"Kamu sama Ify habis ngapain?" dengan bodohnya Raga bertanya seperti ini.
Kening Rio mengerut, dia tidak paham akan arti dari pertanyaan Raga. Sedangkan Via, dia menunggu jawaban Rio dengan cemas.
Nggak mungkin Ify segampang itu sama Rio. Boro-boro gituan, Rio ngedeket aja kayaknya udah dibunuh Ify duluan. Batin Via.
Tapi ini Rio, kalau inget apa yang Ify lakuin ke Rio malam minggu kemarin kayaknya nggak ada yang nggak mungkin deh. Via masih berperang dalam hati, karena dia benar-benar bingung pada keadaan sekarang.
"Habis ngapain apanya? Ya aku habis dari kebun, terus mandi." dengan santainya Rio menjawab seperti ini, membuat Raga dan Via menghela napas lega mendengarnya.
Via bahkan sampai mengusap dadanya karena saking leganya dia mendengar jawaban Rio. Sementara Rio, dia masih kebingungan akan ekspresi Raga dan Via tadi.
"Aku kira, tadi kamu habis ngapa-ngapain sama Ify." ujar Raga penuh kejujuran.
Bola mata Rio melebar sempurna, dia memukul d**a Raga pelan tapi cukup untuk membuat Raga meringis menahan nyeri. Wajah Rio memerah bak kepiting rebus sekarang.
"Jangan bilang, tadi kalian mikir kalau aku habis berbuat aneh-aneh sama Ify?" polos sekali Rio ini, dengan pertanyaannya barusan dia malah lebih memperjelas apa yang membuat Raga dan Via resah usai mendengar Ify berada di dalam kamar.
Deretan gigi putih milik Via terlihat saat gadis itu nyengir kuda mendengar pertanyaan Rio. Sekarang jadi ketahuan siapa yang pemikirannya kotor. Tapi percayalah, siapa saja yang melihat kondisi Rio dan Ify sekarang pasti juga akan mengira hal yang sama seperti yang dipikirkan mereka berdua. Bukan cuma Via dan Raga saja yang akan berpikir seperti itu. Via berani jamin akan hal itu.
"Hehehe... Maaf, sebenarnya nggak bermaksud begitu." Via mengangguk sopan pada Rio, berharap lelaki di depannya itu akan bisa memakluminya.
Raga juga menghela napas seraya mengelus dadanya, dia merasa lega usai mendengar jawaban Rio. Padahal tadinya Raga sudah ingin memarahi Rio, tapi niatnya gagal ternyata.
Di tengah-tengah kelegaan Via dan Raga akan jawaban Rio, mereka tiba-tiba dikagetkan oleh suara pintu yang dibuka secara brutal dari dalam kamar. Sudah jelas pelakunya itu Ify, karena tidak ada siapa-siapa lagi di dalam kamar selain dia.
Semua mata kini memandang ke arah Ify yang terlihat sedikit berantakan. Rambut lurusnya acak-acakan dan kemeja seragamnya sebagian keluar dari rok. Dari raut wajahnya, Ify terlihat seperti orang kebingungan.
"Gue di mana?" tanyanya pada ketiga orang yang dia lihat.
Via juga ikut heran mendengar pertanyaan Ify. Dia tahu kalau Ify pingsan, tapi kenapa Ify lupa kalau dia ada di rumah Rio? Itu yang membuat Via heran dan tak paham.
"Lo ngapain di sini?" tanya Ify lagi sambil menunjuk ke arah Rio yang masih menatapnya was-was karena belum memastikan apakah Ify benar-benar lupa atau hanya sekadar bingung saja.
Bukannya menjawab, Via malah mendekat ke arah Ify dan menarik tangan sahabatnya. Via membawa Ify duduk di sofa ruang tamu, diikuti oleh Raga dan Rio yang masih mengeringkan rambut basahnya.
"Lo apa-apaan sih, Vi?" Ify berontak dan marah, karena dia butuh kejelasan.
Lagi-lagi Via tidak menanggapi apa yang Ify katakan. Gadis berpipi chubby itu malah menempelkan punggung tangannya ke kening Ify untuk mengecek suhu badannya apakah panas atau tidak.
"Untung deh, badan lo nggak panas." Via lega, karena Ify tidak demam seperti yang dia khawatirkan.
"Kok gue bisa ada di rumahnya Rio?"
Setelah mengedarkan pandangannya, Ify ingat kalau ini rumah milik Rio yang sudah dia datangi beberapa kali. Rio hanya terdiam menyaksikan Ify yang benar-benar kebingungan.
"Kan tadi lo sendiri yang pengen ke sini. Gimana sih lo?" dengus Via sambil menyenggol lengan Ify.
Ify menatap ke arah Rio dan Raga, dia seperti meminta penjelasan dan kepastian dari mereka, apakah yang dikatakan Via barusan itu ada benarnya atau tidak?
"He'em, tadi kamu ninggalin kelas gitu aja." Raga menganggukkan kepalanya, membenarkan apa yang Via katakan.
Pandangan Ify sekarang terfokus ke arah Rio yang juga menatapnya sambil tersenyum kaku. Bahkan beberapa kali, Rio tampak memperlihatkan giginya yang rapi.
"Tadi kamu tiba-tiba pingsan di depan gerbang, jadi aku gendong ke rumahnya terus aku baringkan kamu di ranjangku." jelas Rio membuat semua orang syok.
Via dan Raga kira, Ify pingsannya saat sudah memasuki rumah. Tapi ternyata pas Ify masih di depan gerbang. Ditambah lagi, Rio menggendongnya dari depan sampai ranjang. Mereka berdua jadi semakin penasaran, sebenarnya ada hubungan apa antara Rio dan Ify?
Tidak ada yang menduga kalau kotak tisue di atas meja akan menjadi alat pemukul dari Ify untuk Rio. Dengan sadisnya, Ify langsung melemparkan kotak tisue tadi dan tepat mengenai kening Rio, untungnya Rio tidak sampai terluka.
Semua orang yang ada di ruang tamu, sontak terkaget-kaget akan tingkah Ify. Via kini melihat Ify yang seolah-olah siap menerkam Rio saat itu juga. Napas Ify tak beraturan, hingga membuat dadanya naik turun tak karuan.
"Fy, kok lo ngelempar Rio pakai kotak tisue sih?" Via sebenarnya tidak merasa aneh sama sekali pada tindakan Ify barusan, tapi tetap saja Via kaget.
"Sakit, Fy...." keluh Rio sambil mengusap-usap keningnya yang barusan terkena kotak tisue.
Mata Ify menatap tak santai ke arah Rio, jelas Ify marah. Bahkan Via bisa melihat kedua mata Ify berubah menjadi merah tapi sebisa mungkin Ify menahannya.
"Seenaknya aja lo gendong gue! Emang lo siapa main pegang-pegang tubuh gue?" sentak Ify langsung tanpa nanti-nanti.
Wajah Rio cengo, dia tidak mengerti kenapa Ify bisa berpikir bahwa dia tadi dengan sengaja memegang-megang tubuh Ify yang bahkan sebenarnya Rio tidak berani memegangnya karena takut hal ini akan terjadi.
Kesalahpahaman Ify malah membuat Raga dan Via tertawa dalam hati. Ify memang galak, barbar dan super judes, tapi melihat kepolosan Ify yang begini jadi membuat mereka tak bisa berkata-kata lagi selain hanya tertawa dalam hati.
"Kalau nggak aku gendong, terus kamu mau gimana? Kamu mau aku seret aja, dari depan gerbang sampai rumah?" Rio tak mau kalah, dia jelas membalas kata-kata Ify yang menyebalkan.
"Atau mau aku bawa pakai gerobak yang dipakai ngangkut pupuk kandang?" lanjut Rio.
Ify tidak menyahut, dia kehabisan kata-kata untuk menjawab apa yang Rio katakan barusan. Dan itu membuat Via juga Raga, semakin menahan tawanya. Terutama Via, karena selama ini dia selalu melihat Ify menang. Tapi di depan Rio sekarang, Ify tak berkutik dibuatnya.
"Ish...!" Ify mendesis sambil berdiri menuju kamar mandi yang tadi dipakai mandi oleh Rio.
Barulah, Via dan Raga bisa tertawa sekencang-kencangnya setelah Ify sudah tidak ada di sana. Via bahkan sampai memegangi perutnya yang hampir sakit karena menertawakan Ify.
"Vi, aku mau tanya." Rio menyela di tengah-tengah keasyikan Via yang terbahak-bahak.
"Hah? Tanya apa, Kak?"
Via masih berusaha menghentikan tawanya karena tak mau diapa-apakan oleh Ify kalau dia ketahuan menertawakan gadis berdagu tirus itu.
"Alvin itu siapa?" dengan beraninya, Rio mempertanyakan siapa Alvin pada Via.
Tawa Via langsung berhenti usai mendengar nama Alvin disebut-sebut oleh Rio. Sekarang, Via ganti menatap Rio dengan tatapan aneh. Pasalnya, Via sambil tersenyum-senyum menggoda.
"Oh, Kak Rio lagi cemburu ya sama Bang Alvin?" goda Via membuat Rio menggelengkan kepalanya.
"Enggak, aku cuma tanya doang kok. Aku juga nggak peduli siapa Alvin." sahutnya sambil berusaha meyakinkan Via.
Via kembali ke raut semula, dia menatap Raga yang sepertinya juga penasaran tentang Alvin yang ditanyakan Rio barusan.
"Alvin itu pacarnya Ify, Vi?" tanya Raga yang ikut penasaran.
Kepala Via menggeleng sambil menggerakkan jari telunjuknya ke kanan dan kiri.
"Terus siapanya? Temen deketnya?" tanya Raga lagi.
"Lebih dari itu." jawab Via yang sudah menghentikan gerakan jarinya.
"Terus siapa?" Raga masih mendesak dan berharap akan diberi tahu.
"Temen serumahnya Ify."
Via malah terkikik memikirkan Alvin di saat begini. Dia jadi tiba-tiba kepikiran, apakah lelaki itu sudah makan atau belum dan sebagainya. Memikirkan tentang Alvin, memang tidak pernah ada habisnya untuk Via.
Wajah Rio dan Raga sudah tak enak dipandang sekarang. Mereka saling bertatapan seperti sedang mencocokkan jawaban yang masih tersimpan di dalam hati.
"Jangan bilang Ify udah punya suami?" kali ini Rio yang bertanya disertai wajah super kagetnya.
Pertanyaan Rio membuat Via yang tadinya tertawa jadi seketika jadi terdiam. Pandangan Via sekarang bahkan sangat tidak bersahabat pada Rio.
"Ish, bukan suami! Tapi Abang! Alvin itu Abangnya Ify!" kata Via sambil menegaskan kata Abang, karena tak mau Rio dan Raga salah paham.
Dilihat dari wajahnya, Rio tampak lega mendengar bahwa Alvin itu adalah kakaknya Ify. Sedangkan Raga, dia terkekeh sendiri karena sudah mengira bahwa Ify telah bersuami. Padahal sudah jelas-jelas kalau status Ify itu pelajar, yang di mana tidak diperbolehkan berstatus menikah.
Ify kembali dari kamar mandi dan duduk di samping Via. Wajah Ify masih sama seperti tadi, seolah-olah dia mau menerkam mangsanya. Ify ingat sudah kalau tadi dia memang pergi dari sekolah dan ke sini untuk memarahi Rio. Tetapi karena tadi dia sempat pingsan dan lupa, jadi Ify lanjut saja jadi pura-pura lupa mengenai tujuannya ke sini.
"Balik yuk, Vi!" ajak Ify tiba-tiba, membuat Via melongo.
"Kok balik sih, Fy?" Via heran pada Ify yang berubah pikiran secepat ini.
"Gue udah nggak ada urusan di sini." sahutnya tanpa mengindahkan Rio yang sengaja tersenyum padanya.
"Jangan balik dulu, Fy! Lo masih ada utang sama gue sama Via loh." kali ini Raga yang mencegah supaya Ify tidak pulang sekarang.
Kening Ify mengerut, dia tak paham apa maksud dari Raga. Memangnya Ify punya utang apa kepada mereka berdua?
"Oh iya, lo punya utang sama gue sama Raga. Yang masalah lo pingsan itu, Fy. 'Kan gue sama Raga yang ngerjain semua tugasnya, jadi lo harus traktir gue sama Raga makan." sambung Via yang baru ingat kalau Ify punya janji mentraktir makanan untuknya dan Raga.
Ify menghela napas dalam diam, dia ingat tentang apa yang dikatakan Via. Lagi pula, Ify juga bukan tipe orang yang dengan mudahnya ingkar janji.
"Ya udah, mau makan di mana?" tanyanya mencoba meminta ide dari mereka berdua.
"Gimana kalau kali ini, kita makan-makan di sini aja dulu. Baru nanti kapan-kapan lo traktir gue sama Via. Lagian udah di rumah, Fy. Males mau keluar lagi." Raga mencoba membujuk Ify agar tidak jadi mengajak Via pulang.
"Nah, setuju tuh gue sama usulnya Raga. Nggak apa-apa lah, Fy. Itung-itung makan gratis di sini." bujuk Via yang tentunya mendukung apa yang direncanakan oleh Raga.
Ify diam, dia masih memikirkan apakah dia akan menerima negosiasi dari Raga atau tidak. Lagi pula rumah ini milik Rio, bukan milik Raga. Jadi pasti Rio yang akan mengeluarkan semuanya.
"Ayolah, Fy! Kapan lagi kita makan sama temen kayak gini 'kan? Selama ini, gue makan sama temen tuh cuma sama lo sama Bang Alvin doang." Via tak henti-hentinya merengek pada Ify agar mau menurutinya.
Setelah dipertimbangkan, Ify memilih mengalah daripada besok-besok Rio tidak mau menerimanya sebagai tamu lagi. Lebih baik Ify mengorbankan dirinya sekarang ketimbang nanti.