Invite Dinner

1104 Kata
"Sayang, masuklah," kata direktur pada Putri semata wayangnya. Tyas yang tadinya terus melihat ke arah Nabila itu, begitu mendengar papanya, ia mengalihkan perhatiannya. Nabila lalu masuk dengan suasana yang amat kaku. Tyas berjalan melewati Nabila dengan geram. Kemudian, Tyas duduk di kursi yang bersebelahan dengan papanya. "Jadi, kamu sudah tahu apa konsep Rangga?" tanya direktur pada Tyas begitu saja. Tyas yang tidak tahu apa-apa, nampak bingung dengan pertanyaan papanya itu. Ia kemudian melihat ke arah Rangga. Rangga juga nampak bingung bagaimana harus menanggapinya. Karena memang sampai sekarang Rangga hampir sama sekali belum berbicara dengan Tyas soal pekerjaan. "Konsep? Konsep apa? Rangga tidak pernah memberitahuku," jawab Tyas dengan jujur dan sedikit ketus. Ia juga sedikit memicingkan kedua matanya ke arah Rangga. "Oh, belum ya? Aku pikir, Rangga sudah memberitahumu," kata pak Bagas yang kali ini melihat ke arah Rangga. Rangga terlihat hening dan kikuk sekejap. Nabila bisa merasakannya. Rangga kemudian, berpikir sejenak. Mencari alasan secepat yang ia bisa pada atasan dan temannya itu. "Sebenarnya pak, saya baru hari ini mendapatkan konsep itu. Saya belum sempat memberitahukan pada siapa-siapa. Saya juga berniat untuk meminta pendapat dulu sebelum memberitahukan pada siapapun juga," jelas Rangga. "Oh... jadi begitu?" ujar pak direktur yang sepertinya bisa menerimanya dengan berlalu. "Rencananya setelah mendapat konfirmasi dari bapak, saya akan memberitahukannya pada Tyas dan supervisor yang lain," lanjut Rangga lagi. "Ya. Tentu saja." Sekali lagi pak direktur menyetujuinya. Tapi, Tyas tidak bisa menerimanya begitu saja. Tyas masih nampak diam kaku mendengar Rangga. Ia tentu saja cemburu pada Nabila yang dari tadi ada di samping Rangga, meskipun hanya diam. Bagi Tyas, Rangga belum memberitahunya. Tapi, kenapa Nabila sudah diberitahu duluan? Tyas merasa Nabila telah mencuri Rangga dari dirinya. Tyas harus mengambil kembali Rangga dari Nabila. "Papa!" panggil Tyas tiba-tiba pada pak direktur. Sehingga papanya menoleh ke arahnya. "Bagaimana kalau hari ini kita undang Rangga makan malam di rumah kita seperti biasanya," kata Tyas tiba-tiba. Rangga terkejut mendengar kalimat Tyas. "Hari ini, pencapaian Rangga lumayan cepat. Ia sudah menemukan konsep untuk audit nanti. Apa salahnya jika kita bersantai sedikit menikmati keindahan waktu bersama keluarga? Iya kan papa?" rengek Tyas pada papanya. "Ide yang bagus," balas pak Bagas pada putrinya. "Oh iya! Bagaimana kalau kita undang ibu Rangga juga?" kata Tyas dengan nada terlihat senang. "Kita sangat sering makan malam bersama bukan? Pasti enak sekali," lanjut Tyas lagi. Rangga serba salah mendengar ungkapan Tyas. Kenapa tiba-tiba Tyas mengajaknya dan ibunya ke rumahnya? Di waktu yang mendadak seperti ini? "Boleh juga," kata pak direktur dengan mengangguk-anggukkan kepala. Merasa bahwa ide Tyas memang bagus. Apalagi, itu merupakan permintaan putrinya. Pak direktur lalu menoleh ke arah Rangga. "Bagaimana Rangga? Apa kau mau menerima ajakan putriku? Kau tidak pernah menolak sebelumnya kan?" tanya pak direktur yang semakin memojokkan Rangga. Sejujurnya Rangga enggan menerima ajakan tersebut. Tapi Rangga memang tidak bisa menolaknya. Biasanya Rangga selalu bisa menerimanya dengan mudah. Tapi, untuk kali ini, Rangga benar-benar merasa tidak ingin makan malam bersama mereka. Nabila yang berada di tengah-tengah mereka terlihat sangat canggung sekali. Mendadak muncul pertanyaan-pertanyaan besar dalam benaknya. Jadi sedekat itukah hubungan Rangga dengan Tyas? Bahkan mereka sudah saling mengenal orang tua mereka masing-masing. Mengingat Rangga adalah seorang yatim, tentu saja ibu Rangga menjadi salah satu orang tua yang sangat Rangga hormati. Tunggu. Apa yang sebenarnya ada di kepala Nabila saat ini? Kenapa ia harus memikirkan soal itu? Tyas memperjelas bahwa mereka sering makan malam bersama. Tentu saja, ekspektasi Nabila melihat hubungan antar keluarga sudah sangat dekat. Nabila merasa benar-benar tidak pantas berada di tengah-tengah mereka. Sedangkan Tyas memperhatikan Nabila. Ia bisa merasakan bahwa Nabila bersikap aneh. Dari tadi, Nabila hanya menundukkan kepalanya saja. Dengan begitu, Tyas merasa sangat puas. Nabila harus sadar bahwa Rangga tidak boleh direbut olehnya. Rangga masih belum menjawab ajakan direktur. Ia nampak begitu bingung. Tyas yang menyadari hal itu nampak kesal karena biasanya Rangga segera meng-iyakan ajakan direktur. Kenapa hari ini sulit sekali? Apakah hanya karena Nabila ada di sampingnya? Kenapa Nabila benar-benar sangat penting baginya? Pikir Tyas yang masih merasa geram. Memang, Tyas mengakui jika Nabila ternyata adalah seorang yang cukup berpotensi dari hasil tes yang diadakan kemarin. Namun, Hal itu justru semakin membuatnya membenci Nabila. Tidak boleh ada yang lebih baik darinya. "Rangga?" panggil pak direktur pada Rangga. Sehingga Rangga menoleh ke arah pak direktur. Pak direktur bisa melihat jika Rangga setengah melamun. Pandangannya seperti memikirkan sesuatu. "Iya, Pak?" Rangga yang baru sadar jika pak direktur sedang menunggu jawabannya. "Apa kau sibuk malam ini?" tanya pak direktur kembali. Mungkin saja, karena Rangga banyak kerjaan. Sehingga pak direktur bertanya demikian. Karena Rangga lama sekali belum menjawab pertanyaannya. Rangga ingin menjelaskan sesuatu untuk membela dirinya. "Sebenarnya..." "Rangga berhutang padaku papa," celetuk Tyas tiba-tiba memotong kalimat Rangga. Semua pandangan beralih ke arah Tyas. "Dulu dia berjanji akan mengajakku makan malam, tapi sampai sekarang dia masih belum juga mengajakku," ujar Tyas. Rangga melihat ke arah Tyas sebentar. Tyas benar-benar pintar membuat semua hal bercampur seperti ini. Ia memang pernah berjanji, tapi ia mengatakannya begitu saja. Tidak pernah memikirkan untuk menepatinya. "Maafkan aku. Aku benar-benar sibuk akhir-akhir ini," jawab Rangga untuk Tyas. "Bagaimana dengan malam ini? Apa kamu masih saja sibuk setelah kamu berhasil menyusun sebuah konsep baru?" tanya Tyas dengan sinis. Bahkan Tyas menaikkan salah satu alisnya. "Ada apa ini? Kalian nampaknya seperti tidak akur?" tanya pak direktur tiba-tiba yang merasa aneh melihat sikap Tyas dan Rangga. "Aku merasa Rangga terganggu oleh sesuatu papa," jawab Tyas pada ayahnya. "Terganggu? Terganggu oleh apa?" tanya pak direktur yang tidak mengerti. "Sepertinya Rangga punya teman baru. Teman barunya itu, merebutnya dariku." Tyas berbicara dengan memincingkan matanya pada Nabila. Pak direktur sedikit mengerti dengan situasi itu. Kemudian pak Bagas juga ikut melihat ke arah Nabila dengan tatapan aneh. Nabila yang merasa tersindir, hanya menundukkan kepalanya. Ia merasa paling bersalah di sana. Padahal ia tidak melakukan kesalahan apa-apa. Ia merasa tidak pernah merebut Rangga dari siapapun. Rangga tidak terima Nabila dibilang seperti itu. Rangga merasa sangat bersalah. Ia merasa tidak enak pada Nabila, yang memang tidak tahu apa-apa. "Yas, tidak ada yang direbut oleh siapapun di sini," kata Rangga pada Tyas lembut. "Kalau begitu, kenapa kamu menolak ajakanku untuk makan malam bersama? Bukankah biasanya kamu selalu setuju dengan cepat?" tanya Tyas lagi. Pak direktur hanya diam menunggu mereka. "Aku hanya..." Rangga menghentikan kalimatnya sendiri. Ia mendadak bingung. Karena secara tiba-tiba, maka tidak terpikirkan sebuah alasan untuknya. Rangga akhirnya hanya bisa menerima ajakan Tyas. Makan malam bersama keluarga. "Baik pak. Malam nanti, saya akan datang bersama ibu saya," kata Rangga pada pak Bagas. Rangga mengatakannya dengan terpaksa. Direktur senang mendengarnya. Sedangkan Tyas, benar-benar puas karena ia bisa menang dari Nabila. Nabila yang masih mematung disana merasa dirinya hanya sebuah kerikil kecil yang harus terhempaskan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN