Putri Rahmawati Mama dari Bagas Mawardi saat ini sedang duduk di salah satu sofa yang ada di ruangan putranya dengan tatapan kesal. “Cepet kamu jelasin sama Mama Bagas. Gimana bisa penipu itu kerja di perusahaan kamu?”
Bagas yang saat ini duduk di hadapan Mamanya memijat pelipis berusaha menghalau rasa sakit di kepalanya. Ia kemudian menatap kea rah wanita yang telah melahirkannya itu. “Dia nggak kerja di perusahaan ini Ma. Udah aku bilang kan tadi kalau dia itu hanyalah salah satu penulis n****+ di platform MWnovel yang cukup terkenal dan novelnya terpilih sebagai proyek film pertama yang akan aku garap sendiri,” jelas Bagas.
“Emang nggak ada penulis n****+ lain. Banyak Bagas penulis n****+ yang ceritanya bagus-bagus untuk kamu jadikan film pertama kamu di perusahaan kita. Ngapain harus n****+ dari perempuan penipu itu?” Tanya Putri dengan nada kesal pada anaknya itu.
Bagas menghembuskan nafasnya kasar. “Aku juga nggak tahu kalau ternyata Arum adalah penulis n****+ tersebut Ma. Saat kami akhirnya bertemu dia sudah terlanjur menandatangani kontrak yang nggak mungkin dibatalkan lagi,” ujar Bagas masih berusaha memberikan pengertian pada Mamanya.
“Ya udah batalin aja kontraknya dan bayar biaya pinaltinya Nak. Mama nggak mau kamu berurusan lagi dengan wanita itu setelah apa yang sudah dia dan Ibunya lakukan ke keluarga kita,” ujar Putri masih tetap tidak mau mengalah.
Rangga kembali memijat pelipisnya sambil memberikan gelengan pada Mamanya. “Ma, Bagas mohon Mama mengerti posisi Bagas saat ini. Bagas baru aja mengambil alih MWmedia setelah lima tahun lamanya belajar dunia perfilman di luar negeri, tentu saja aku butuh mengambil kepercayaan semua karyawan yang ada di perusahaan saat ini Ma. Kalau aku sampai secara mendadak memutuskan kontrak sebelah pihak hanya karena masalah pribadi, semua karyawan akan menilai kalau direktur baru mereka adalah orang yang tidak bertanggungjawab. Ini adalah film pertama yang aku produseri di Indonesia Ma, jadi aku berharap bisa melepaskan semua permasalahan pribadi dan fokus sama pekerjaan aku saat ini,” jelasnya.
Mendengar penjelasan panjang yang Bagas berikan padanya membuat Putri hanya bisa menghembuskan nafasnya kasar namun tidak bisa membantah perkataan putra sulungnya itu.
“Ya udah nggak masalah kalau gitu. Tapi Mama peringatkan pada kamu Bagas untuk hati-hati sama dia. Wanita bernama Arum itu licik dan punya banyak akal dulunya, jadi Mama yakin bertemu dengan kamu saat ini pasti akan buat dia memikirkan berbagai macam cara untuk menggoda kamu lagi seperti dulu dan menjebak kamu. Kamu harus hati-hati dan jangan sampai terjebak oleh kelicikan dia,” ujar Putri memperingatkan Bagas.
Bagas memberikan anggukan paham mendengar perkataan dari Mamanya itu. “Aku ngerti Ma. Toh juga kami nggak akan berhubungan selain menyangkut pekerjaan. Jadi aku bisa jamin ke Mama kalau nggak akan ada hal apapun yang bakal terjadi di antara kami berdua,” jawab Bagas meyakinkan Mamanya agar bisa merasa tenang.
Bagas kemudian menatap jam di pergelangan tangannya lalu menatap kea rah Mamanya. “Aku udah harus ke ruang meeting Ma. Sekarang semua orang pasti udah nunggu aku,” ujar Bagas.
“Ya udah, kalau gitu Mama tinggalin makanan yang Mama bawa di meja ini aja ya. Kamu jangan lupa setelah rapat langsung makan Nak,” ujar Putri sambil meletakkan tas berisi kotak makanan yang ia bawa dari rumah untuk makan siang putranya Bagas.
Bagas mengangguk paham, kemudian pasangan Ibu dan anak itu bersama-sama berjalan keluar dari ruangan Bagas. Putri berjalan menuju lobby kantor untuk pulang ke rumahnya, sedangkan Bagas putranya berjalan menuju ruang meeting tempat rapat proyek film baru mereka akan dilaksanakan.
Begitu tiba di ruang rapat semua orang terlihat sudah duduk di kursi mereka masing-masing dan hanya Bagas yang mereka tunggu saat ini. Bagas tentu saja langsung berjalan menuju kursinya yang berada di ujung meja dan menghadap kea rah semua orang yang duduk mengelilingi meja panjang tersebut.
“Kita bisa mulai rapatnya,” ujar Bagas.
Semua orang di dalam ruangan tersebut segera memulai rapat mereka untuk membahas perencanaan awal proyek film baru yang digarap dari n****+ unggulan karya Arum. Beberapa hal ditanyakan pada Arum terkait karakter dari setiap tokoh yang ada di n****+ tersebut serta konsep dan latar n****+ tersebut sesuai gambaran yang Arum pikirkan sebagai pembuat karya cerita tersebut.
Arum tentu saja menjelaskan terperinci terkait n****+ buatannya tersebut pada semua orang yang ada di ruang meeting saat ini. Ia juga menyampaikan beberapa actor yang menjadi referensinya dalam membuat karakter tokoh yang ada di novelnya tersebut.
Meeting tersebut berlangsung sekitar satu setengah jam lamanya. Semua hal akhirnya selesai di bahas pada meeting tersebut dan siap untuk melanjutkan ke tahap selanjutnya yaitu proses casting untuk para pemain.
“Jangan lupa untuk datang saat proses casting ya Mba Arum. Kami tentu butuh pendapat Mba Arum sebagai penulis n****+ untuk melihat juga beberapa pemeran yang kiranya cocok dalam film nanti,” ucap salah satu crew pada Arum.
Mendengar hal itu tentu saja membuat Arum mengangguk penuh semangat. “Baik. Saya pasti akan sediakan waktu saat proses casting,” jawab Arum.
“Kalau begitu meeting kita cukup sampai di sini. Untuk hal-hal yang sudah kita bahas hari ini semoga bisa direalisasikan dengan baik nantinya,” ucap Bagas.
Semua orang yang ada di meja tersebut mengangguk patuh, lalu satu persatu mulai berdiri untuk keluar dari ruang meeting.
Ditengah semua orang yang mulai keluar dari ruang meeting tersebut. Arum masih terdiam di tempatnya sambil menatap Bagas yang masih mengobrol dengan dua orang membahas sesuatu. Setelah lima menit kedua orang yang mengobrol dengan Bagas berjalan duluan keluar dari ruang meeting meninggalkan Arum dan Bagas.
Arum segera berjalan cepat ke arah Bagas dan berdiri di hadapan pria itu sebelum ia keluar dari ruangannya.
Bagas tentu saja menatap bingung pada Arum yang berdiri di hadapannya, menghalangi dirinya untuk keluar dari ruang meeting. Rasa was-was tentu saja langsung muncul di dalam pikiran Bagas mengingat bagaimana sifat licik wanita ini saat mereka masih berstatus suami istri. “Apa mau kamu Arum?” Tanya Bagas.
Arum terdiam beberapa saat karena sedikit merasa ragu, namun ia memberanikan diri menatap kea rah Bagas. “Saya hanya mau minta maaf karena bertemu dengan Mama anda di lobby tadi. Dilihat dari ekspresinya saat melihat saya tadi, sepertinya Bu Putri masih tidak menyukai saya,” ucap Arum. “Apa saya boleh bertemu dengannya untuk menjelaskan kenapa saya bisa berada di kantor anda?” Tanya Arum melanjutkan.
Bagas langsung saja memberikan gelengan keras setelah mendengar perkataan Arum tersebut. “Kamu nggak perlu bertemu dengan Mama saya ataupun keluarga saya yang lainnya Arum. Saya bisa menjelaskan sendiri pada keluarga saya tanpa memerlukan bantuan kamu,” jawab Bagas. “Saya harap kamu ingat Arum bahwa kita sudah tidak memiliki hubungan apapun dan hanya terikat dengan pekerjaan saja. Maka dari itu saya harap kamu tidak perlu mencampuri apalagi mencari tahu tentang urusan pribadi saya sama sekali,” lanjut Bagas memperingatkan wanita di hadapannya saat ini.
Mendengar perkataan Bagas yang tiba-tiba berubah ketus padanya hari ini membuat Arum kebingungan. Terakhir mereka bertemu, walau tidak ramah tapi Bagas tidak terdengar ketus seperti ini.
“Saya sama sekali nggak berniat mencampuri urusan pribadi anda Pak Bagas. Saya hanya merasa perlu memberikan penjelasan mengingat masa lalu yang tidak begitu baik antara saya dan keluarga anda dulu. Tapi jika anda memang merasa saya tidak perlu menemui keluarga anda, maka saya mohon maaf sudah menawarkan diri tadi,” ucap Arum.
Bagas memberikan anggukan. “Syukurlah jika kamu mengerti maksud saya. Yang pasti saya tidak ingin ada rencana ata pemikiran lain diantara kita diluar pekerjaan, kamu harus memahami itu Arum,” jelas Bagas dengan nada penuh peringatan.
Tanpa menunggu jawaban Arum, Bagas langsung berjalan melewati wanita itu dan keluar dari ruang meeting tersebut meninggalkan Arum sendirian.
Perkataan Bagas tentu saja menyentil sedikit hati Arum. Ia menyadari bahwa Bagas tentu saja akan merasa waspada berada di dekatnya mengingat kelakuan liciknya di masa lalu dahulu. Sifatnya yang licik dan menghalalkan segala cara untuk menghasilkan uang tentu saja membuat Bagas dan keluarganya sudah sewajarnya membenci dirinya sampai sekarang.
Arum menarik nafas panjang dan berusaha untuk mengontrol ekspresinya agar wajahnya terlihat ramah dan tersenyum cerah begitu keluar dari ruangan meeting tersebut. Merasa dirinya sudah siap barulah Arum berjalan keluar dari ruangan itu dan langsung menuju lift untuk turun ke lantai satu.
Bagas berdiri di sudut tembok sedikit tersembunyi sambil menatap Arum yang berjalan menuju lift dan berdiri di depan pintu lift setelah menekan tombol. Ia memperhatikan Arum yang terlihat masih sama dengan yang ada di dalam ingatannya.
Lima tahun yang lalu sejujurnya saat kakeknya pertama kali memperkenalkan Arum padanya, ia langsung terpukau dengan wajah cantik Arum. Saat itu Bagas sama sekali belum mengetahui sifat asli wanita itu dan hanya terpesona dengan senyuman dan mata indahnya yang seakan menghipnotis dirinya. Namun, semua rasa kagum itu semakin hilang seiring berjalannya waktu selama mereka menjadi suami istri.
Gadis cantik yang kakeknya kenalkan itu sama sekali tidak sepolos wajahnya. Ia selalu memiliki cara licik untuk membuat Bagas dimarahi oleh kakeknya bahkan diusir beberapa kali dari rumahnya. Selain itu Arum membuat semua orang di dalam rumah selalu salah dimata kakeknya dan hanya dirinya yang dipercaya.
****
Bagas keluar dari mobil setelah selesai memarkirkan mobilnya dan mematikan mesin. Begitu sudah mengunci mobilnya ia segera berjalan dengan langkah panjang memasuki rumah berlantai tiga tersebut.
“Siang. Bagas pulang,” teriak Bagas sambil berjalan masuk ke dalam rumah.
Bagas memicingkan mata menatap bingung melihat banyak orang sedang duduk di ruang tamu rumahnya. Di sofa terdapat Kakeknya Hendrik Mawardi bersama kedua orangtuanya serta seorang gadis cantik dan wanita paru baya yang tidak dikenal olehnya.
“Kamu udah pulang Bagas? Ayo kesini dulu, ada yang kakek kenalin sama kamu,” ujar Hendrik Mawardi memanggil Bagas cucunya.
Dengan perasaan kebingungan Bagas berjalan ke arah ruang tamu. Ia sempat melihat wajah Mamanya yang terlihat berusaha menyembunyikan tatapan kesalnya.
Pandangan Bagas kemudian beralih menatap ke arah gadis muda yang ia lihat tadi. Seketika Bagas sekaan merasa dadanya sesak karena kesulitan bernafas. Ia duduk perlahan sambil menatap gadis yang saat ini sedang menunduk malu karena kedatangannya.
“Ada apa Kek?” Tanya Bagas begitu ia sudah duduk di samping Kakeknya. Namun tentu saja pandangan Bagas sama sekali tidak bisa berhenti melirik kea rah gadis yang saat ini duduk di hadapannya.
“Kenalin gadis di depan kamu ini Nak. Namanya Arum dan dia adalah anak dari Pak Seno sekretaris Kakek dahulu”’ jelas Hendrik pada Bagas Cucunya.
Bagas kembali menatap gadis tersebut. Jantungnya berdegup kencang melihat Arum yang ikut menatapnya dan memberikan senyuman ramah padanya. Ia tentu saja tidak bisa mengatakan bahwa ia jatuh cinta pada gadis di hadapannya ini, karena mereka baru bertemu beberapa menit yang lalu. Namun, Bagas tidak bisa mengelak bahwa ia tentu saja terpukau dengan gadis tersebut.
“Arum udah jadi yatim piatu sekarang Bagas, Papa dan Mamanya meninggal karena kecelakaan mobil dan hanay Arum yang selama dari kecelakaan tersebut. Saat ini dia tinggal bersama tantenya,” jelas Hendrik pada Bagas. “Kenalin itu tantenya Arum, namanya Risa,” ujar Hendrik memperkenalkan juga wanita paru baya yang duduk di samping Arum.
Bagas tersenyum ramah sambil menyalim hormat pada wanita paru baya tersebut .
“Terus, Arum sama Tantenya ngapain dating ke rumah kita?” Tanya Bagas pada Kakeknya itu. “Ohhh atau Kakek punya rencana mau ngebiayain pendidikan Arum?” Tanya Bagas.
Hendrik memberikan gelengan sebagai jawaban atas pertanyaan sepupunya. “Sebenarnya kakek ngundang Arum ke rumah ini buat dikenalkan sama kamu Bagas,” ujar Hendrik.
Mendengar perkataan kakeknya tentu saja membuat Bagas kebingungan. Ia menatap semua orang yang ada bersamanya saat ini. Mama dan Papanya terlihat menunduk dan terdiam serta berusaha menghindari tatapan Bagas, namun Bagas bisa melihat ada kegelisahan dan rasa kesal di raut wajah Mamanya saat ini.
“Saat ini Arum sudah hidup sebatang kara dan yatim piatu, maka dari itu Kakek berencana ingin menikahkan kamu dan Arum. Ini salah satu syarat dari Kakek jika kamu mau mewarisi perusahaan,’ ucap Hendrik Mawardi dengan tegas.
“APA?” Tanya Bagas menjerit kaget mendengar perkataan Kakeknya tersebut. “kakek nggak salah ngomong?”
Hendrik memberikan gelengan mantap. “kakek sama sekali nggak alah ngomong Bagas. Kakek mau Arum menjadi cucu menantu Kakek dan juga istri kamu.”
Bagas merasa lemas mendengar perkataan tegas Kakeknya.