Nazeef Arlando
"Kamu yakin mau tinggal di Indonesia? Di sana tidak ada siapa-siapa, lebih baik di sini. Apa lagi yang kamu cari Zeef? Pekerjaan di sini juga sudah bagus, kalau mau bangun perusahaan tidak perlu ke Indonesia. Di sini juga bisa bersama adik kamu atau Om Aland."
"Mas bantu aku ngomong!!"
Perempuan paruh baya tengah berdiri berhadapan dengan sosok jangkung berpakaian santai yang tengah duduk di sofa ruang keluarga. Namanya Nazeef Arlando. Di sampingnya ada laki-laki yang tengah sibuk memakan cemilan.
"Ya kalau anaknya mau ke sana gimana mau larang sayang?" kata pria yang berusia yang sudah melebihi setengah abad, pemegang kekuasaan di rumah yaitu kepala keluarga bernama Yusuf.
Mendapat lampu hijau dari Daddy nya tentu membawa angin segar untuk diri Nazeef. Sudah cukup lama dia ingin tinggal di Indonesia. Jika diingat kembali, Nazeef sebenarnya lahir di Indonesia. Pada usia 8 tahun dia baru pindah ke Singapura karena sang Mama menikah lagi dengan laki-laki berkewarganegaraan Singapura. Jika ditanya apa kewarganegaraan Nazeef maka jawabannya adalah Indonesia. Berbeda dengan kedua adiknya yang berkewarganegaraan Singapura. Bahasa sehari-sehari mereka selalu bercampur aduk. Kadang bahasa indonesia kadang juga bahasa inggris atau juga bahasa melayu.
"Daddy baik banget si," ujar Nazeef seperti anak kecil yang tidak tahu umur.
"Seharusnya di usia segini kamu itu nikah Zeef," geram Anna kepada anak sulungnya itu. Bayangkan saja umur Nazeef akan memasuki usia 28 pada tahun ini. Anna juga ingin mempunyai menantu dan juga cucu. Anak keduanya masih berumur 19 tahun sedangkan yang ketiga berusia 17 tahun.
"Ya sabar Mama, Mika juga masih mau ngejar karirnya dulu, Doain yang terbaik aja, " balas Nazeef. Dia juga ingin menikah, siapa yang tidak mau apalagi usianya sekarang ini sangat susah menahan hasrat. Jika bukan karena didikan Mama dan Daddynya mungkin sekarang Nazeef sudah cemplung sana sini.
"Kalau Mikanya nggak mau ya cari yang lain, ini masih aja nunggu yang nggak jelas." Berhubung Nazeef pernah gagal menikah satu kali sehingga Anna jadi was-was. Dia tidak mau anak sulungnya itu dimainkan oleh perempuan. Sudah susah payah Anna membesarkan dengan kasih sayang dan perhatian malah di sakiti oleh orang lain. Jelas saja Anna tidak rela.
"Udah udah," timpal Yusuf menengahi. Jika tidak ditengahi nanti Ibu dan anak ini tidak kelar-kelar berdebat.
"Coba Mas pikir ya, di sana nggak ada siapa-siapa. Nanti kalau dia ditipu orang gimana," ujar Anna masih tidak memperbolehkan Nazeef untuk ke Indonesia.
"Abang udah besar kali Ma, iya kali ditipu orang," celetuk Abizar yang tiba-tiba datang entah dari mana.
"Kamu ya, kalau masuk rumah itu pakai salam."
"Aku salam kok tadi, Mama sama Daddy aja yang nggak dengar," ujar Abizar membela diri.
"Tambahin uang jajan aku ke Indonesia ya Dad," bisik Nazeef sebelum beranjak dari ruang keluarga. Yusuf langsung mengangguk.
Rencananya Nazeef akan pulang ke Indonesia pada penerbangan lusa. Dia sudah membeli tiket pesawat. Tempat tinggal nya pun sudah dicari dengan bantuan teman-temannya. Nazeef sengaja tidak memberi tahu kekasih yang sudah lima tahun menjalin hubungan jarak jauh tentang kepulangan ke Indonesia. Sebenarnya Nazeef sudah mengajak Mika menikah 3 kali tetapi jawabannya tetap sama. Mika ingin Nazeef mendirikan perusahaan sendiri bukan bekerja di tempat orang lain sehingga Mika menolak lamaran Nazeef. Akhirnya Nazeef memutuskan untuk berhenti bekerja dan akan membangun perusahaan startup bersama teman-temannya di Indonesia.
Setelah perdebatan cukup panjang, akhirnya Nazeef berhasil mendarat di bandara Indonesia. Suasana yang jarang dia rasakan. Terakhir kali dia ke Indonesia 2 tahun yang lalu. Nazeef memakai setelan santai hari ini, kaos dongker yang dilapisi jas warna putih serta celana kain selutut berwarna putih. Kacamata sudah bertengger di hidung mancungnya apalagi ditambah masker biru, dia sudah seperti turis-turis yang datang ke Indonesia. Apa karena warna rambutnya? entahlah Nazeef tidak tahu jelas.
Nazeef seperti melupakan sesuatu, gayanya saat ini sudah seperti artis luar yang keluar dari bandara. Apalagi dia dari singapura. Nazeef hanya tertawa di balik maskernya. Niat hati mau tebar-tebar pesona, tetapi tangannya langsung ditarik oleh seseorang.
"Nggak usah banyak gaya lo,"
Nazeef kaget, dia kira perampok ternyata dugaannya salah. Seseorang yang menarik tangannya adalah salah satu teman dekatnya bernama Alex.
"Sakit woi," ujar Nazeef langsung.
"Buruan, ikut gue bentar," ajak Alex.
"Kemana, ini koper gue masih di tangan."
"Temenin gue datang ke pesta pertunanganan."
Alex langsung menyuruh seseorang yang datang bersama dengannya membawa koper itu. Nazeef tidak banyak berkomentar. Dia tidak memberontak ketika Alex kembali menarik tangannya.
Tidak butuh waktu lama, mereka sampai di pesta yang sangat besar. Banyak orang-orang masuk ke dalam gedung itu dengan setelan baju mewah sedangkan dia malah menggunakan setelan santai. Apalagi dia menggunakan celana selutut, aduh bikin jadi pusat perhatian saja.
"Gue capek kali Lex, lo asal bawa gue ke sini aja. Nafas aja belum bener ni gue," gerutu Nazeef. Jelas saja dia kesal, apalagi dia tidak tahu ini pertunanganan siapa.
"Lo tega biarin gue sendiri, miris banget dah status gue,"ujar Alex. Nazeef tidak menanggapi, dia langsung mengambil gelas yang sudah berisi minuman berwarna oranye tanpa memperdulikan beberapa orang yang melihat dirinya.
Pesta pertunangan saja sebesar ini, Nazeef yakin yang punya pesta benar-benar kaya.
Suara MC saling bersahutan, sepertinya akan terjadi tukar cincin. Nazeef tidak begitu tertarik.
"Bagaimana perasaannya hari ini?"
"Wah saya benar-benar bahagia bisa bertunangan dengan Mas Rafa-"
Nazeef tidak asing dengan suara itu, dia langsung berbalik melihat.
Deg, jantungnya berdetak dengan ritme cepat. Awalnya Nazeef tidak percaya, mungkin saking rindunya dia sampai melihat Mika berdiri di depan sana. Nazeef mengucek kedua matanya berkali-kali. Ternyata itu benar-benar Mika. Sosok yang membuat dirinya berani ke Indonesia yang tidak ada sanak saudara untuk mendirikan perusahaan. Nazeef hanya bisa tersenyum masam. Kurang kejutan apa lagi hari ini. Nazeef tidak pergi, dia masih berdiri sambil melihat perempuan yang sudah melukai hatinya. Akhirnya kontak mata mereka bertemu, tentu saja Mata Mika membesar, otot wajahnya menegang. Nazeef hanya tersenyum sambil mengangkat gelasnya seperti ingin bersulang.
***
Raut wajah gusar terpancar dari diri Nazeef. Laki-laki yang sudah berusia 28 tahun itu baru saja dikhianati kekasihnya. Dia mengasingkan diri ke pedesaan yang berada disudut kota Bandung. Desa tersebut masih asri dan sangat tinggi nilai tata krama nya.
Nazeef mengetahuinya dari banyak orang berlalu lalang dengan menggunakan pakaian sopan. Selama perjalanan dia tidak mendapati seorang pun yang terbuka auratnya.
Nazeef berada disini bukan suatu kebetulan, tetapi atas keinginannya sendiri. Desa tersebut dia dapatkan dengan bantuan Mbah Google.
Sedari tadi Nazeef menjadi pusat perhatian karena penampilannya yang memang terkesan berbeda. Beberapa hari yang lalu dia mengganti warna rambutnya dengan warna abu-abu. Dia berjalan tanpa memperdulikan tatapan orang lain, yang dia cari hanya ketenangan.
Semilir angin membuat perasaannya sedikit membaik, Nazeef nyaman dengan tempat yang masih jauh dari kesan kekotaan. Sejenak dia duduk di sebuah pondok yang ada di pertengahan sawah. Pondok tersebut sangat nyaman meskipun hanya terbuat dari kayu-kayu bekas.
Pandangannya mengarah pada langit yang biru. Senyum yang cerah terbit begitu saja, berusaha untuk mengikhlaskan segala takdir yang membuat hatinya terjepit. Pandangan yang awalnya merekah kembali meredup. Setelah menghabiskan 1 puntung rokok, Nazeef kembali melanjutkan perjalanannya. Dia ingin mencari tempat tinggal sementara.
Matanya menangkap bangunan kuno di seberang bukit. Dia yang awalnya ingin melihat keindahan alam dari bukit menjadi membatalkan niat tersebut karena melihat bangunan yang sama sekali belum pernah dilihat.
Nazeef mengambil ponsel untuk mengambil gambar dari beberapa sudut bangunan, tidak lupa dia juga selfie.
"Kakak kenapa jahat, aku salah apa?"
"Salah Lo banyak, pertama lo bukan anak Ayah Ibu. Lo rebut perhatian mereka dari gue dan adik gue. Lo sok pinter, ngambil cowok yang gue suka dan Lo ikut ikutan sekolah di kota. Seharusnya lo sadar, lo cuma anak haram yang dipungut sama Ayah gue. Gak usah pakai jilbab, gue jijik liatnya. Dasar munafik!!!"
"Kak udah yuk, nanti ada yang liat kita."
"Bentar lagi dek, kakak belum puas siksa dia!!"
Plakk
Plakk
Plakk
"Sakit... iya sakit? Lebih sakit mana dari pada kami yang mau serumah sama lo selama 18 tahun. Gak tau diuntung. Setelah ini masa depan Lo berhenti, kodrat lo itu cuma jadi ibu desa yang mengurus dapur. Dasar anak haram!!!"
"Stop bilang aku anak haram kak, aku gak pernah mau terlahir jadi anak yang kakak bilang haram. Kalau aku bisa milih aku juga gak mau masuk ke dalam rumah Ayah Ibu. Aku juga gak mau kak hiks hiks..."
"Hahaha Salahnya Lo nggak bisa pilih. Seharusnya lo ikut mati sama Ibu lo yang p*****r itu. Nggak sadar apa keluarga lo nyusahin ayah gue!"
"Dek buka penutup kepalanya, terus robek bajunya!"
"Jangan Dek, kakak mohon!!!"
"Diam! Gue bilang diam, kan gini keren lo. Rambut lo keren juga gue warnain kemaren hahaha. Ayo dek."
"Kak kita beneran ninggalin disini?"
"Iyalah, bentar lagi preman desa yang mau sama tu anak haram bakal kesini. Sesuai rencana kita jalankan biar dia segera hidup sengsara hahaha."
"Kak Dek jangan tinggalin aku disini. To-tolong. Siapapun tolong aku!!!"
Sayup-sayup Nazeef mendengar obrolan seperti di drama televisi. Dia tidak begitu ambil pusing, lebih baik tidak terlalu ikut campur pada urusan orang lain. Bunyi pintu membuat Nazeef menyembunyikan dirinya di balik pohon besar. Dia melihat 2 orang wanita yang masih muda sedang mengobrol.
"Mana si Jarwo itu, lama amat,"
"Sabar kak, Coba ditelpon aja kak."
"Woi Lo dimana ha, gue udah siapin mangsa buat lo!"
"..."
"Iya cepetan, gue mau lapor sama warga biar kalian nikah,"
"..."
"Oke gue cabut, awas aja lo telat!"
Nazeef melihat kedua perempuan tadi pergi menjauh. Otaknya sangat lambat mencerna sebenarnya situasi apa ini?
Tanpa disangka langkah kakinya mengarah ke arah gudang. Dia mendengar tangisan orang yang meminta pertolongan.
"Ngeri gue dengarnya," lirih Nazeef pelan. Dia mengurungkan niat untuk melangkah ke arah gudang. Kakinya perlahan menjauh dan kupingnya terasa tuli mendengar jeritan orang yang meminta pertolongan.
Beberapa langkah sudah menjauh, tetapi jeritan itu terasa semakin kuat pada pendengarannya.
"Ampun dah, gue balik ke Indo bukan urusin hidup orang kan? Cih tapi kasihan juga," ucapnya bimbang.
"Akhhhhh...." Teriakan itu membuat gendang telinga Nazeef hampir pecah. Dasar perempuan.
"Hantu!!!" teriak Nazeef ketika melihat sosok di depannya yang begitu menyeramkan. Dia ingin segera pergi dari sana.
"Aku bukan hantu, to-tolong jangan jahatin aku!!!"
Gila saja Nazeef yang ganteng dengan sejuta pesona ini malah dibilang orang jahat.
Tangis itu membuat Nazeef sedikit ya ingat sedikit kasihan. Perempuan di depannya sungguh mengenaskan. Sudah seperti drama saja, zaman sekarang masih ada adegan seperti ini.
"Woi, gue bukan orang jahat. Gak ada kerjaan banget gue culik lo. Cantik juga enggak," balas Nazeef kesal. Dia melepaskan kemeja yang melekat pada tubuhnya dan terlihatlah badan atletisnya.
"Ngapain kamu buka baju, akhhhh pergi sana ..."
"Diam cewek gila, gue nggak minat sama badan lo. Ni pakai!"
Nazeef memberikan kemejanya. Padahal di luaran sana banyak orang yang ingin melihat roti sobeknya. Sebelum itu dia sudah membuka ikatan pada tubuh anak remaja itu.
"Ma-makasih, to-tolongin aku!!! A-aku mohon..."
Suara penuh kesedihan itu membuat Nazeef blank seketika. Nazeef melihat sekeliling, di lantai ada kain yang sudah kotor dan tercabik-cabik. Dia lantas mengambil syal yang ada di dalam tas dan memberikan kepada perempuan itu.
Menyebalkan, itu yang Nazeef pikirkan tentang sosok di depannya ini.
"Ni pakai, Sial apa gue bisa ketemu cewek kayak lo. Lemah gini lagi!" cerocos Nazeef.
Pintu gudang terbuka dengan lebarnya. Di sana ada 2 orang laki-laki dengan tampang berantakan.
"Eh siapa Lo?"
"Gue? lo gak usah tau siapa gue. Bisa jadi malaikat maut buat lo!!" Nazeef tertawa didalam hati memikirkan ucapannya sendiri. Tangannya sedikit gatal karena sudah lama tidak adu jotos dengan orang.
"Siniin cewek di belakang lo, dia calon istri gue,"
"Hahahaha Gue gak bodoh kali. Lo suruhan 2 cewek udik itu kan. Mirip drama banget dah..."
"Diam lo, jangan banyak bacot!" Bogeman mendarat pada wajah Nazeef. Dia memang sengaja tidak menghindar. Senyum miringnya terbit, dia sudah berjanji tidak akan berkelahi lagi tetapi dia hanya membela diri.
Nazeef membalas pukulan dengan sangat lihai. Beberapa menit kemudian kedua laki-laki itu terkapar tidak berdaya. Senyum bangga terbit begitu saja.
"Gue hitung sampai 3, kalau lo gak pergi jangan harap bisa bernafas lagi. 1.. 2.."
Kedua preman yang menjadi sasaran empuk tinju Nazeef lari terbirit-b***t.
"Udah selesai kan? lo bisa pulang sekarang."
"Eh syal sama kemejanya gimana Pak?"
What? Nazeef dipanggil Pak. Apa dia setua itu? Menyebalkan sekali. Nazeef memandang dengan tatapan tajam. Tetapi dia malas untuk berdebat, lebih baik segera pergi.
"Bisa lo bakar atau buang."
Nazeef mengambil kembali tas ransel dan berniat untuk pergi. Namun suara bising perlahan membuat kakinya terhenti. Pikirannya jadi kacau ketika obrolan 2 perempuan di depan gudang tadi berputar pada otaknya.
"Ayo kita lihat, Siapa yang buat m***m di kampung kita!"
Nazeef terlambat, dia tertangkap basah bersama perempuan yang tidak dikenalnya.
"Astagfirullah. Apa yang kalian lakukan. Ayo kita bawa mereka berdua ke balai desa,"
Kedua tangan Nazeef dipegang erat oleh bapak-bapak.
"Pak saya nggak buat m***m, ini salah paham pak," bela Nazeef.
"Maling mana mau ngaku, kalau ngaku penjara penuh."
Nazeef memejamkan matanya sejenak, berharap mimpi buruk ini segera berakhir.