Mama kenapa, Al?" tanya Papa padaku.
"Kerasukan, Pa!" seruku.
"Sudah Papa bilang berkali-kali, yang namanya setan itu gak ada!" seru Papa padaku.
Suara Papa yang melengking itu membuat Mama yang pingsan akhirnya tersadar. Mama bergerak-gerak pelan di pelukan Papa. Lalu ketika ia sudah sadar penuh dengan memegang kepalanya, ia memandangku dengan tatapan kaget.
"Adonannya, Alya!" kata Mama lalu berlari ke dapur. Papa dan aku saling pandang heran dengan sikap Mama yang aneh.
"Kayak gitu kamu bilang kesurupan?" tanya Papa dengan nada agak tinggi ke aku.
"Kalau Papa gak percaya tanya ke tetangga!" seruku kesal seraya berjalan keluar rumah dengan hati yang terluka.
Bicara dengan Papa percuma saja. Setan, jin, tuyul, kuntilanak dan hal lainnya ia tak percaya. Papa selalu mengedepankan logika. Aku juga jika saja aku tak punya kekuatan super seperti sekarang ini. Siapa sih yang percaya hal gaib jika melihatnya saja tidak bisa?
Aku tak mengerti apa yang terjadi dengan Mama. Tak hanya di sekolah aku mengalami hal aneh, tapi juga di rumah. Apa yang sebenarnya terjadi?
Aku ingat sekali bahwa aku sendiri yang memilih rumah itu karena bersih dari makhluk halus jahat, tapi kenapa sekarang aku juga diterror di sana?
"Al! Alya! Alya!" panggil Dian seraya menarik bahuku dan menghadapkanku ke arahnya. "Mau ke mana?" tanyanya heran.
Aku memandang ke sekitar dan cukup terhenyak kaget kala menyadari aku sudah berada di lingkungan sekolah. Memang sih jarak antara rumah dan sekolah tak terlalu jauh. Jika jalan kaki paling hanya membutuhkan waktu dua puluh menit, tapi jika diantar Papa hanya butuh waktu dua-tiga menit saja. Secepat itu dan sedekat itu memang.
Lalu kenapa aku tak menyadari langkah kakiku sendiri yang sekarang ini sudah berdiri di depan sekolah?
Aku memandang Dian datar, begitupun dengan Dian yang menatapku bingung. Satpam sekolah masih siaga di posnya. Sekolah terlihat sangat sepi tapi aku yakin kalau masih ada satu dua atau beberapa siswa di dalamnya karena ekstrakulikuler.
Aku sudah hendak berbalik ketika aku mendengar suara Papa dari dalam sana sedang tertawa. Aku menoleh dan benar apa yang kulihat saat ini.
"Al... " panggil Dian. Aku menoleh ke arah Dian yang menatapku tak mengerti sama sekali.
"Tunggu, An... " kataku.
Dari luar sini aku bisa melihat Papa dan ke empat kawannya itu saling bercengkrama satu sama lain. Salah satu dari ke lima lelaki itu membawa bola basket di tangannya. Ia melakukan dribble berkali-kali di lantai lorong sekolah yang telah sepi itu.
Bola itu akhirnya lepas dari tangan pemuda yang memakai kaos olah raga berwarna merah. Bola itu menggelinding jauh ke dalam dan membentur kaki salah seorang siswi yang sangat cantik.
Siswi itu membungkuk dan mengambil bola itu di tangannya. Ia berjalan ke arah lima pemuda itu dengan langkahnya yang pelan. Bahkan, ia tak berani mendongakkan kepalanya saat ini. Ia hanya tertunduk dan terus berjalan. Saat ia sudah sampai di dekat para pemuda itu, ia memberikan bola basket itu kepada salah satu siswa. Siswa itu menerimanya dan mulai menggodanya yang terus saja menundukkan wajahnya.
Tak terima karena diacuhkan, pemuda itu dengan lancang menaikkan dagu perempuan itu. Cukup lama pemuda itu memandang takjub ke wajah ayu siswi tersebut sebelum Papa akhirnya melepaskan tangan pemuda itu dan menyuruh siswi itu pergi dari mereka.
Siswi itu kembali berjalan melewati para pemuda itu. Saat ia hampir sampai di halaman luar sekolah, ia menoleh sejenak ke arah di mana para pemuda itu tadi berada dan tersenyum sembunyi-sembunyi ketika melihat Papa.
Ia kembali menghadapkan wajahnya ke depan dan tersenyum senang ketika mendapati seseorang di dekat gerbang sekolah. Seorang perempuan paruh baya yang berdiri di dekat gerbang sekolah dengan payung yang berwarna merah.
Tunggu dulu...
Aku sepertinya pernah melihat payung itu. Tapi di mana?
Siswi itu berlari ke arah perempuan paruh baya yang juga tersenyum ke arahnya. Dan ketika ia sudah dekat dengan perempuan paruh baya itu, ia rentangkan kedua tangannya lalu memeluk perempuan paruh baya itu dengan penuh cinta dan kasih sayang. Ia kecup pipi kiri perempuan paruh baya itu dengan penuh sayang, lalu keduanya berjalan mendekat ke arahku.
Semakin gadis itu dan perempuan paruh baya itu mendekat, semakin aku bisa membaca dengan jelas nama yang tertera di d**a kanan atas seragam sekolahnya.
Mataku membelalak membaca nama itu. 'Alya Putri Ningrum'
Alya?
Kenapa namanya sama denganku?
Aku tertegun ketika keduanya semakin dekat denganku. Lalu entah mengapa langkah mereka terhenti tepat di depan mataku. Kami hanya berjarak sepuluh sentimeter saja.
Bahuku ditepuk dan aku menoleh ke arah Dian yang menatapku dengan tatapan sedikit mendelik.
"Minggir sini!" katanya seraya memegang tanganku. Aku menoleh sejenak ke arah depan, arah di mana perempuan paruh baya dan anak perempuan yang namanya sama denganku itu berada.
"Arrgggghhhh!!!! " teriakku histeris. Makhluk yang di depanku sekarang ini adalah perempuan tua yang biasanya datang ke sekolah dan berdiri di depan gerbang sekolah. Perempuan tua yang mengerikan dengan matanya yang menatapku sangat tajam.
Dian menarik tanganku menjauh dari perempuan itu yang menatapku tajam dan menyeramkan. Teriakanku barusan mengundang tatapan beberapa pejalan kaki dan satpam sekolah di sekitar kami.
Perempuan tua itu kemudian berlalu pergi sedangkan jantungku masih bertalu-talu karena rasa takut dan keheranan yang luar biasa.
"Kenapa sampai dia ada di hadapan gue sih, An?" tanyaku heran.
Dian menatapku heran.
"Lo yang halangi jalannya!"
"Gue?"
"Iya!" serunya. "Mana tubuh lo kaku banget sampek gue gak bisa bawa lo ke sisi lain... " kata Dian lagi. Aku diam mencoba mencermati semua kata-kata Dian.
Kembali aku menoleh ke arah perempuan tua itu yang berjalan tertatih-tatih seorang diri menjauh dari sekolah. Langkahnya tiba-tiba terhenti dan ia menoleh ke arah samping kirinya cukup lama dengan mata yang sangat sayu dan kesedihan yang terlihat jelas.
Kenapa?
Tak ada siapa-siapa di sekitarnya.
Kenapa tatapannya seperti itu.
"Al... " aku menoleh ke arah Dian yang memanggilku dengan heran. "Lo sebenarnya kenapa sih Al?" tanyanya lagi.
"Lihat deh An, perempuan tua itu... " kalimatku terhenti dan tanganku masih mengudara menunjuk perempuan tua di ujung gang. Aku terpaku. Aku sadar kalau sebelum ini perempuan tua itu tengah berjalan sendirian. Lalu kenapa sekarang aku bisa melihat ada orang lain di sisinya? Seorang siswi yang mengenakan seragam yang sama denganku?
Kenapa?
Sebenarnya ada apa ini?
Ketika siswi itu memukul punggung perempuan tua itu dengan lembut lalu berbalik, barulah aku menyadari bahwa wajahnya yang sangat cantik itu adalah sosok yang selama ini kulihat di masa lalu.
Siapa dia sebenarnya?
Kenapa hanya aku seorang yang bisa ia hubungi seperti ini?