Lay membaringkan tubuhnya di bangku panjang yang ada di rooftop, menatap langit cerah di mana awan putih saling kejar-kejaran. Helaan napas terdengar bersamaan dengan senyum sendunya. Ada yang menghantam hatinya tiba-tiba saat membayangi Fajar yang menuangkan minuman di bekalnya, menghina kedua orang tuanya. “Sial!” maki Lay sembari mengepalkan tangannya. Ia belum puas memukul Fajar. Padahal ia ingin menghajar sampai babak belur hingga kapten basket itu tidak lagi membual. Di saat hatinya yang terus bergelut, sebuah pesan masuk ke ponselnya. Lay segera mengeluarkan benda pipih dari saku celananya untuk mengetahui siapa yang mengirim pesan itu. Lay mengembungkan pipinya saat tahu bahwa yang mengirim pesan itu adalah Zevanya. Ia menantikan orang lain, menantikan Naina mengirimkan pesan it