P.10 Forget for While

1222 Kata
Reno langsung menegang begitu wanita itu menggenggam tangannya. Jujur saja ada perasaan berdesir yang membuatnya tak bisa mengerti perasaan apa ini, tapi ada rasa nyaman yang timbul dengan kontak yang pertama mereka lakukan. ‘Sebenarnya ini perasaan apa? Kenapa rasanya sedikit berbeda dengan apa yang aku rasakan dengan Gladis dan rasa ini menenangkan,’ pikir Reno. Dia masih memandang wanita itu yang terus menariknya sampai dekat dengan orang pingsan yang dia maksud. Wanita itu yang tahu Reno hanya diam langsung menepuk punggungnya. “Jangan bengong Mas, nanti kesambet, ayo bantu saya angkat dia ke rumah sakit,” pinta wanita itu dan Reno menurutinya. Keduanya memapah wanita yang pingsan itu ke rumah sakit. Dari prediksi Reno, wanita itu berusia sekitar lima puluh tahun. Melihat reaksi tubuhnya saat diangkat dia menduga jika wanita ini pingsan karena kelelahan atau mungkin serangan jantung. Dan wanita muda yang ikut memapah bersamanya langsung duduk di jok depan samping supir. Reno yang melihatnya hanya bisa menggelengkan kepalanya. “Mas, jangan lelet dunk, ini menyangkut nyawa seseorang, kalo Mas khawatir saya nipu atau apa boleh telepon polisi deh, buat ngawasin saya nanti,” cerocos wanita itu. “Kamu bawel juga ya ternyata,” ucap Reno yang membuat wanita itu langsung diam dan menunduk malu. Reno hanya bisa menggeleng pelan dan tersenyum melihatnya. Akhirnya Reno keluar dari area parkir itu, karena sedari tadi dia tidak mendengar ocehan dari wanita itu yang membuatnya jadi kesepian sendiri, akhirnya dia mulai bertanya banyak hal. “Ibu itu siapa kamu?” tanya Reno yang hanya dijawab gelengan kepala oleh wanita muda itu. Reno langsung mendesah dan berkata, “Jawab aja sih, kenapa jadi gagu gitu,” kata Reno. Wanita itu langsung melotot, “Entar aku dibilang bawel kalo ngomong,” jawabnya santai dan langsung membuat Reno terbahak. “Sorry, abisnya kamu nyerocos banget kaya ga ada titik komanya,” goda Reno dan wanita itu membuang muka. Reno yang melihatnya malah makin menjadi ingin menggodanya. ‘Duh, aku napa jadi gemes gini sama ini cewek, lucu dan polos banget sih,’ batin Reno dan mendadak dia langsung teringat Gladis dan menepis semua itu. Akhirnya mereka tiba di rumah sakit itu dan langsung ke IGD untuk mengantar wanita paruh baya mendapatkan perawatan. “Anda walinya?” tanya dokter kepada keduanya dan sontak mereka menggeleng. “Lalu siapa walinya?” tanya dokter lagi. “Cek aja di ponselnya Dok, soalnya tadi saya liat dia pas terima telepon langsung jatuh pingsan makanya saya nolong,” jelas cewek itu membuat Reno memandang cewek itu kagum. “Oke, saya akan minta suster untuk mengeceknya, terima kasih,” kata dokter itu, ketika hendak berlalu dokter itu menoleh, “Tapi kalian tunggu di sini ya sampai walinya datang,” pinta dokter. Reno yang nampak tidak suka berbeda dengan cewek itu yang mengangguk tanpa bantahan. Kembali Reno menoleh dan kagum dengan sosok di sampingnya. Cewek itu mencari tempat duduk di ruang tunggu, ketika Reno hendak menyusul. Ponselnya berdering dan dia membulatkan matanya karena Mamanya menelpon. “Hallo, Iya ma,” sapa Reno setelah panggilan itu diangkat. “Mama dengar kamu ada rencana ke Jerman?” tanya Mama Renata yang biasa dipanggil Tata. Reno mengangguk kemudian sadar jika mamanya tak bisa melihat. “Iya Ma, minggu depan, aku beresin kerjaan dulu di sini,” ucap Reno santai kerena dia tahu nada bicara Mamanya lagi ga santai. “Nyari Gladis?” tanya Mama Tata tapi bagi Reno terdengar seperti sindiran. Reno menelan ludahnya pahit dan berusaha sekali menjelaskan kejadian ini. “Iya Ma, kita ada sedikit salah paham, Reno sih udah coba jelasin ke Gladis perkaranya tapi dia terlihat tidak peduli dan tidak percaya, makanya dia minta pergi ke Jerman,” jelas Reno yang mencoba menjabarkannya dengan mudah. “Jan bohong kamu, Mama Silvi udah cerita semuanya sama Mama,” ketus Mama Tata membuat Reno langsung bungkam. Dia jadi berpikir apa yang sebenarnya Mama Silvi ceritakan sampai mamanya terlihat akan menerkamnya hidup-hidup. “Emang Mama Silvi cerita apa Ma?” tanya Reno pura-pura tak tahu ssekaligus menyelidiki kejadian sebenarnya. Mama Tata langsung berdecak keras sekali. “Ga usah pura-pura nanya, kita bicarakan masalah ini pas kamu nyampe Jerman. Awas kabur kamu, mama coret dari daftar anak dan warisan,” ancam Mama Tata membuat Reno menelan ludahnya pahit. “Iya Ma, nanti kita bahas pas ketemu minggu depan,” jawab Reno berusaha santai. Tanpa basa basi lagi Mama Tata langsung mengakhir panggilannya dan Reno hanya bisa menghela napas lelah. Dan ada satu pesan lagi yang membuatnya terkejut hingga dia melupakan seseorang yang mulai menarik baginya. Tring.. Tring.. Gladis [Kamu tidak akan mungkin menemukanku, terutama dalam waktu dekat ini. Selamat tinggal Reno Satria Abrisam, lupakan aku karena aku sudah melupakanmu.] Reno langsung berjalan perlahan dan mencari sandaran untuk dirinya. Ada semacam sayatan tajam yang menghujam jantungnya dan perih yang dia rasakan. Dia bingung kenapa semuanya jadi begini dan apa yang sebenarnya dia rasakan sekarang. “Kenapa sakitnya masih terasa sampai sekarang,” keluh Reno lalu dia terpikir untuk menghubungi Gladis dia melakukan panggilan dan akhirnya harus kecewa karena muncul sambutan mujarab yang dia benci. “Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau diluar jangkauan, silahkan coba beberapa saat lagi.” “Ya ampun hanya selisih tujuh menit aja kenapa langsung ga aktif sih, apa dia beneran ngucapin perpisahan tapi kenapa begini sih caranya,” protes Reno dan terus mengotak atik ponselnya untuk menelpon Gladis tapi tak pernah tersambung. “Loka, datang jemput aku yah, aku sudah kirimin lokasinya, buruan ga pake lama,” perintah Reno dan langsung diiyakan oleh Loka. Reno seakan lupa kan kehadiran cewek yang bersamanya tadi. Dia berjalan ke lobby dan menunggu Loka di sana. Dia ingin segera sampai di rumah dan pergi ke Jerman. Tapi dia tidak mungkin melakukannya, karena dia tidak memiliki tekad dan bekal mental yang cukup untuk kesana. Loka turun dari mobil karena khawatir dengan kondisi Reno. “Bos, kenapa bisa di RS ini, apa boss sakit?” tanya Loka dan jawaban Reno langsung menggeleng, “Atiku yang sakit, bukan fisik,” jawab Reno langsung masuk ke kursi samping pengemudi. Loka berlari kecil langsung memasuki mobil dan melajukan mobilnya ke penthouse Reno. Selama di perjalanan Loka tak ingin bertanya lebih lanjut karena dia tau bosnya sedang dalam mood yang buruk. Tak sampai satu jam akhirnya mereka tiba di penthouse Reno. Loka mengantarnya sampai ke dalam dan memastikan bosnya akan mendapatkan istirahat yang benar dan cukup dalam masa sedihnya. “Terima kasih, pulanglah, besok kita kerja lagi,” perintah Reno tapi Loka menggeleng. “Ada apa sebenarnya Ren?” tanya Loka. Reno yang mendengar panggilan itu langsung menoleh, bukan tanpa alasan jika Loka sudah memanggilnya seperti itu artinya dia berdiri sebagai teman di sini. Reno menyodorkan ponselnya dan menunjukkan pesan terakhir Gladis. Loka yang membacanya hanya bisa menghela napas lalu meletakkan ponsel itu di nakas. “Apa akhirnya kamu akan berhenti mencarinya hanya karena pesan seperti ini?” tanya Loka sinis. Reno langsung melemparkan tubuhnya di kasur dan memandang langit-langit kamarnya. “Aku masih ingin mencarinya dan tidak ingin menyerah soal ini, tapi bagaimana dia dengan mudah mengatakan dia sudah melupakanku membuatku terpuruk Ka,” curhat Reno. “Pastikan itu sendiri dengan mata kepalamu Ren, baru kamu memutuskan harus melupakannya atau menunggunya seperti sekarang,” saran Loka. Reno diam. “Pilihannya cuma dua Bro, kamu menunggunya tanpa usaha atau kamu pergi dan memastikan sendiri apa yang terjadi diantara kalian.” *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN