Reno langsung menelpon Loka begitu dapat petunjuk semacam itu dari mamanya. Awalnya dia bertanya soal pekerjaan tapi kemudian pada akhirnya dia bertanya hal yang lain.
“Loka, apa menurutmu selama ini aku tidak baik kepada Gladis?” tanya Reno mendadak yang membuat Loka bingung dengan pertanyaan bosnya ini.
“Maksudnya gimana Bos, aku ga ngerti ini,” tanya Loka karena memang dia ga paham. Tapi Reno malah berdecak keras.
“Kau ini, maksudku apa benar jika selama ini kelakuanku kepada Gladis itu tidak baik, kan ga mungkin kamu ga tahu pasti kamu uga tahu gimana cara aku memanjakan Gladis. Aku sudah memberikan semua yang wanita sukai barang, mobil, perhiasan, dan uang mungkin,” Reno nampak berpikir apa yang sudah dia berikan kepada Gladis selama ini.
Loka akhirnya mulai paham kemana arah pembicaraan bosnya ini dan dia tanpa sadar terkekeh pelan membuat Reno langsung mengerutkan alisnya dan ingin menjitak Loka jika dekat.
“Ngapa ketawa lu? Ada yang lucu?” sindir Reno dan langsung menyadarkan Loka untuk tidak banyak tertawa. Dia langsung diam dari tawanya.
“Maaf,, maaf Bos, tapi ini bukan soal lucu sih, tapi pikiran Bos aja yang aneh dan merasa semuanya gampang dengan uang,” tegas Loka membuat Reno meradang.
“Eeehh, ga tau sopan, kenapa kamu malah bahas soal materi dalam hal ini?” bentak Reno tanpa sopan membuat Loka mendengkus.
“Lalu kenapa kamu bahas soal materi juga dengan Gladis? Atau mungkin tepatnya kenapa kamu harus mengaitkan Gladis dengan materi? Apa kamu lupa bagaimana makmurnya keluarga Gladis?” cecar Loka.
Skakmat.
Reno jadi sadar kembali apa yang sudah dia lakukan selama ini kepada Gladis. Jika selama ini dia terlalu gampang menilai semuanya dan dia hanya menggantinya dengan materi yang menurut dia semua akan beres dengan sendirinya.
“Sejauh dair yang saya tahu, kamu memang baik kepada Gladis, memberikan semua apa yang dia inginkan, kamu memang tahu apa yang dia inginkan, tapi itu secara materi,” kata Loka.
“Tapi bagaimana dengan kehadiranmu? Keseriusanmu hanya untuk menginginkan dia selalu ada dalam hidupmu. Dia selalu ingat bagaimana nakalnya kamu menggoda wanita lain, meskipun aku tahu itu hanya untuk membuatnya cemburu tapi haruskah seperti itu?” cecar Loka.
“Dan menurutmu selama ini diam saja dan tidak menunjukkan rasa cemburunya itu karena dia ga peka atau dia tidak merasa cemburu?” Loka membuka pikiran Reno kembali.
“Nona Gladis memiliki caranya sendiri untuk menunjukkan rasa cemburunya kepadamu, aku masih ingat satu peristiwa yang menurutku dia cemburu saat dia meminta Anda untuk datang ke wisudanya, karena aku sedang ada urusan jadi aku tidak bisa mengingatkanmu tapi kamu malah pergi dengan Michele yang kebetulan datang ke Indonesia,” kata Loka mengingatkan.
Reno mendengar itu dia memutar kembali memorinya pada peristiwa itu dan dia ingat sekali bagaimana dia bersenang-senang dengan Michele hingga lupa waktu.
“Jangan dikira Gladis tidak tahu masalah itu Ren, dia tahu meskipun bukan aku yang memberitahu, dan jangan tanya dia tahu hal itu darimana,” sindir Loka.
Reno masih diam.
“Jika dia tidak cemburu dia tiddak mungkin marah kepadamu, menurutmu dia hanya marah karena kamu tidak hadir di wisudanya? Bukan itu pointnya tapi dia ingin tahu posisi dirinya dalam hidupmu seberapa besar.”
“Acara wisuda itu hanya terjadi sekali seumur hidupnya selama dia melaksanakan kuliah, jika kamu bisa mengabaikan hal yang jarang terjadi dalam hidup orang yang katamu kalau kamu mencintainya bagaimana kamu bisa mengingat hal yang tidak penting lainnya,” telak Loka.
“Dan kamu meninggalkan atau melupakan hal itu karena wanita lain yang notabene bukan siapa-siapa atau mungkin sahabat kamu yang memang bukan kamu cintai atau kamu cintai dengan cara yang berbeda,” lanjut Loka.
“Jadi ga salah sih, kalau pada akhirnya Gladis lebih memilih untuk hidup sendiri daripada harus terlibat dengan dirimu yang tak menyadari apa yang sebenarnya kamu cintai atau kamu inginkan.”
“Sometimes, kamu harus merasa kehilangan dulu baru mengetahui jika seseorang itu berharga untukmu kan?” tutup Loka setelah pidatonya yang panjang lebar.
Reno diam seribu bahasa. Pandangan menerawang ke kebun bunga yang dimiliki ibunya. Musim gugur yang datang mulai terasa dingin tapi itu tak sebanding dengan dinginnya hatinya yang telah ditinggalkan oleh orang yang dia cintai.
“Haruskah aku merelakan dia pergi atau mencarinya untuk kembali padaku?” lirih Reno yang ditanggapi Loka dengan hembusan napas.
“Tanyakan semua itu kepada hatimu Ren, jika memang tidak ada cinta ang tersisa atau yang sebenarnya kamu miliki untuknya, relakan saja dia pergi,” ucap Loka.
“Tapi jika sebenarnya kamu baru menyadari jika kamu mulai mencintainya dan menginginkan dia ada dalam hidupmu, sekeras apapun dia menghilang kamu pasti bisa menemukannya bukan,” saran Loka.
“Apa rasa kehilangan karena aku tak mendengar ocehan dan melihat wajah juteknya padaku itu termasuk cinta?” tanya Reno mempertanyakan apa yang dia rasakan kepada Loka.
“Mungkin,” jawab Loka singkat.
“Apa aku merasa sedih dan terluka setiap mengingat perkataannya yang ingin meninggalkanku itu juga termasuk mencintainya?” Reno kembali mempertanyakan isi hatinya.
“Bisa jadi,” Loka kembali menjawabnya dengan simple.
“Dan termasuk menuruti keinginannya untuk tidak mencarinya atau hanya melihatnya dalam keadaan baik-baik saja itupun juga cinta,” Reno mengulang lagi apa yang dia rasakan.
“Aku rasa itu bodoh,” cela Loka.
“Bagaimana bisa kamu mengatakan itu?” tanya Reno mulai sadar jika Loka mulai menghinanya.
“Berapa persen yang kamu tahu soal tabiat wanita, kamu sendiri tahu jika wanita bilang tidak itu arti sebenarnya adalah iya. Jika dia bilang terserah itu artinya kamu harus memutuskan yang baik untuknya. Dan ketika dia mengatakan iya untuk keputusanmu yang tidak tepat itu sama saja dengan dia tidak setuju dan ingin mengatakan tidak,” jelas Loka.
“Dan menurutmu ketika Gladis mengatakan jangan mencariku di Jerman dia memang menginginkan kamu tidak mencarinya? Dia ingin kamu mencarinya dan dia berbaik hati memberikanmu petunjuk di Jerman.”
“Artinya cukup kamu fokus saja dengan Jerman, jangan yang lain agar kamu bisa menemukan dia dengan segera dan dengan begitu kamu tahu jika memang hanya dia yang kamu inginkan,” Loka membuka mata hati dan pikiran Reno.
“Tapi kamu tahu aku juga sedang berusaha menemukan dia sekarang, menurutmu akau hanya duduk santai dan menelponmu sekarang?” kesal Reno mendadak yang merasa dia lelaki paling bodoh kali ini.
“Siapa yang mengatakan seperti itu kan kamu sendiri yang berpikir seperti itu,” tegas Loka. “Tapi kamu lupa satu hal Ren,” jeda Loka membuat Reno penasaran.
“Lupa, lupa apa?” tanya Reno tak paham apa yang memang dia lupakan.
“Gladis memilih Jerman karena tahu kamu lahir di sana, keluargamu di sana dan kamu mendapatkan hampir seluruh kehidupanmu di sana. Dan dia tahu dengan memilih Jerman itu artinya kamu akan lebih mudah menemukan dia dibanding Indonesia ataupun negara yang lain,” jabar Loka.
“Dan terus?” Reno masih tak mengerti membuat Loka berdecak karena kali ini otak bosnya tak bisa berpikir dengan baik.
“Dan seharusnya celah yang kamu miliki untuk menemukannya akan lebih banyak Reno, karena kamu harusnya tahu kemana dia pergi dengan segala tabiatnya, kesukaannya, keinginannya bahkan impiannya,” Loka yang kesal akhirnya meninggikan nada suaranya.
“Coba kamu pikirkan apa yang menjadi keinginan Gladis selama ini dan itu bisa dapatkan di Jerman karena dia ingin impian itu dibangun di negara yang membuatmu ada di dunia ini, Reno Satria Abrisam,” kesal Reno maksimal.
Reno memutar otakya untuk kembali menggali memori yang dia harap masih ada di sana mengenai impian gadis yang dia cintai.
“Keinginan Gladis adalah bisa menjadi Desain Interior yang professional, memiliki perusahaan sendiri, dengan konsep yang go green, futuristic, dan mewakili perasaan pemiliknya,” gumam Reno.
Loka langsung tertawa pelan, “Apa menurutmu impian seperti itu bisa dia dapatkan di kotamu sekarang?” sindir Loka.
Reno langsung sadar dan terbelak sempurna.
“Aaaaarrggghhhh,, sial, kenapa aku baru mengingatnya sekarang,” umpat Reno kesal sambil mengacak-acak rambutnya.
“Menyadari sesuatu Mr. Perfectsionis but failed,” ledek Loka.
Reno langsung terbahak bukan malah tersinggung.
“I know where are you My Lovely Lady.”
*****
Maafkan kalau daku terkesan cerewet dan remeh temeh di bab ini, tapi point sebenarnya sih yang ingin aku sampaikan adalah kita memang baru menyadari sesuatu itu berharga apa enggak kalau sudah kehilangan kan?
Karena itu sebelum kalian kehilangan, sadari dulu apa yang kalian miliki sekarang, termasuk orang yang kalian sayangi, yang ada di dekat kalian juga. Dia pantas untuk dijadikan seseorang yang berharga atau malah jadi toxic buat kalian.
Skip aja kalau kalian merasa ga suka dengan nasihatku,,hehehee..
See you