Lelaki berumur 26 tahun itu hanya bisa diam dengan perkataan Loka. Bukan karena marah atau jengkel tapi memang benar apa yang dia katakan. Pilihannya kini ada pada dirinya mau diam saja seakan menuruti keinginan Gladis atau pergi untuk memastikan sendiri terlepas apapun itu hasilnya.
“Tiket dan visa sudah kamu siapkan semuanya kan?” tanya Reno pada akhirnya hanya itu yang bisa dia keluarkan dari mulutnya.
Loka mengangguk mantap.
“Kamu tidak perlu ikut, bantu Dimas di sini, biarkan aku pergi ke Jerman sendiri,lagipula Mommy juga menelpon minta bertemu denganku terkait masalah ini,” jelas Reno.
Loka yang memang sudah lama menjadi asisten Reno hafal betul semua tabiat orang terdekat Reno dan kini dia agak bingung dengan sikap Nyonya Besarnya yang ikut campur.
“Nyonya Besar tahu masalah ini dan beliau ingin bicara dengan Bos?” tanya Loka memastikan dan Reno hanya mengangguk tak terlihat aneh.
“Levelnya udah beda mah kalo Nyonya Besar ikutan kaya gini Bos,” celetuk Loka tapi malah membuat Reno penasaran karena tak menyadari apa yang sebenarnya terjadi.
“Apa maksudmu?” tanya Reno penasaran.
“Setahu saya selama ini saya mengikuti perjalanan hidup Bos dan semua keluarga yang Bos miliki, tidak ada dalam sejarah orang tua Bos ikut campur dalam urusan pribadi. Jika Tuan Rendra ikut campur masalah bisnis itu wajar karena dia hanya memiliki Anda sebagai pewaris,” kata Loka panjang.
Reno masih menyimak karena belum menyadari sampai dimana dia harus merespon dan berkomentar. Loka yang melihat Reno masih diam akhirnya melanjutkan pembicaraannya.
“Jika sekarang Nyonya dan Tuan mencampuri urusan pribadi Bos, itu artinya mereka telah menentukan pilihan dan siapa orang yang akan Bos nikahi nantinya,” jelas Loka.
“Dalam bahasa sederhana gimana Loka, kenapa kamu ribet banget jelasin panjang lebar,” sindir Reno membuat Loka langsung mempercepat frekuensi ceritanya.
“Tuan dan Nyonya sepertinya memaksa Bos untuk mencari Gladis dan hanya menginginkan Nona Gladis untuk menjadi menantu Abrisam,” jelas Loka pada akhirnya.
Reno hanya menghela napas dan dia memejamkan matanya. “Aku tau soal itu, makanya Mama marah sama aku kayanya.”
“Paitnya sih, mereka marah karena Bos menyakiti Nona Gladis, itu bisa jadi bahan pertimbangan masalah hak waris juga,” Loka serasa memantik api dalam tumpukan sekam.
Reno langsung duduk dan memandang Loka tajam. “Kamu kira aku dicoret dari warisan Abrisam, aku bakal jadi miskin, kamu sendiri tahu pendapatan perusahaan yang kita kelola ini berapa per bulannya,” omel Reno.
Loka hanya bisa manggut-manggut, tapi kemudian terdengar helaan napas Reno. “Lebih parah kalo dicoret anak dari Kartu Keluarga mereka tahu daripada dicoret dari warisan, itu kan sama aja aku dibuang dari kehidupan mereka,” kata Reno sendu.
Loka langsung menghela napas tak menyangka jika bosnya ini baper akut. “Udah sih Ren, ngapa jadi baper akut gini kamunya,” seru Loka membuat Reno kembali merebahkan tubuhnya di kasur.
“Aku pergi dulu kalo gitu sampai ketemu besok,” pamit Loka dan dia keluar dari kamar Reno meninggalkan bosnya yang masih galau itu sendirian.
Ketika dia akan melepaskan jam tangannya dia teringat kepada sosok yang memegangnya hari ini dan langsung duduk.
“Ya ampun kenapa aku sampai ga pamit sama cewek itu ya, moga-moga aja dia ga dapet kesulitan karena nolongin orang itu dan ga nyariin aku juga, kasian sih sebenarnya, ahhh,, ngeselin lu Reno, mana ga tau namanya lagi, kan jadi ga bisa dicari,” kesal Reno dan langsung membenamkan kepalanya dalam bantal.
***
Reno menjalani sisa minggunya dengan aktivitas yang padat, dia tidak ingin kepergiannya ke Jerman membuat banyak masalah di Indonesia. Jadi sebisa mungkin pekerjaannnya di Indonesia yang bisa dia selesaikan dia akan selesaikan saat ini juga.
Pagi ini tepat di Minggu pagi pukul 08.00 dia sudah tiba di bandara menunggu waktu boarding untuk pergi ke Jerman. Pesawat yang akan membawanya ke Jerman akan lepas landas sekitar satu setengah jam lagi.
Rasyid is calling ….
“Hallo Bro,” sapa Reno semangat ketika melihat nama Rasyid muncul di sana. Rasyid langsung berdecak mendengar suara Reno yang semangat.
“Males aku dengernya kalo suaramu semangat gini,” keluh Rasyid yang membuat Reno malah terbahak. “Temen macam apa ini liat temennya semangat malah ga seneng,” sindir Reno.
“Kok berisik sih, lagi dimana?” tanya Rasyid yang beberapa kali merasa terganggu dengan suara bising di sekitar Reno.
“Di bandara mau Jerman dunk,” jawab Reno antusias. Rasyid diam sejenak kemudian dia berdehem dan memulai tujuannya menelpon.
“Kemana tujuanmu?” tanya Rasyid dengan nada kepo maksimal. “Ke rumah ortu dulu abis itu baru nyari, renacanku pas sampe Jerman aku nelpon kamu, ga tahunya kamunya udah nelpon duluan,” balas Reno.
“Aku ga bisa menemukan Gladis di sana,” jeda Rasyid. Reno yang mendengar nama itu langsung diam. Sadar akan reaksi Reno, sahabatnya itu melanjutkan penjelasannya.
“Gladis tidak terdaftar di kota manapun di Jerman, termasuk di tempat tinggal kedua orang tuamu,” kata Rasyid.
“Apa maksudmu dia tidak pernah ke Jerman?” tanya Reno mulai cemas. Seumur hidupnya baru pertama kali ini dia merasa gagal dalam mengambil keputusan.
“Ga bisa dibilang gitu juga, tapi memang ada catatan visa Gladis keluar negeri sesuai tanggal yang kamu sebutkan, tapi data pergi kemananya itu seakan di private jadi hanya orang tertentu saja yang bisa melihatnya,” jelas Rasyid.
Reno yang merasa perjuangannya akan segera berakhir karena dalam beberapa jam dia akan bertemu dengan pujaan hatinya. Dia menghela napasnya pelan.
“Aku ngerti makasih infonya, aku akan coba cek lagi kemungkinannya,” jawab Reno membuat Rasyid segera mengakhiri panggilannya. Pria yang mendadak semangat saat berangkat kini harus merasakan kesedihan kembali.
***
Hampir dua puluh lima jam dia berada di atas pesawat untuk sampai di kota tempat tinggal orang tuanya. Sebenarnya usaha keluarga Reno berpusat di Jerman. Tapi mereka pada waktu itu pindah ke Indonesia untuk ekspansi area dan tugas itu diberikan kepada Rendra Abrisam, ayah dari Reno Abrisam untuk mengurusi semuanya.
Mommy [Tunggu di pintu keluar, Storch akan menjemputmu.]
Reno mengambil satu koper lagi di antri bagasi dan segera keluar, dia melihat ke sekeliling tapi belum menemukan sosok lelaki yang pernah menjadi pegawainya.
“Tuan Muda,” panggil Storch membuat Reno memandang lurus ke depan. Sopirnya itu langsung menghampirinya dan mengobrol ringan karena sudah lama tidak bertemu.
Tak sampai satu jam perjalanan mereka tiba di mansion Abrisam yang ada di Jerman. Reno nampak biasa saja melihatnya, karena memang sudah terbiasa dan merasa tak ada yang istimewa.
“Selamat datang anak Mommy,” seru Mama Tata begitu melihat Reno sudah masuk ruangan. Mamanya langsung membawa Reno ke taman belakang yang memiliki gazebo di salah satu sudut taman.
Pelayan mansion itu yang cekatan langsung membawa makanan, kudapan dan minuman ke gazebo tersebut. Reno langsung mengambil beberapa kudapan dan minum the chamomile hangat.
“Mama iseng telepon Tante Silvi buat nanyain kabar mereka dan kabar kalian, sampai akhirnya Mama baru tahu kalo kamu dan Gladis sudah putus,” kesal Mama Tata.
“Mom, ini salah Reno yang ga peduli sama Gladis, jadi Reno juga ga bisa nyalahin Gladis yang mutusin hubungan ini karena memang dia merasa g Reno hargai,” ucapan sendu yang keluar dari mulut Reno membuat Mama Tata jadi iba.
“Kenapa Gladis sampai memutuskan berpisah darimu?”
*****