala cara untuk mendapatkan uang. Dan Ailane kini harus rela terjun ke dalam dunia malam hanya untuk ingin merubah hidup nya. Kartu nama itu kini telah ketemu, terselip diantara barang-barang lainnya yang Ailane simpan disana. Ia masih memandangi cukup lama kartu nama itu. Masih berusaha meyakinkan diri nya bahwa ia telah yakin akan keputusan nya. Pikiran lainnya mengatakan agar Ailane tidak melakukan hal ini, orang tua nya susah payah membanting tulang hanya untuk memenuhi kebutuhan nya agar tumbuh menjadi anak yang berguna. Bukan menjadi anak yang gampang menyerah dan akan jatuh ke dalam lubang yang buruk. Ia menyalakan ponsel nya, menunggu ponsel itu siap digunakan. Setelah menyala, ia masih memandangi ponsel dan kartu nama itu secara bergantian. Tuhan, maafkan aku. Pikir Ailane. Yang paling penting sekarang adalah bagaimana caranya agar ia bisa mendapatkan uang banyak. Ailane takut salah langkah, tapi ia juga sudah muak hidup di tengah kemiskinan yang sedang terjadi. Iman Ailane sudah tak kuat seperti nya. Jemari kurus nya mengetikkan sebuah nomer telpon yang tertera di kartu nama itu. Dengan ragu Ailane menempelkan ponselnya pada telinga menunggu nada dering itu berubah menjadi suara perempuan yang menyauti. Sambungan terputus otomatis karena tak ada yang menjawab dan hanya nada dering saja. Ailane tak menyerah begitu saja, ia mencoba menyambungkan telfon itu sekali lagi. Dan dering ketiga nada dering itu berubah menjadi suara seorang perempuan. "Dengan Veronica, ada yang aku bisa bantu?" Suara Veronica pertama yang keluar dengan nada ramah. "Halo? Salah sambung ya? Aku matiin telfon nya." Ailane tersadar dari lamunannya dan langsung menyauti ucapan Veronica sebelum gadis itu mematikan sambungan telefon nya. "Ini Ailane." "Eh Ailane, ada apa?" Tanya Veronica. Ramai sekali, sampai Ailane tak mendengar begitu jelas suara Veronica. Dentuman musik sangat kencang dan memekakkan telinga. Mungkin Vi sedang bekerjasama. Dan kemungkinan besar besok ia akan sama seperti itu juga. "Eh anu, aku mau---" "Bentar ya Ailane aku keluar dulu disini rame." Balas Vi berteriak sampai-sampai Ailane kaget dan menjauhkan ponselnya dari telinganya. Tak lama kemudian Vi kembali berbicara dengan keadaan sekitar yang jauh lebih tenang sehingga Ailane bisa dengan jelas mendengar suara Vi tanpa terhalang suara musik yang kencang. "Kamu tadi ngomong apa ay?" Tanya Vi yang terkadang memanggil Ailane dengan panggilan ay. "Aku kaya nya tertarik deh sama tawaran kamu waktu itu." Bisiknya pelan. Bisikan ragu dan takut jika ia nantinya akan salah melangkah. "Boleh. Besok sepulang kamu kerja ke rumah aku dulu ya aku jemput setelah itu baru kita kesana barengan." "Engga ngerepotin Vi?" "Engga ay. Kaya sama siapa aja, see u tomorrow ya? Aku matikan dulu mau lanjut kerja." Belum sempat menjawab nya telfon sudah dimatikan secara sepihak oleh Vi. Setelah menaruh ponsel dan hendak menata posisi tidur mata yang semula berat dan terasa kantuk sekarang tidak sama sekali. Matanya menatap langit-langit kamarnya. Kini ia merutuki dirinya sendiri yang begitu bodoh dan mudah menyerah begitu saja. Bukan kah hampir dua tahun ini ia biasa saja? Dan bisa menerima keadaan? Tapi tidak untuk sekarang yang tak pernah merasa puas dengan apa yang ia punya. Ia membolak-balik badan kesamping kanan dan kiri berusaha mencari posisi ternyaman agar ia cepat menutup mata nya. Nihil, hampir dua jam ia mencoba untuk tidur semakin lama semakin menyiksa nya. Bukannya membuat dirinya cepat kantuk, namun malah semakin membuat nya frustasi karena tidak dapat memejamkan mata. Sudah hampir dini hari. Biasanya selepas pulang kerja ia mandi dan sudah bisa memejamkan mata nya. Ia mengambil ponsel nya dan mencari sesuatu lewat sebuah google. Apalagi jika bukan tentang dunia malam. Ia masih terlalu awam dengan dunia malam, dan kini begonya ia ingin terjun kesana hanya karena tergiur dengan banyak nya uang. Setelah membaca beberapa artikel, ia menjadi sedikit paham. Mungkin besok Vi akan mempertemukan nya dengan g***n disana yang akan mempromosikan nya atau menempatkan diri nya di sebuah bagian di club. Ailane yang semua jarang memakai pakaian mini kecuali di rumah, setelah ini mungkin akan harus membiasakan diri menggunakan pakaian pakaian mini yang membentuk lekuk tubuh. Setelah beberapa lama rasa kantuk itu datang dan menyelamatkan nya dari insomnia. Ailane masuk ke dalam sebuah dunia mimpi yang aneh sekali. Terasa sangat nyata namun ia sadar kini ia sedang bermimpi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN