Sweet Accident

1135 Kata
Nabila masih bergeming dengan suasana hening. Rangga terus memperhatikannya. Rangga tidak tahu apa yang membuat Nabila tidak yakin untuk memenuhi perintahnya. Mendadak ada rasa khawatir pada Rangga jika saja Nabila menolak. "Audit untuk perusahaan ini semakin dekat. Data produksi harus sudah siap saat waktunya tiba. Aku juga membutuhkan orang untuk membantuku," ujar Rangga. Ia membuat asumsi agar Nabila mengalihkan pikirannya sejenak. "Kenapa tidak minta tolong pada staff saja pak? Suruh saja seorang staff untuk menelusuri data produk di proses produksi," saran dari Nabila. "Tidak semudah itu Nabila," kata Rangga. "Menjelang audit, para staff akan sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Bukan hanya kamu, aku sendiri melihat sebuah kesempatan besar di depanku. Aku melihatmu dengan semua pola pikirmu yang terbuka, memangnya aku mau menyia-nyiakan kesempatan itu?" ujar Rangga. Nabila melihat Rangga. Ada perasaan bangga darinya saat Rangga berkata begitu padanya. Namun, ia nampak kembali bimbang. "Tapi, saya sendiri tidak yakin dengan kemampuan saya. Lagipula, sudah tiga tahun saya tidak berurusan dengan data seperti ini, Pak." "Tolonglah Nabila. Disini aku butuh bantuan masalah data produksi ini. Hanya itu yang bisa aku katakan padamu," kata Rangga sedikit memohon. Nabila sedikit tercekat akan kalimat Rangga baru saja. Intinya Rangga sedang meminta tolong padanya bukan? Nabila sendiri merasa ingin membantu, ia berpikir Rangga sudah banyak membantunya. Nabila ditempatkan di kantor untuk bersih-bersih saja sudah sangat berterima kasih, apalagi jika untuk bekerja di depan komputer. Itu adalah impiannya setelah lama keluar dari pekerjaannya dulu. Nabila mengangkat kepalanya. Ia melihat ke arah Rangga dengan wajah cerah. Rangga menunggu kabar baik dari ekspresi Nabila itu. "Baik pak," kata Nabila sembari tersenyum manis. "Saya akan menginput data itu sesuai perintah pak Rangga," lanjutnya. Sejujurnya, Rangga sangat senang sekali, sampai ia ingin berseru. Tapi, ia mencoba memberikan ekspresi sewajarnya saja. Entah apa yang membuatnya seperti itu? Ini bukan soal kepuasan akan pekerjaan, tapi lebih kepada kebahagiaan yang menyangkut pribadi Rangga. "Terima kasih sudah mempercayai saya. Saya akan mengusahakan yang terbaik," ujar Nabila lagi. Rangga hanya tersenyum melihat Nabila yang juga tersenyum ke arahnya. Rangga kemudian memberikan data-data yang menjadi masalah tadi pada Nabila. Nabila menerimanya dan berdiri untuk berjalan ke arah komputer yang masih mati tersebut. "E... Nabila?" panggil Rangga kembali yang membuat Nabila terhenti. Ia menghadap ke arah Rangga. "Iya, Pak? Apa ada lagi yang harus saya kerjakan?" tanya Nabila. Rangga mengeluarkan amplop lumayan tebal. Nabila bisa melihatnya. "Ini adalah gajimu," ujar Rangga pada Nabila. Nabila justru merasa heran dengan itu semua. "Tapi pak, saya baru tiga hari di sini. Saya saja belum memulai pekerjaan saya menginput data ini," kata Nabila. "Lagipula, kemarin saya baru saja menerima gaji saat saya masih di sanitasi," jelas Nabila. "Anggap saja ini bonus untukmu. Nantinya, aku akan butuh bantuanmu, untuk menyusun traceability data produksi," kata Rangga. "Kalau begitu, bonus itu akan saya ambil kalau tugas saya, untuk menginput data sudah selesai. Bukankah pak Rangga belum melihat kinerja saya sama sekali? Pak Rangga, lebih baik menerima hasil dari pekerjaan saya dulu," ungkap Nabila. Ia tetap menolaknya secara sopan. Kemudian, barulah Nabila berjalan ke arah komputer yang dimaksud. Rangga tidak bisa berkata-kata. Ia terlihat menaikkan kedua pundaknya dan tersenyum menuruti Nabila. Nabila lalu duduk di komputer dan mulai menyalakan komputernya. Rangga masih tak melepaskan tatapannya pada Nabila. Di era sekarang ini, masih saja ada perempuan yang polos seperti Nabila. Pikir Rangga. Satu lagi. Rangga pikir, ia tak pernah salah menyuruh Nabila ke sini. Nabila bisa mengerti dengan cepat, dan memberikan saran dengan tepat. Saat ini, Rangga yang terus melihat Nabila, merasa kagum pada sosok perempuan yang berada di kantor dengannya. *** Nabila dan Rangga sama-sama fokus dengan apa yang mereka kerjakan di meja mereka masing-masing. Mereka berada di kantor Rangga pagi ini. Sudah hampir dua Minggu Nabila bekerja mengerjakan data sesuai permintaan Rangga. Nabila hanya bekerja dengan bersungguh-sungguh karena ini masalah kepercayaan yang diberikan padanya. Sudah hampir tiga jam mereka berkutat dan fokus pada apa yang mereka kerjakan masing-masing. "Nabila," panggil Rangga tiba-tiba. Nabila yang tadinya masih konsentrasi, menoleh ke arah Rangga. "Iya, Pak?" jawab Nabila. "Grafik dari hasil datamu ini ada yang aneh," tanya Rangga tiba-tiba. “Grafik untuk data tahunan pak?” Nabila balik bertanya memastikan. “Ya," jawab Rangga singkat. “Apa kamu bisa menjelaskannya?” tanya Rangga. Nabila berdiri dan berjalan sampai berada di belakang Rangga. Rangga sedikit menggeser kursinya agar Nabila bisa ada di sampingnya. Rangga lalu menunjukkan laptopnya. Hasil dari pekerjaan Nabila, yang sudah dibuat grafik. “Lihatlah. Ada satu grafik yang menunjukkan dimana diagramnya nampak berselisih sangat jauh sekali. Sehingga tidak masuk akal jika direkap selama satu tahun." Rangga menunjukkan di mana letak kejanggalan dari data tersebut. Nabila lalu mendekat ke arah laptop Rangga. Tanpa sadar, wajahnya begitu dekat dengan Rangga. Rangga yang tak menduga hal itu, tiba-tiba merasa salah tingkah. Entah apa yang membuatnya seperti itu. Nabila tidak tahu, jika Rangga berusaha untuk mengatur nafasnya secara normal. “Oh... Ini karena di bulan November belum semua datanya terkumpul pak," jelas Nabila yang masih belum sadar jika ia berbicara sangat dekat dengan Rangga, juga belum sadar jika Rangga sedang salah tingkah. Lalu ia menjauhkan kembali kepalanya dari laptop Rangga dan tentu menjauh dari wajah Rangga. Rangga akhirnya dapat menghela nafas lega setelah itu. Dengan sikap cool-nya, ja berusaha kembali untuk fokus. “Hm. Kalau begitu, selesaikan dulu bulan novemer ini," pinta Rangga. “Karena aku ingin melihat grafik yang benar," lanjutnya singkat. Kelihatannya, ia sedang menyuruh Nabila dengan wajar, namun kenyataannya ia berusaha keras untuk menutupi salah tingkahnya dan mencoba bersikap biasa. Rangga menarik laci mejanya. Ia mencari kumpulan kertas yang sudah di klip, dan bertuliskan bulan November untuk data khusus bulan November. Rangga menaruh kumpulan kertas itu di atas meja di samping laptopnya. Ia menjajar kertas-kertas tersebut dengan tujuan agar tahu data mana yang belum ter-input. “Yang mana yang bulan November ya?" gumam Rangga seolah berbicara sendiri. Tanpa perlu disuruh, Nabila ikut mencarinya. Ia memperhatikan kertas yang sudah berjajar di atas meja Rangga. Beberapa detik kemudian, Nabila melihatnya, ia menemukan satu kertas yang belum sempat berada di tangannya. "Ah! Itu dia pak!” seru Nabila cepat. Nabila masih menunjuk dan belum mengambil kertas tersebut. Rangga melihat ke arah Nabila sebentar dan tahu akan isyarat mata dari Nabila. “Oh yang ini...” kata Rangga pula. “Yang ini," seru Nabila yang hampir bersamaan dengan suara Rangga baru saja. Nabila dan Rangga sama-sama mengambil kertas yang dimaksud secara bersamaan tanpa sengaja. Hanya saja, Nabila lebih dulu berkisar sekitar setengah detik. Tangan mereka bersentuhan, dimana tangan Nabila lebih dulu memegang kertas dan tangan Rangga memegang tangan Nabila secara tidak sengaja. Saat tangan mereka bersentuhan, Rangga tidak segera melepaskan tangannya dari Nabila, sehingga Nabila melihat ke arah Rangga dengan tatapan aneh. Ranggapun menoleh ke arah Nabila. Mereka melakukan kontak mata sedikit lama. Jantung keduanya sama-sama merasa berpacu lebih cepat dari biasanya. Ada perasaan yang tidak bisa dijelaskan. Saat ini, mereka masih sama-sama berpandangan satu sama lain.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN