Selamat Berkat Peringatan

1074 Kata
Malam itu Syifa tak dapat tidur tenang. Hatinya terus berdebar-debar menantikan akhir dari ketukan pintu yang tiada berujung. Malam makin larut, desir angin di luar memberikan kesan menyeramkan. Syifa menunggu, namun tak ada tanda-tanda orang yang ingin bertamu. Tak ada suara memanggil tuan rumah, maupun ucapan salam. Tamu mana yang mau datang di waktu selarut ini? Syifa menahan napas, merasa curiga. Dia tak bisa berhenti memikirkan sosok Amaya. Sebenarnya, apa maksud peringatan Amaya tadi siang? Kenapa dia tidak boleh membukakan pintu malam ini? Syifa terus mendengarkan selama beberapa menit lamanya. Keheningan terasa begitu kuat. Tak ada suara yang tidak dapat didengarnya. Bahkan suara derit pintu ataupun langkah kaki yang halus, pasti akan dia dengar. Syifa cemas, takut kalau-kalau sang ayah tiba-tiba bangun dan merubah pikirannya. Bisa saja ayahnya membuka pintu itu karena tak tahan mendengar suara mengetuk terus-menerus. Kalau sampai hal itu terjadi, dia bertekad untuk menghentikannya. Tetapi ternyata perkiraannya salah. Sebab sang ayah sama sekali tidak keluar kamar dan membuka pintu. Suara ketukan itu perlahan menghilang. Syifa tidak tahu sudah pukul berapa ketika dia akhirnya jatuh tertidur dengan lelap. Ketika fajar menyingsing keesokan harinya, gadis itu terbangun oleh suara-suara orang berkerumun. Dia bangkit dan beranjak ke ruang depan untuk mencari tahu. Rupanya beberapa orang tetangga sudah berkumpul di sana, mengerumuni pintu rumah Syifa. Ayahnya duduk di antara mereka dengan raut muka yang nampak terkejut. “Ada apa ini, Ayah?” tanya Syifa bingung, menatap satu per satu tetangganya dengan sejuta tanya. “Enggg, ada pencurian,” jawab sang ayah dengan nada ragu-ragu. “Pencurian?” ulang Syifa dengan nada tak percaya. “Di mana? Siapa yang menjadi korbannya?” “Itu kita, Nak,” ucap ayahnya dengan nada lirih. Pria itu jelas nampak shock. Syifa pun sama. Gadis itu berdiri di sana, melongo menatap ayahnya. “Maksud Ayah gimana?” Dia menuntut penjelasan. “Semalam rumah kamu dibobol oleh orang tak dikenal, Syifa. Lihat itu, pintu rumahmu sudah mau dicongkel dengan linggis. Tapi rupanya tidak berhasil,” terang seorang tetangga pria yang rumahnya tidak jauh. Syifa menatap pria itu dengan tidak percaya. “Serius, Pak?” “Iya. Iniloh, saya punya rekaman cctv-nya. Kebetulan mereka masuk ke dalam sudut rekaman kamera. Ada gunanya juga saya pasang cctv.” Pria itu menunjukkan hasil rekaman kamera cctv malam sebelumnya. Sekitar pukul sebelas lebih sedikit malam itu, dua orang pria yang mengenakan topeng dan membawa sebuah tas besar kelihatan mondar-mandir di sekitar rumah Syifa. Saat itu pintu rumah Syifa sudah tertutup rapat, sehingga keduanya mencoba untuk mengeluarkan linggis dan mencongkel daun pintu. Akan tetapi, upaya mereka rupanya tidak berhasil. Pintu itu tetap kokoh di tempatnya dan tidak terbuka sedikitpun. Syifa memerhatikan lampu ruang depan masih menyala waktu itu. Kemudian dua orang itu mengetuk pintu berulang kali. Saat itu, temannya yang lain berdiri dengan posisi siaga memegang sebuah senjata tajam untuk menyerang. Melihat hal itu, Syifa membelalakkan matanya lebar-lebar. Dia bahkan terpekik pelan saking kagetnya. “Ayah, lihat ini, Yah!” serunya pada sang ayah. Pria di atas kursi roda itu mengangguk pelan. “Iya, Ayah juga sudah melihatnya.” “Ayah, itu artinya tamu yang semalam akan kita bukakan pintu itu adalah mereka?” Lagi, sang ayah mengangguk membenarkan. “Itu benar, Nak.” “Astaga, Ayah! Kalau saja Ayah membuka pintunya –“ Ucapan Syifa terhenti. Sang ayah menatapnya dengan tatapan mata mengerti. Syifa berdiri dengan shock, membayangkan kemungkinan jika seandainya sang ayah membuka pintu tadi malam. Kedua pencuri itu pasti akan menyerangnya! Memikirkan hal mengerikan itu, Syifa bergidik ngeri. Gadis itu mencengkeram lengan ayahnya dengan cemas. “Untung saja kalian tidak membuka pintu semalam,” ucap tetangga. “Kalian masih beruntung, masih diselamatkan,” imbuh yang lain. Syifa menelan ludah dengan susah payah. Entah mengapa, dia merasa bahwa semua ini ada hubungannya dengan Amaya. Pikiran Syifa makin penasaran dengan sosok teman sebangkunya itu. Bagaimana mungkin gadis aneh itu bisa mengetahui hal ini sehingga dia dapat memberikan sebuah peringatan pada Syifa? “Syifa, kenapa melamun?” tanya ayahnya. Pria itu sudah kembali pulih dari keterkejutan. “Kamu nggak pergi ke sekolah?” Barulah gadis itu tersadar. Dia mengangguk pelan dan masuk ke dalam rumah lagi. Sementara ayahnya masih sibuk berbicara dengan para tetangga. Sepertinya mereka tengah membicarakan soal perbaikan pintu yang rusak itu. Syifa lekas mandi dan bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Gadis itu tidak makan sarapan hari ini. Sang ayah tak sempat menyiapkan apa-apa. Bahkan untuk bekal sekalipun. “Ini ayah tambah uang jajannya. Kamu bisa beli makan di kantin sekolah ya, Nak. Maaf karena ayah nggak sempat memasak untuk kamu,” ucap ayahnya dengan perasaan bersalah. “Nggak apa-apa kok, Ayah.” Syifa berangkat sekolah dengan pikiran yang terus berputar-putar. Dia ingin sekali tahu banyak tentang Amaya. Ada banyak hal aneh yang terjadi yang berhubungan dengan Amaya. Dan juga, gadis itu sungguh seperti sebuah tabir misteri. Syifa ingin sekali menguak tabir yang tertutup itu agar dia dapat mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. “Sudah tahu?” ucap suara di sebelahnya, membuat Syifa nyaris terlompat kaget. “Amaya?” seru Syifa terkejut. Dia sama sekali tidak menyadari langkah kaki gadis itu, tahu-tahu saja Amaya sudah berjalan di sisinya. “Kamu sudah tahu?” ulang Amaya. “Sudah tahu ap—“ Syifa mengerjap, tiba-tiba saja mengerti apa yang dimaksud oleh Amaya. “Soal peringatan kamu itu kan?” Amaya mengangguk. Syifa menatap sosok gadis di sampingnya dengan perasaan ingin tahu. “Bagaimana kamu bisa tahu?” tanya Amaya. Dia ingin mendengar ceritanya secara langsung dari mulut Amaya. Tetapi, yang ditanya hanya diam tak menjawab. “May, kenapa diam saja?” “Itu rahasia,” tukasnya singkat. Syifa tak bisa mendesaknya lebih jauh lagi. Padahal rasa ingin tahunya sudah menumpuk seperti gunung. Ada banyak sekali pertanyaan yang ingin dijawab oleh Amaya. Syifa tak akan bisa tenang sebelum dia tahu bagaimana Amaya bisa mengetahui banyak hal. Dan lagi, apa yang sebenarnya disembunyikan oleh gadis itu. Tapi Syifa harus menahan diri. Dia menyadari bahwa Amaya mungkin tidak akan senang dan tidak nyaman jika harus terus didesak. Akan lebih baik jika dia menceritakannya sendiri suatu saat nanti. Sebelum itu, Syifa hanya akan berusaha menahan diri dan menerka-nerka sendiri. “Ngomong-ngomong, aku harus berterima kasih kepadamu. Karena adanya peringatan dari kamu, maka nyawa ayahku bisa diselamatkan,” ucap Syifa dengan setulus hati. Amaya hanya mengangguk pelan. Rupanya gadis itu mendengarkan setiap kata-katanya. Hanya saja dia tidak akan merespon kecuali jika dia ingin. Syifa merasa bahwa hubungan keduanya makin lama makin dekat. Dan dia tidak tahu bagaimana ke depannya ....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN