Beberapa orang mulai keluar, menyisakan mereka berdua karena duduk paling pojok kursi barisan belakang. Nazeef mengambil tas Mala sebelum keluar. Akhirnya kaki mereka menginjak kota Bandung. Suasana kota mulai terasa. Mala tidak asing dengan suasana ini karena dia memang sekolah di kota Bandung.
Nazeef benar-benar bingung, mereka tidak bisa menginap di hotel karena belum mempunyai buku nikah. Bisa saja dia memesan dua kamar, hanya saja dia sedikit, ingat hanya sedikit khawatir dengan Mala. Apalagi Mala masih asing sepertinya dengan lingkungan sekarang. Bisa-bisa nanti sang istri menghilang dan membuat Nazeef mendapat pekerjaan baru. Lebih baik di minimalisir sebelum terjadi.
"Sarapan dulu," ujar Nazeef datar. Jika ada yang mengira bahwa dia masih memegang pergelangan tangan sang istri, maka itu salah besar karena ketika sudah keluar mobil Nazeef langsung melepaskan pegangannya. Mala kembali tidak banyak bicara, dia mengikuti langkah Nazeef yang masuk ke dalam sebuah restoran yang cukup besar dan Mala tahu jika harga makanan disana mahal.
"Di sini mahal," ujar Mala khawatir jika uang mereka tidak cukup.
"Terus?"
"Nggak mau nyuci piring nanti," cicit Mala pelan. Nazeef bingung sendiri, maksud cuci piring yang dikatakan sang istri apa. Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Duduk aja," titah Nazeef. Mala mengerucutkan bibirnya, dia kan tidak mau jika nanti ada masalah karena tidak bisa membayar makanan mereka.
Nazeef melihat raut wajah Mala, dia menghela nafas pelan.
"Saya ada uang jadi kamu nggak usah khawatir, tinggal makan saja susah," ujar Nazeef menggerutu. Dia langsung memesan makanan yang ada buku menu.
"Mbaknya pesan apa?" tanya pelayan. Mala langsung membuka buku menu, betapa kaget dirinya melihat harga dari makanan-makanan yang ada di restoran itu.
"I-itu,"
Mala kebingungan, dia menatap sang suami.
"Pesan aja," ujar Nazeef geram. Mala langsung mengucapkan menu makanan yang sama sekali tidak dia tahu. Biarlah, dari pada sang suami marah.
Nazeef menghubungi salah satu temannya.
"Halo Fel!"
"Rusak lo ya. Pulang ke Indo nggak kasih tahu gue. Teman macam apa lo?"
Nazeef langsung menjauhkan ponsel dari telinganya. Teman nya satu ini memang punya suara mengalahkan toa.
"Lo dimana?"
"Kenapa baru sekarang lo tanya. Kesal gue!"
"Gue serius, Lo dimana?"
"Di Jakarta, Kata Alex lo pulang makanya gue ke Jakarta. Eh tahunya lo liburan mendadak. Memang nggak ada akhlak lo."
"Gue lagi di Bandung, pinjem apartemen lo."
"Lah, hotel aja kenapa?"
"Nggak usah banyak tanya dah, kata sandinya berapa? Masih yang lama?"
"Eh lo di Bandung?"
"Iya, makanya. Gue nginap di apartemen lo dulu sehari doang. Besok siang gue udah ke Jakarta."
"Ya udah, gue sama Alex ke Bandung dah."
"Eh jangan. Lo tetap di Jakarta. Awas Lo pulang! Gue mutilasi!"
"Ngeri sedap Lo ya, curiga dah gue ini. Jangan jadiin apartemen gue buat dosa woi. Insaf!!! Is is karena patah hati malah mainin cewek,” omelan Rifal makin panjang. Iya kali Nazeef akan bermain-main. Dia memang tidak baik, bahkan nakal tetapi dalam urusan mempermainkan perempuan dia paling anti. Satu pesan sang Mama yang selalu mengiang-ngiang di kepalanya. Jangan pernah mempermainkan perempuan, kamu punya adik perempuan. Bagaimana jika adik perempuan kamu di mainkan oleh laki-laki lain? Tentu saja Nazeef tidak akan pernah membiarkan laki-laki yang mempermainkan sang adik. Ia tidak rela sama sekali. Adik perempuannya dijaga dan dirawat dengan baik oleh keluarga, diberikan pendidikan yang bagus tetapi malah dipermainkan seenaknya saja.
"Banyak omong Lo ya, kirim sandi apartemen lo. Awas aja kagak, jangan harap Gue anggap lo teman!"
"Iya iya, dasar pak tua!"
Nazeef langsung memutuskan sambungan telepon tersebut, padahal umur dirinya dan sang teman sama malah dibilang Pak Tua. Beberapa detik kemudian, sebuah notif pesan masuk datang dari Rifal yang mengirimkan password apartemennya.
Pesanan mereka datang, Mala menatap bingung tentang makanan apa yang berada di depannya ini. Perasaan di gambar terlihat sangat enak, tetapi nyatanya malah membuat nafsu makan hilang.
Nazeef hanya fokus pada makannya, dia sangat lapar sekali sehingga tidak terlalu memperhatikan sang istri.
Nazeef benar-benar lega karena sudah kenyang, rasanya tubuh kembali semangat.
"Kok nggak dimakan?"tanya Nazeef bingung.
Mala menggeleng, dia tidak berani angkat bicara sehingga Nazeef tahu sendiri bahwa perempuan di depannya ini tidak suka dengan makanan yang dia pesan sendiri.
"Kalau nggak mau bilang, punya mulut kan?"
Mala menunduk dengan dalam, "Maaf!"
Nazeef gerah, sudah berapa kali sang istri berkata maaf dan maaf. Bahkan dia sampai sakit kepala mendengarkannya. Oke, Nazeef harus bisa mengontrol dirinya sendiri.
"Nasi goreng seafood aja gimana?"
Mala mengangguk dengan ragu. Ia jarang makan makanan seperti itu. Nazeef langsung memanggil pelayan untuk memesan makanan. Dia menatap makanan yang ada di depan sang istri, di lihat enak dan kebetulan perutnya masih bisa menerima. Nazeef langsung mengambil makanan itu.
"Nggak mau kan?" tanya Nazeef memastikan.
"Enggak Om," jawab Mala dengan suara pelan.
Nazeef langsung memakan makanan tersebut, "Oh iya dari awal kamu panggil saya Om. Memang saya kelihatan tua?"
"Se-sedikit," jawab Mala terbata-bata.
Mata Nazeef langsung melotot, dia membuka ponsel dan langsung menuju kamera. Mengamati wajahnya sendiri di layar tersebut. Nazeef merasa dirinya masih sama seperti usia awal dua puluhan bahkan pesonanya tidak akan ada yang bisa menolak.
"Umur kamu berapa?"
"18 tahun."
Nazeef langsung menyemburkan makanan yang berada dalam mulutnya, bahkan mengenai wajah Mala yang tengah serius.
"Apaaaa?" teriak Nazeef histeris. Gila saja dia menikahi anak bau kencur. Mau di letak dimana muka gantengnya. Mala tidak menghiraukan, dia mengusap wajahnya dengan tisu karena terkena semburan sang suami.
Nazeef tidak nafsu makan lagi. Seharusnya dia bertanya dulu sebelum menikah. Lihat saja sekarang dia sudah seperti p*****l. Memalukan sekali.
"Kok nggak dihabisin?" tanya Mala. Nazeef tidak bisa berkata apa-apa lagi, kepalanya benar-benar pusing mengetahui fakta ini. Jika waktu bisa diputar maka dia akan lakukan berapapun biayanya. Dia benar-benar tidak ingin menikah dengan anak yang baru saja tamat SMA.
“Mampus gue,” teriak hatinya. Ia meneliti bentuk tubuh sang istri dengan begitu intens. Tolong jangan berpikir negatif, Nazeef hanya ingin memastikan apa memang anak jaman sekarang mempunyai body seperti ini padahal umurnya masih 18 tahun. Meskipun Mala memakai pakaian longgar, tetapi Nazeef bisa memperkirakan bentuk tubuh sang istri menurut instingnya sendiri.
Mala was-was, ia menyilangkan tangannya di depan d**a menatap Nazeef dengan mata melotot. “Om liat apa?” Ujar Malah dengan nada bicara yang terdengar takut.
Nazeef tersadar, dia berdehem beberapa kali. “Nggak usah geer,” keluh Nazeef ketus.