Sepanjang hari itu, Syifa berusaha berkonsentrasi kepada pelajarannya. Dia ingin mengusir kejadian mengerikan itu dari benaknya, namun dia tak bisa berhenti merasa gelisah.
Bel berdering pertanda pergantian jam pelajaran. Tugas Biologi dari jam sebelumnya sungguh banyak dan sulit, membuat Syifa merasa semakin lesu.
“Syifa, kerjain tugas kami. Awas kalau besok nggak selesai!” ucap Rere dengan nada mengancamnya yang biasa.
“Aku nggak bisa, Re,” keluh Syifa dengan nada lemah.
“Heh, gue nyuruh elo bukannya minta pendapat elo. Ngerti?!” balas Rere lagi dengan nada tinggi.
Syifa menghela napas lelah, merasa muak dan letih.
“Nih, kerjain semuanya! Besok pagi gue ambil lagi. Awas kalau belum selesai!” ancam Rere seraya beranjak pergi dari meja Syifa.
Setumpuk buku tugas lagi-lagi digeletakkan begitu saja di atas meja Syifa seolah itu adalah tugasnya untuk menyelesaikan semuanya. Gadis itu mengerang kesal, ingin melemparkan semua buku itu ke wajah Rere. Tetapi tentu saja dia tidak benar-benar melakukannya. Dia masih ingin mempertahankan beasiswanya di sini.
“Ah, apa lagi sih ini?” gumam Syifa ketika tangannya secara tak sengaja menyentuh sebuah amplop berwarna pink dari dalam tas.
Dia mengernyit, merasa heran dengan keberadaan benda itu.
“Sejak kapan seseorang naruh ini ke tas aku?” Syifa bertanya sendiri.
Dia merasa tak melihat benda itu semalam. Dia selalu menata semua bukunya di malam hari usai belajar, jadi dia yakin sekali bahwa benda itu masih tidak ada di tasnya semalam. Lalu sekarang, tiba-tiba saja amplop itu muncul.
Syifa membolak-balik amplop itu. Tidak ada nama pengirim di bagian luarnya. Maka dia membukanya dan melihat sepucuk surat yang dilipat rapi di dalamnya.
“Wih, apa nih?” seru seseorang di dekatnya.
Syifa mendongak dengan kaget, menatap sosok Tania yang berdiri menjukang di atasnya.
“Tan—“
“Woy! Si cupu dapat surat cinta!” serunya dengan suara lantang.
Mata Syifa membelalak lebar, menyadari kesalahannya. Tapi terlambat, saat itu tangan lentik Tania sudah merebut amplop pink beserta isinya dari tangan Syifa.
“Tan, jangan!” pekik Syifa mencegah.
Tapi Tania tidak mendengarkannya. Dia membawa lari surat itu dan berdiri di depan kelas selama sesi pelajaran kosong itu.
“Tan!” seru Syifa memanggilnya dengan putus asa.
Dia bangkit dari kursinya dan mengikuti Tania, berusaha untuk mendapatkan kembali benda itu. Clara dan Rere mencegah Syifa untuk mendekati Tania. Gadis itu dengan riangnya tertawa-tawa membuka surat milik Syifa.
“Apa isinya, Tan?”
“Dari siapa? Bacain yang keras dong!”
“Kita juga ingin tahu, apa isi surat cinta si cupu!”
Seruan-seruan ribut terdengar dari seluruh kelas. Perhatian semua orang kini terfokus kepada Syifa yang meronta-ronta dalam cengkeraman Rere dan Clara.
“Oke, oke. Sabar gaes!” ucap Tania seraya berdehem keras.
“Dear, My Syifa! Waduhhh, so sweet banget sih!” ucap Tania disertai suitan-suitan anak-anak yang lain.
“Tania, hentikan!” jerit Syifa putus asa.
Gadis itu nampak tak memiliki harapan untuk mencegah Tania membaca keras-keras surat itu di depan kelas. Kini, Tania berdiri dengan semakin percaya diri, nampak senang seperti seorang anak yang sedang membacakan pengalaman liburannya untuk tugas sekolah.
“Hari ini pasti menjadi hari yang baik untukmu, sebab hari ini adalah hari kelahiranmu. Aku sudah menyiapkan sesuatu sebagai kejutan, tapi aku ingin kamu menemuiku di taman belakang sekolah di jam istirahat nanti. Jangan lupa ya! Aku tunggu di sana. Reza.”
Seruan-seruan menggoda terdengar semakin riuh di seluruh kelas.
“Tania ...,” erang Syifa dengan lemah.
Tangan gadis itu menggapai sia-sia di udara.
Tania berdiri dengan senyum lebar mengembang di wajahnya yang rupawan.
“Kisah cinta yang romantis ya? Jadi lo akan pergi menemui Reza nanti siang?”
“Mereka akan ngedate dan melakukan ... Apa tepatnya?” pancing Rere dengan seringai lebar.
Wajah Syifa menjadi merona merah karena malu. Gadis itu menunduk melawan tatapan semua orang di kelas yang meledeknya. Rere dan Clara sudah melepaskan tubub Syifa, membiarkannya merosot di atas lantai.
“Nih, surat cinta lo gue kembalikan. Selamat menikmati hari ini,” ucap Tania seraya melemparkan lembaran kertas serta amplop itu ke wajah Syifa.
“Kita melupakan sesuatu, guys!” ucap Rere dengan suara riangnya. “Hari ini adalah hari ulang tahun Syifa. Itu artinya, kita harus merayakannya!”
Clara dan Tania menanggapi dengan ekspresi wajah gembira, seakan-akan mereka benar-benar senang akan hal itu.
“Untuk itu, kita akan kasih hadiah buat si cupu yang ulang tahun!” imbuh Rere.
“Nanti ya, tunggu aja!” ucap Clara melengkapi.
Ketiga gadis itu duduk kembali ke meja masing-masing tepat ketika pintu kelas terbuka lebar dan seorang guru killer melangkah masuk.
“Sedang apa kamu?” tanya guru itu dengan sinis, menatap ke arah Syifa yang terduduk lemas.
Buru-buru Syifa bangkit berdiri dan berjalan lesu ke kursinya. Semua seruan dan sorakan langsung terhenti. Seketika suasana menjadi hening dan terkendali.
Syifa duduk tegap di tempatnya, berusaha menghindari masalah dengan guru killer itu. Sementara dia diam-diam melirik ke arah lembaran surat dan amplop merah muda yang lecek itu. Dia merasa kesal sekali akan keberadaan surat itu.
Reza pelakunya!
Entah bagaimana caranya, cowok itu berhasil menyelipkan surat norak itu ke dalam tasnya. Kapan kira-kira dia melakukan hal itu? Apakah tadi pagi sewaktu dia menemui Syifa?
Gadis itu mencengkeram tepi meja dengan keras, menahan emosinya yang menggelegak. Dia merasa marah dan kesal sekali pada cowok itu. Kenapa dia harus menuliskan surat semacam itu sih?
Benar-benar memalukan!
Di sudut ruang kelas, duduk sendirian di tempatnya, Amaya menatap punggung Syifa yang menegang. Dia memperhatikan bagaimana reaksi Syifa ketika dipermalukan tadi. Ekspresi lesu itu tak luput dari pengamatan Amaya. Dia sendiri merasa geram atas perlakuan Rere dan geng terhadap Syifa. Mereka benar-benar keterlaluan!
Ketika bel istirahat berdering, Syifa yang tadinya berniat pergi ke kantin dan makan bekal siangnya, mengurungkan niat. Dia tak akan pergi ke mana-mana. Terutama, ke taman belakang sekolah seperti yang diminta oleh Reza. Dia akan menunjukkan kepada Reza bahwa dia tidak menyukai idenya yang norak itu.
Kalau perlu, dia akan bersikap marah kepadanya sampai besok. Cowok itu perlu tahu apa yang harus Syifa alami gara-gara keteledorannya itu.
“Selamat ulang tahun!” seru Tania, Rere dan Clara secara bersamaan.
Ketiga gadis itu berdiri di depan meja Syifa dengan seember penuh tepung dan sekeranjang telur mentah. Selesai mengucapkan seruan itu, mereka lantas menyiramkan tepung itu ke kepala Syifa dan membuat gadis itu terkejut setengah mati. Sekujur tubuhnya dipenuhi oleh tepung.
“Teman-teman, kita ucapkan selamat ulang tahun ke si cupu!” ajak Rere dengan antusias.
Nyaris semua teman sekelas mereka melongok di depan kelas, ingin tahu.
Rere yang pertama kali mengambil telur dan melemparkannya ke wajah Syifa. Kemudian Tania dan Clara pun ikut-ikutan. Juga semua orang. Perlahan-lahan, Syifa berubah menjadi tempat melempar telur bagi semua orang.