Ailane membenarkan rambut nya yang berantakan akibat jambakan dari Melinda. Kepala nya masih pusing, mata nya kini sembab.
Ia sedari tadi terisak mengeluarkan suara tangisan yang cukup kencang tapi untungnya tidak menarik perhatian dari orang kantor.
Seberat ini kah cobaan yang harus ia lalui di hari-hari awal nya kembali ke pekerjaan nya? Ia tak membawa baju seragam lain. Ia merasa kedinginan karena seragam nya sekarang basah dan kotor. Ailane hanya bisa memeluk dirinya sendiri sembari berharap jika ia bisa kuat untuk bekerja keesokan harinya dan melupakan kejadian yang menimpa nya hari ini.
Sebenarnya Ailane bisa saja melupakan kejadian ini dengan syarat jika kejadian ini tak akan terulang lagi.
Ia bekerja disini murni hanya ingin mencari uang dan bisa membantu kedua orang tua nya. Bukan bermaksud untuk menggoda Sean seperti apa yang Melinda katakan.
Ailane mencepol rambut nya asal dengan karet yang biasa digunakan untuk membungkus nasi yang ibu nya jual. Ia menemukan karet di dekat tong sampah.
Ia tak memperdulikan itu karet milik siapa dan bekas digunakan untuk mengikat apa. Yang penting itu sekarang bisa ia gunakan untuk mengikat rambut nya yang kini tak karuan. Ia tahu setelah melepas karet ini akan terasa sakit karena ini sebenarnya bukan karet khusus untuk mengikat rambut.
Ailane menghadap kaca dan melihat tubuh nya yang berantakan. Ia mencuci muka nya menggunakan sabun cuci tangan yang biasa orang-orang gunakan untuk mencuci tangan setelah keluar dari bilik kamar mandi. Entah itu bagus atau tidak untuk wajah nya Ailane tak peduli. Yang ia peduli kan hanyalah bagaimana cara nya agar mata sembab nya bisa tersamar kan dalam waktu singkat.
Ia mengusap wajah nya yang masih basah itu menggunakan tisu toilet yang cukup kasar. Ailane tak tahu ini baik atau tidak ia gunakan di muka. Ia ingat dulu saat masih bekerja di tempat penitipan anak salah satu teman nya memberikan Ailane beberapa lembar tisu karena waktu itu ailane selesai mencuci muka, setelah itu Ailane langsung mengusap kan nya ke wajah ia merasa jika tisu itu menyapu wajah nya dengan sangat halus berbeda dengan tisu yang ia gunakan sekarang.
Aishhhhh.... Rasa nya Ailane tak mengerti bagaimana cara nya yang benar untuk merawat wajah nya, mencuci muka saja masih menggunakan sabun cuci tangan.
Ailane bukan ingin disebut tampil natural karena tidak memakai beberapa rangkaian perawatan untuk wajah. Namun keuangan nya yang tidak mendukung Ailane membeli dan melakukan semua itu. Jika ditanya ingin atau tidak Ailane melakukan perawatan wajah, jawaban nya tentu Ailane ingin jika ia hidup ditengah keluarga yang keadaan ekonomi nya jauh lebih baik daripada ini.
Siapa sih wanita di dunia yang tak ingin tampil cantik? Pasti kalian semua mengidam-idamkan kondisi kulit wajah yang halus dan bercahaya. Namun dibalik itu semua pasti kalian harus merogoh kocek yang tak sedikit pula.
Begitupun dengan Ailane, ia bisa mengeluarkan uang untuk perawatan wajah namun kebutuhan nya yang lain tidak bisa terpenuhi hanya karena ia membeli satu paket perawatan wajah yang mahal.
Rambut nya sudah terkuncir lumayan lebih rapi ketimbang tadi.
Ia berusaha sebisa mungkin untuk menyembunyikan kejadian yang menimpanya beberapa waktu yang lalu. Namun mata nya tidak bisa berbohong atas semua ini.
Mata Ailane terlihat kosong dan seperti memikirkan sesuatu yang berat sekali.
Ailane memutuskan untuk keluar dan kembali melanjutkan kerja nya.
Lebih baik ia melupakan kejadian ini daripada ia harus berhenti bekerja karena hal ini yang menyebabkan sumber keuangan nya terganggu.
Mungkin ini salah satu cobaan keras nya dunia pekerjaan.
Ia tahu sulit nya mencari sebuah pekerjaan seperti apa. Apalagi banyak orang yang di PHK karena perusahaan tempat mereka bekerja terancam mengalami kebangkrutan.
Ia bekerja disini juga karena perusahaan ini milik Sean. Tak seharusnya ia menyia-nyiakan pekerjaan ini.
Ailane membuka pintu kamar mandi, ia melihat Sean sudah berada di depan pintu dan menatap Ailane iba.
"Maafkan saya Ailane, saya mendengar mu sedari tadi terisak di dalam sana. Saya tidak berani langsung masuk kedalam karena ini kamar mandi perempuan.."
Ailane mencerna apa yang barusan dikatakan oleh Sean. Berati Sean tak tahu apa yang Melinda lakukan padanya? Jika tau Melinda keluar dari sini Sean akan langsung masuk dan memastikan keadaan nya.
Itu artinya Sean berdiri di depan pintu tak seberapa lama saat Melinda sudah keluar dari kamar mandi dan Ailane mulai terisak seorang diri di dalam sana.
Ailane tak menjawab, ia berusaha menghindari Sean dan berjalan melewati Sean.
Ia tak mau kejadian ini terulang lagi yang membuat Melinda akan mengulangi menyiksa nya. Ia bisa saja mengucapkan apa yang sebenarnya terjadi kepada Sean. Pasti Sean langsung memecat Melinda. Namun Ailane masih mempunyai hati nurani ia tak mau dan kasian kepada Melinda jika wanita itu akan kehilangan pekerjaan nya.
Astaga Ailane! Sadar! Ia kasian pada wanita yang jelas-jelas telah menyiksa nya? Ailane tak apa? Harusnya ia merasa kasian pada diri nya sendiri yang kini terlihat begitu menyedihkan.
Sean mencoba menyamakan langkah mereka dan kini sudah berhasil menyalip langkah Ailane. Sean kembali berada di depan Ailane dan menghalangi jalan gadis itu agar tidak bisa kemana-mana.
"Maaf pak, saya masih banyak pekerjaan." Tegas Ailane berbicara formal karena saat di kantor mereka tetap sebagai seorang atasan dan juga bawahan. Tak peduli jika diluar kantor mereka sedekat apa.
"Saya atasan kamu, ikut keruangan saya sekarang!"
Ailane tak bisa menolak, ia harus menurut apa yang atasan nya katakan. Ia mengikuti langkah Sean di belakang. Tak berani berjalan sejajar dengan Sean karena jika ada karyawan lain yang melihat Ailane berjalan sejajar dengan Sean pasti akan menganggap hal itu tidak sopan.
Melinda melihat Ailane masuk ke dalam ruangan Sean.
Tatapan Ailane bertemu dengan Melinda.
"Maaf pak, saya belum menyelesaikan pekerjaan saya di lantai tiga." Ucap Ailane berusaha mencari alasan agar tidak jadi masuk ke dalam ruangan Sean.
Saat ini Melinda juga ikut menghentikan langkah nya melihat Ailane dan juga Sean.
Sean melirik Melinda yang tak melepaskan pandangan nya dari Ailane.
Ailane hanya menunduk dan bergerak-gerak tidak nyaman.
Sean langsung menyadari jika ada yang tidak beres antara Melinda dan juga Ailane.
"Melinda, kenapa masih disini? Kembali ke ruangan kamu sekarang."
Melinda tak berani untuk tetap disini karena telah dibentak oleh Sean.
Namun sebelum ia meninggal kan Sean dan juga Ailane, Melinda melempar sebuah tatapan sinis seperti memperingati Ailane agar tidak terlalu dekat dengan Sean.
Ailane masuk ke dalam ruangan Sean.
Sean menunjuk ke sebuah sofa tunggu yang biasa Sean gunakan untuk menempatkan tamu nya yang sedang berada di dalam ruangan nya.
Ailane kira Sean akan duduk di singgasana nya itu. Ternyata Sean duduk di sofa tepat di sebelah Ailane.
Jika sudah begini ia tahu apa yang akan Sean lakukan setelah ini.
Jika hanya berada di di ruangan Sean dan berdua dengan Ailane saja sikap Sean akan berubah seratus delapan puluh derajat jauh berbeda dengan sebelum nya.
"Kamu ada masalah apa? Cerita sama saya. Saya selalu berada di sini untuk mu Ailane,"
Sederet kalimat yang diucapkan Sean seperti sebuah obat penenang yang bisa membuat ailane jauh lebih tenang ketimbang sebelum nya.
Ailane terlalu larut dengan kata-kata Sean yang mengatakan jika laki-laki itu akan selalu ada untuk nya. Entah benar atau tidak namun candu sekali rasanya saat Sean mengucapkan kata-kata manis untuk diri nya.
"Ailane..."
Sean menyentuk kedua bahu Ailane dan membuat gadis itu kini menghadap kearah nya.
"Siapa yang membuatmu menjadi seperti ini?" Saat memegang bahu Ailane Sean merasakan jika seragam yang Ailane kenakan basah.
Ailane hanya bungkam.
Sean melihat seragam Ailane yang basah cukup banyak. Pasti gadis itu kedinginan.
"Disana ada seragam cadangan, kamu ganti saja dulu."
Ailane bernafas lega, ia mengambil seragam itu dan mulai mengganti seragam nya yang basa di kamar mandi yang terletak di dalam ruangan Sean.
Ia sudah mengganti seragam nya. Ia merasa badan nya jauh lebih hangat ketimbang tadi.
Ailane kembali ke sofa itu dan mata nya terbelalak kaget. Melinda sudah berada di sana sedang dibentak-bentak oleh Sean.
"Saya menerima kamu bekerja disini karena saya tahu waktu itu keuangan keluarga kalian sedang tidak stabil, namun ini balasan kamu kepada saya?" Sean membentak wanita itu tepat di hadapan Melinda.
Ailane menahan tubuh Sean agar sedikit berjaga jarak dari Melinda. Ia tahu rasa nya dibentak oleh seseorang dengan jarak sedekat ini pasti rasanya sangat tidak mengenakkan.
"Keluar kamu dari ruangan saya! Jangan pernah menginjakkan kaki kamu kekantor saya lagi, saya secara tidak terhormat memecat kamu dari kantor saya!"
Melinda seperti menahan malu dan juga amarah nya karena baru saja dipecat oleh Sean.
"Murahan!" Bentak Melinda di depan Ailane.
Ailane melihat itu hanya bisa menunduk dan bersembunyi di balik tubuh Sean takut jika Melinda akan berbuat nekat kepadanya.
Ailane paham jika saja tidak ada Sean pasti Melinda akan kembali menarik rambut nya dengan kencang seperti saat mereka berada di kamar mandi tadi.
Sean mendudukkan Ailane di sofa dan kembali duduk bersebelahan.
"Jangan pernah memendam masalah kamu sendiri Ailane. Cepat atau lambat saya akan mengetahui apa permasalahan yang sedang kamu alami. Lebih baik kamu menceritakan sendiri kepada saya,"
Ailane tak banyak berbicara hari ini. Ia masih terlalu shock karena Melinda tiba-tiba menyerang atau tanpa sebuah kejelasan yang jelas.
"Jangan diam saja Ailane, berbicaralah..." Desak Sean agar gadis itu mau mengeluarkan suara nya seperti biasa. Dimana Ailane yang selalu banyak berbicara buka Ailane yang pendiam seperti sekarang.
"Terimakasih pak Sean." Hanya itu yang bisa Ailane ucapkan. Sebenarnya masih banyak yang ingin ia ucapkan, namun sulit sekali untuk mengutarakan nya.
"Jangan memanggil saya seperti itu jika kita sedang berduaan." Sean mengecup bibir Ailane sekilas.