Hari ini keluarga Ailane sedang berkumpul dan hendak memasak untuk tiga ratus nasi kotak yang seseorang pesan untuk acara besok.
Minggu kali ini ia sampai harus memode timer di hp nya agar ia bisa bangun pagi dan membantu keluarga nya.
Ia ingin pergi ke pasar, sehingga pagi ini sebelum shubuh ia berangkat ke pasar bersama dengan Indro, ayah nya.
Seperti menjadi sebuah keharusan saat pembagian tugas keluarga. Indro yang selalu membeli kebutuhan yang akan di butuhkan nanti saat akan menyiapkan pesanan mereka, sedangkan Sarah bertugas untuk memasak menu masakan yang akan dibuat.
Sarah memberikan sebuah catatan yang berisikan bahan-bahan yang di perlukan, jika begitu akan memudahkan Indro dan mempercepat waktu karena Indro tak harus mengingat satu-persatu barang yang mereka butuhkan.
Seperti pagi ini saja, Indro dan Ailane kini sudah keluar dari pasar dan membawa tiga keresek besar yang berisikan bahan-bahan makanan yang akan mereka masak nanti nya.
Mereka tak membutuhkan waktu yang lama saat memilih bahan-bahan yang akan di beli karena Sarah sudah mencatatkan semua nya secara lengkap. Bahkan toko nya pun di tulis agar mereka tak kesulitan.
Saat ke pasar mereka selalu mengambil waktu di pagi hari karena menurut Sarah, bahan makanan di pagi hari jauh lebih fresh ketimbang saat sudah agak siang.
Indro dan Ailane kini berboncengan untuk pulang ke rumah.
Setelah sampai Ailane membantu mengupas sayuran yang belum di kupas. Seperti kentang, untuk sambal goreng kentang dan juga wortel atau bawang-bawang an.
Saraj terlihat capek sekali, tapi ibu nya tak mau menunjukkan rasa capek nya kepada Ailane. Ailane tahu itu. Orang tua nya selalu membanting tulang untuk berusaha mencukupi kebutuhan nya.
Ia terus berpikir. Bagaimana cara nya agar ia mendapat pekerjaan yang halal dan mendapatkan gaji yang sangat banyak. Sehingga kedua orang tua nya tak oerlu lagi dengan yang nama nya berkerja. Mereka hanya tinggal menunggu transfer an uang dari Ailane dan menikmati masa tua mereka.
Kerutan sudah mulai tercetak jelas di wajah kedua orang tua nya. Sebagai saksi bisu keras nya hidup di dunia yang tak adil.
Ia bersyukur, namun ada saat nya ia berandai-andai jika saja keluarga mereka di takdirkan sebagai keluarga yang kaya raya. Sehingga tak ada lagi yang nama nya bangun pagi hingga malam hari untuk mengais rupiah di setiap hari nya.
Ailane kini harus lebih giat lagi untuk bekerja. Meskipun tak seberapa gaji nya tapi ia selalu menyisihkan uang gaji nya untuk diberikan kepada kedua orang tua nya.
"Ini Bu, udah siap." Ailane menyerahkan sayuran yang sudah di kupas dan diberikan kepada Sarah. Ia sudah terbiasa dengan yang namanya pisau karena sejak kecil ia sudah terlatih untuk membantu kedua orang tua nya dalam urusan dapur.
Ia jarang sekali ke gores pisau karena ia memang selalu berhati-hati dalam menggunakan pisau nya.
Ailane kembali terdiam dan berfikir, ia tak tega jika terus membiarkan kedua orang tua nya ini harus bekerja nanti di saat sudah tua.
Tak selamanya Ailane akan tinggal bersama mereka. Akan ada saat nya Ailane menikah dengan seorang pria dan harus ikut tinggal bersama dengan suami nya nanti.
Ia harus tetap bekerja nanti saat menikah karena ia menjadi anak satu-satunya dan ia harus berganti mengabdi kepada orang tua nya.
"Nak, jangan melamun." Tegur Indro.
Pandangan Ailane yang semula kosong karena pemikiran nya terhadap masa depan nya yang masih belum tergambar dengan jelas kini mulai tersadar dan terkekeh. Ia tak tahu jika ayah nya sedari tadi memang memperhatikan nya.
"Hehe iya yah,"
Ailane melanjutkan memotong sayuran yang telah selesai Sarah potong.
Memotong nya satu persatu dengan setiap potongan nya yang memiliki ukuran yang sama seperti lain nya.
Ia memotong sayuran itu dengan cepat, dan kembali menyerahkan sayuran itu kepada Sarah agar bisa segera Sarah masak.
'Tuhan, Ailane ingin sekali menjadi orang kaya.'
Ailane membatin dan menjadikan kalimat itu sebagai doa pertama nya untuk hari ini.