Sean tak tahu apa rencana Tuhan untuk kedepannya. Tapi, untuk apa kedatangan gadis yang sama persis dengan Sharena? Apa tuhan sengaja mempermainkannya ditengah-tengah takdir yang terjadi?
Kehidupan Sean berantakan semenjak kedatangan gadis itu, pekerjannya berantakan, terutama hatinya yang berantakan kembali.
Sudah cukup Sean bergelut dengan pikirannya tentang kemunculan gadis itu, memang Ailane membuat rindu yang menumpuk lima tahun ini menjadi melebur terbawa angin, membuat otaknya memutar secara otomatis kenangan yang telah ia lalui dengan Sharena.
Ia melangkah ragu memasuki warung kecil yang terletak dipinggir jalan, jantungnya berdegup dengan sangat kencang tanpa bisa ia kendalikan. Tangan kanannya memegang sebatang coklat kesukaan Sharena, dan juga sebuket bunga mawar putih.
Mata hitamnya menyusuri seluruh bagian warung itu, mencari keberadaan gadis yang sering mengganggu pikirannya. Dan benar saja, gadis kecilnya sedang menata sebuah piring yang habis ia cuci.
Sean mengambil salah satu kursi dan duduk disana, memperhatikan gerak-gerik Ailane tanpa bersuara. Sepertinya Ailane sadar jika ia tengah diperhatikan oleh seseorang, kepalanya tertoleh dan menemukan Sean sedang tersenyum manis kearahnya.
Ia menghentikan kegiatan menata piringnya, menghampiri Sean dengan senyum merekah. Ailane cantik sekali, tanpa olesan make up yang menempel di wajahnya. Sama persis dengan Sharena. Hati Sean kembali menghangat.
"Om Sean ya? Om apa kabar?" Tanya Ailane ramah.
"Sa-saya baik. Kamu sendiri bagaimana?" Sean berbalik bertanya dengan nada gugup, bagaimana tidak, ia bisa berbicara kembali dengan duplikat Sharena yang telah tiada.
"Baik juga om, om mau makan apa?"
Sean menggeleng, menahan tangan Ailane yang hendak berdiri, "Saya cuma mau ketemu sama kamu." Ia kemudian menyerahkan mawar putih dan juga coklat yang sengaja dibawanya tadi.
"Ini buat Ailane? Kok om Sean tau Ailane suka mawar putih? Jangan-jangan om stalker Ailane ya? Hayoo ngaku?!"
Sean tertegun, sebenarnya ia hanya membawa bunga kesukaan Sharena tapi ternyata Ailane juga menyukainya. Kenapa sama persis? Atau hanya kebetulan saja?
"Saya hanya melihat mawar itu sangat indah, dan berniat untuk memberikannya pada kamu."
"Om Sean harus banget ya ngomong baku gitu sama Ailane?" Mukanya sedikit tertekuk, ia merasa Sean sangat kaku saat berbicara dengannya. Ailane tipe gadis yang mudah sekali berbaur dengan orang baru, sehingga tak heran jika ia tidak canggung dengan Sean walaupun hanya beberapa kali bertemu.
"Saya memang seperti ini," Sean mengacak poni Ailane hingga sedikit berantakan. Satu hal yang baru Sean sadari, sifat Ailane cenderung lebih kekanak-kanakan ketimbang Sharena yang memiliki pribadi yang sangat kuat. Mungkin Sean lupa, Ailane dan Sharena adalah dua orang yang berbeda. Tidak seharusnya ia menyamakan kedua gadis tersebut.
"Emm ya udah om, aku tinggal ya? Masih ada kerjaan dibelakang."
"Saya tunggu saja disini, masih banyak hal yang ingin saya bicarakan."
"Tapi kayanya bakal lama deh om,"
"Tidak masalah Ailane, selesaikan saja pekerjaan mu. Kemudian temui saya lagi disini."
Ailane mengangguk patuh kemudian meninggalkan Sean untuk menyelesaikan pekerjaannya. Menghangatkan sayur, mencuci piring, dan juga melayani pembeli yang makan di warungnya.
Tak sedetik pun Sean mengalihkan pandangannya dari gadis itu, dari dulu hingga sekarang wajah itu yang mampu menenangkannya. Umurnya memang sudah 21 tahun, tapi wajahnya masih seperti anak SMA, mungkin tak banyak yang percaya jika Ailane memang berusia dua puluh an.
Berbeda dengan Ailane, ia sama sekali tak mengerti maksud kedatangan Sean yang membawakannya bunga kesukaannya serta coklat.
Dan juga ia teringat dengan gadis cantik berambut merah muda yang wajahnya sangat mirip dengannya. Namun yang membedakan adalah wajah gadis itu jauh lebih terawat, tubuhnya lebih indah dari tubuh kurusnya dan juga pakaian yang gadis itu kenakan sangat bagus. Mungkin gadis itu sama kayanya dengan Sean.
Untung saja Ailane mengerti kondisi Sean, sehingga ia tidak terganggu dengan kunjungan Sean. Ia juga ingin menghibur Sean, ia akan sangat bahagia jika ia menjadi lebih berguna untuk orang lain.
"Tapi Om Sean ganteng juga si,"
"Idaman aku banget deh, tapi masa iya Om Sean bisa suka sama aku yang buluk gini?"
"Bahaya! Kalo Om Sean nemuin aku terus, siapa coba yang gak kegoda sama pesonanya?"
"Gak boleh suka sama Om Sean pokoknya!"
Gerutu gadis itu, ia sedikit tidak fokus dalam mengerjakan kerjaannya saat ini.
Saat ia melihat kearah Sean, lelaki itu juga menatapnya. Betapa malunya ia saat kejadian itu terjadi berulang kali bukan hanya satu dua kali saja.
Sean banyak menghadapi hari buruk semenjak kepergian Sharena. Tapi semenjak bertemu dengan Ailane, rasanya, Sean sudah tidak memiliki hari buruk itu lagi. Ia sudah sedikit bosen menunggu Ailane yang masih belum selesai mengerjakan pekerjaannya dibelakang, ia membuka galeri dan melihat banyak sekali foto kebersamaannya dengan Sharena. Ia belum menghapus semua kenangannya bersama Sharena, Sharena sangat berharga bagi dirinya. Semua hal yang berhubungan dengan Sharena masih tersimpan rapi dihatinya. Bahkan diary Sharena pun masih ia simpan. Hanya itu peninggalan terakhir dari Sharena.
Ia masih setia memandangi wajah gadis kesayangannya dari layar ponsel.
"Saya bisa melihat kamu kembali Sharena," gumam Sean lirih.
Karena sangat fokus menatap layar ponselnya, ia tak menyadari Ailane kini sudah berada dihadapannya. Hingga sebuah tepukan menyadarkan Sean
"Serius amat om," Ailane membuka suara, membuat fokus Sean beralih kepadanya.
"Jangan natap Ailane kaya gitu!" Ailane menutup wajah dengan kedua tangannya, ia salah tingkah ditatap Sean seperti itu.
Sean terkekeh, kemudian ia membuka kedua tangan Ailane yang semula menutup wajah cantiknya.
"Malu,"
"Kenapa harus malu?"
"Om Sean daritadi natap Ailane terus,"
"Kamu membuat saya teringat dia lagi," tatapan Sean berubah menjadi senduh, suaranya pun mendadak melemah.
"Maafin Ailane om, harusnya kita gak ketemu. Biar om gak sedih terus," ekspresi Ailane mendadak berubah.
Sean mengusap pipi Ailane halus, "Saya justru berterimakasih kepada Tuhan karena mempertemukan saya dengan kamu."
"Kok gitu?"
"Karena kamu mengobati rasa rindu saya dengan Sharena, dan juga kamu hadir ditengah-tengah hari buruk saya."
Jantung Ailane berdetak dengan sangat kencang. Ia gugup, tangan Sean masih mengusap pipinya. Sean tidak baik bagi kesehatan Ailane, setiap kali Sean menatapnya dalam-dalam, jantungnya berdetak kencang seperti ia sedang berlali mengelilingi kampung.
"Om gak usah sungkan kalo gitu. Om bisa dateng ke warung aku kalo hari Sabtu dan Minggu soalnya Ailane pasti ada disini." Ucap Ailane bersemangat. Nampaknya, niat awal dirinya yang hendak ingin menghibur Sean menjadi nyata.
"Kamu setiap hari memangnya kemana?"
"Ailane kerja Om,"
"Kerja dimana?" Sean pikir Ailane berkuliah, nampaknya ia sudah bekerja.
"Ailane jadi pengasuh anak di tempat penitipan anak, gajinya lumayan om kerjaannya juga gak berat jadi aku kerja deh disana."
"Kamu tidak kuliah?"
Ailane menggeleng, "Uang darimana om buat kuliah? Kalaupun bapak punya banyak uang juga Ailane gak mau kuliah. Ailane gak sanggup kalau harus mikir pelajaran lagi habis lulus SMA."
Sean tertawa mendengar penuturan Ailane, sudah dapat Sean simpulkan, Ailane tidak suka dengan hal yang melibatkan otaknya berfikir keras.
"Cita-cita kamu apa?"
"Apa ya om? Aku pengen nikah sama orang kaya biar bisa hidup enak terus juga biar bisa ngenakin ibu sama bapak." Jawab Ailane jujur. Perlu diingat kembali, Ailane bukan perempuan matre yang menginginkan seorang lelaki kaya agar ia bisa mengeruk habis kekayaan lelaki tersebut. Ia hanya ingin membahagiakan orang tua nya, jika ia tidak bisa menjadi seorang yang kaya, maka jalan pintasnya adalah menikahi laki-laki yang kaya.
"Kalau begitu, kamu menikah dengan saya saja. Saya bisa membahagiakan kamu Ailane, saya janji."