Semua orang diam mendengar perkataan Gladis, bukannya marah dengan apa yang dikatakan Gladis tapi mereka merasa ada benarnya apa yang dikatakan Gladis. Pasti ada sesuatu yang ingin dia sampaikan sampai dia mengatakan hal sekejam itu.
Bagi mereka semua, Gladis bukanlah gadis sembarangan meskipun berasal dari keluarga yang sama-sama kaya dan mampu seperti mereka, tapi perkataannya begitu pedas dan menusuk meskipun banyak benarnya.
“Jadi sekarang kamu ingin aku mati seperti Nima,” ejek Rasyid yang membuat semua orang ganti mengalihkan pandangan kepada Rasyid.
Gladis terkekeh pelan, dalam hati mereka ingin memui Gladis yang bisa melumpuhkan pertahanan Rasyid yang sedari tadi seperti mayat hidup. Tapi mereka sadar ini bukan waktunya seperti itu.
“Iya kalau memang kamu merasa perlu kaya gitu, sok lakukan aja, mau bunuh diri silahkan, tapi jangan minta kita ngebunuh elu, dosa,” cela Gladis lebih parah.
Rasyid langsung berdiri dan menampilkan wajah penuh amarah, tapi Gladis tak gentar dengan semua itu. Rasyid lalu melihat Reno dan Gladis secara bergantian, sedangkan Gladis tetap fokus pada Rasyid dan tak peduli dengan arah pandang keduanya.
“Aku baru mau mati kalo pembunuh Nima sudah ketemu dan aku sudah balas dendam sama mereka, jadi kalian semua jangan sok ikut ccampur ngurusin dan ngatur hidupku soal hal ini,” seru Rasyid membuat semuanya diam.
“Apa kamu yakin jika Nima meninggal karena dibunuh, bukan murni kecelakaan?” tanya Laila yang malah mendapat pelototan tajam dari Rasyid.
“Aku lebih kenal Nima daripada kamu, jadi jangan coba-coba untuk sok jadi ibu peri yang menganjurkanku untuk melanjutkan hidup sedangkan aku masih punya tujuan hidup untuk balas dendam atas semua yang mereka lakukan kepada Nima,” bentak Rasyid membuat Laila kaget dan semuanya hanya bisa menghela napas.
“Sante Bro, lug a perlu ngomong pake urat apalagi di depan cewek, kita paham apa yang kamu mau, jadi tenangkan dirimu dulu okay,” saran Reno sambil menepuk bahu Rasyid pelan.
“Kalau sudah punya tujuan hidup kaya gitu, mata dibuka, hati dibuka, pikiran juga dibuka, jangan bengong mulu kaya ayam nelen karet. Gimana kamu bisa melanjutkan hidup untuk Nima sedangkan tatapan kamu saja masih menunjukkan kesedihan dan lelaki lemah,” semprot Gladis.
“Kenapa sih omonganmu ga ada yang enak di telinga, ga bisa apa ngomong yang lebih bener dikit, jadi cewek bar bar banget, udah berasa menang lu karena meninggalkan Reno gitu aja?” balas Rasyid.
Gladis langsung bungkam dan menampilkan ekspresi datar setelah apa yang dikatakan oleh Rasyid. Wanita itu tidak membantah apapun yang dikatakan Rasyid, karena dia tahu semua yang dikatakan pria yang sedang kalut itu benar adanya.
“Ras, ga usah bawa-bawa urusan pribadi dunk dalam hal ini, soal hubungan itu urusanku sama Gladis, maafin dia kalau ga bisa ngomong baik-baik,” kata Reno pelan.
Tak munafik jika Gladis terharu dengan apa yang Reno lakukan tapi bukan itu tujuannya jauh-jauh datang kemari. Dia tahu bagaimana tabiat seorang Rasyid dan dia tidak mungkin bisa bergerak kalau tidak ada seseorang yang menginjak harga dirinya.
“Syukur deh, kalau akhirnya kamu bisa sadar, aku kesini cuma khawatir aja kamu jadi lelaki lembek yang galau ditinggal mati tunanganmu yang tak pernah kamu sadari kalau kamu mencintainya,” kata Gladis yang bisa dipastikan nyelekit.
“Bukannya aku mau sok ngomong begini karena kau udah menang udah ninggalin Reno. Tapi aku cuma mau kamu tahu, meskipun aku meninggalkan Reno untuk bukan karena aku egois ingin jadi prioritas atau ingin Reno jadi b***k cinta buat diriku,” jeda Gladis.
Reno diam mematung mendengar ucapan Gladis yang demikian, dia tidak pernah menyangka jika Gladis akan mengatakan hal yang tak dia duga sebelumnya.
“Berpisah itu tak selalu berarti kita menjadi egois atau berharap kepada orang lain karena adanya perpisahan itu. Tapi berpisah itu adalah fase dimana kita akan tahu apakah kita memang perlu kehilangan untuk sementara atau kehilangan untuk selama-lamanya.”
Suara Gladis mulai tercekat mengatakan hal itu. Semua orang yang ada di sana pun sampai menahan napas mendengarnya. Tak terkecuali Reno yang tak pernah tahu jika Gladis memiliki pemikiran semacam itu.
“Dan di saat kamu ssudah tahu bagaimana arti perpisahan itu, maka kamu akan tahu apa yang harus kamu lakukan untuk hidupmu. Seperti sekarang yang kamu alami, secara awam Nima meninggal dan itu artinya kamu berpisah selamanya dengan Nima,” kata Gladis.
Rasyid masih memperhatikan wanita itu dengan seksama menantikan kelanjutan perkataannya. Gladis akhirnya memberanikan diri untuk memandang semua orang dan diam menatap Reno.
“Tapi perpisahan yang terlihat bagi semua orang itu, belum tentu terlihat seperti terpisah bagi dirimu dan hatimu. Cukup kamu pahami apa yang ada dalam isi hatimu dan kamu akan tahu apa yang akan kamu lakukan.”
“Pilihannya adalah jika kamu memang merasa ini belum waktunya kamu berpisah dengan Nima, tak perlu kamu melanjutkan hidupmu untuknya tapi sebaliknya hiduplah untuk membalaskan dendam atau melakukan apa yang Nima tidak bisa lakukan sekarang,” jelas Gladis.
Rasyid membulatkan matanya mendengar ucapan Gladis yang sama sekali tak pernah dia duga dan tak terpikirkan olehnya.
“Atau pilihan yang lain, jika kamu merasa memang ini waktunya kamu berpisah dengannya, maka lanjutkan hidupmu dan berdiri tegak untuk melihat apa yang Nima ingin kamu lakukan untuk dirimu sendiri, orang lain dan mungkin mewujudkan impian Nima yang belum sempat dia lakukan bersamamu.”
Gladis tanpa sadar menitikkan air mata dan suaranya mulai serak mengatakan hal itu. Dia melangkahkan kakinya mendekat kepada Rasyid.
“Melanjutkan hidupmu tanpa Nima, itu bukan kamu berarti kamu melupakan kenanganmu dengan Nima atau merasa bahagia karena Nima meninggal. Tapi itu artinya kamu menghargai hidupmu sendiri yang belum sempat Nima lakukan untuk dirinya dan dirimu,” Gladis semakin terbata mengatakannya.
“Karena Nima-mu, Nima-kita, selalu ada di sini,” tunjuk Gladis di dadanya. “Dan juga di sini, dia tidak sebenarnya tidak pergi tapi dia hanya pindah tempat,” isak Gladis sambil menunjuk d**a Rasyid dan Gladis tak tahan lagi untuk memeluk Rasyid.
Rasyid menitikkan air matanya dan ikut memeluk Gladis erat. “Kamu memang gila dan pemikiranmu adalah hal paling gila yang pernah aku dengar.”
*****
Ada yang ngalami hal yang sama?
pas lagi sedih-sedihnya bukan dihibur atau dipuk-puk tapi malah dijeblosin makin dalam.
hehehehe..
Bener kata Gladis ya guys, terkadang tak semua orang itu bisa menerima kata-kata manis saat kita bersedih, tapi dia harus direndahkan dan dihina dulu untuk tahu apa yang harus dia lakukan.
Dan kembali lagi semua itu tergantung penerimaan masing-masing.
Semoga kata-kata Rasyid, Gladis, Reno atau siapapun itu di sini bisa menjadi pembelajaran buat kalian.
Abaikan saja kalau kalian merasa ini ga penting,hehehehe.
Thank you all...