3. Dendam

1295 Kata
    Li mematung melihat David dan Mayleen terasa sangat dekat. Beberapa saat lalu bahkan mereka masih bertengkar tapi sekarang mereka sangat dekat dan mesra. “Ups… maaf apa aku mengganggu kalian?” ujar Manager Li sembil menaruh barang belanjaannya.      David dan Mayleen pun segera menjauhkan diri ketika mendengar seruan Manager Li. David merapikan pakaiannya mencoba menghilangkan rasa gugup yang tiba-tiba melanda. Begitu pula dengan Mayleen yang membuang muka ke arah lain. “David, lakukan di kamar, jangan di sini aku masih polos,” goda Li seraya menutup matanya dengan satu tangan. David berdecih mendengar kata polos keluar dari mulut pria beranak satu itu.  Belum puas menggoda dua anak muda di depannya, Manager Li kembali berujar, “Mayleen, kenapa pakaianmu basah?” Gadis itu menunduk memeriksa pakaiannya yang setengah basah. “Aku habis berenang,” sahutnya membuat Manager Li tersenyum lebar. “Apa yang telah terjadi selama aku pergi?” Manager Li mendekat melihat wajah Mayleen bersemu merah. Li memicingkan matanya membuat David risih. “Buang jauh-jauh pikiranmu itu. Kami tidak melakukan apa pun,” jelas David namun tidak berpengaruh sama sekali. “Aku tahu! Berawal dari berenang dan berlanjut di kamar. Ha ha ha.” Manager Li terbahak dengan kesimpulan yang ia buat secara sepihak. Wajah David memerah membayangkan apa yang dikatakan Li. “Terserah apa katamu. Aku tidak peduli,” ujar David sebelum beranjak pergi. Manager Li semakin senang, melihat David tidak bisa berkata-kata. “Dia sangat menyeramkan,” gumam Mayleen membuat Manager Li tersenyum lebar. “Dia memang seperti itu,” ujar Manager Li. “Ganti pakaianmu, aku sudah membelikannya.” Mayleen menerima pakaian baru yang dibelikan Manager Li, ia pun beranjak pergi ke salah satu kamar yang akan ditempatinya selama tinggal di rumah David.   ***         Para kru terlihat sibuk mempersiapkan sesi pemotretan. Jia Li mendekati seorang pria yang akan menjadi pasangannya dalam sesi kali ini. Gadis itu tersenyum menyapa, namun pria tampan di depannya terlihat cuek dan terkesan tidak peduli. “Bukankah ini menarik?” ujar gadis itu setelah duduk di salah satu kursi santai yang disediakan. “Apa maksudmu?” pria itu mengernyit tidak paham. “Kau sangat membenci David Yang, tapi kalian malah terlibat dalam satu film.” Jia Li menatap lurus ke depan. “Bukankah yang lebih menarik itu dirimu? Dulu kau menghianati David tapi sekarang kau merengek meminta ia kembali.” Wang Sean tersenyum lebar, membuat Jia Li kesal. “Setidaknya aku masih memiliki harapan.” Jia Li beranjak meninggalkan Wang Sean yang menatapnya tidak suka.             Para wartawan mengerubuni Jia Li untuk mengonfirmasi foto ciuman David yang beredar. Banyak spekulasi yang mengatakan bahwa perempuan itu adalah Jia Li. Gadis itu tersenyum, dalam hatinya ia cemburu melihat David bersama gadis lain. Tapi saat tahu para awak media menyangka bahwa gadis yang bersama David adalah dirinya membuat Jia Li senang. “Kalian bisa tanyakan pada David, aku tidak akan mengatakan yang sebenarnya sebelum David mengizinkan. Yang jelas kami memiliki hubungan yang spesial,” sahutnya membuat pertanyaan  baru muncul dari wartawan. Jia Li pergi meninggalkan para wartawan yang haus akan informasi.         Penyataan dari  artis papan atas itu sontak membuat wartawan semakin penasaran. Mereka pun pergi ke rumah David untuk mendapatkan informasi. Para wartawan berbondong-bondong menyerbu kediaman aktor terkenal itu. David yang melihat para wartawan berkerumun seperti pendemo itu hanya mendesah panjang. Liburannya kali ini tidak semulus rencananya.          Manager Li mematikan kompornya. Menuangkan sup yang ia buat ke dalam wadah. Pria itu menghampiri David yang berdiri di belakang jendela. Menyingkap gorden putih yang menutupi pemandangan luar. “Sudah, abaikan saja. Cepat makan, sejak pagi kau belum mengisi perutmu.” Manager Li menepuk pundak David. Pria itu pun memanggil Mayleen untuk makan siang bersama.      Mayleen menatap David yang masih berdiri di jendela. Mayleen mendekati David yang kembali memfokuskan pandangannya ke luar. Banyak orang membawa benda aneh di luaran sana membuat Mayleen merinding takut. Saat Mayleen ingin beranjak, ia melihat seorang pria di seberang sana masuk ke dalam mobil yang berjarak tidak jauh dari kerumunan. Pria itu …         Mayleen membuka pintu rumah dengan cepat. Gadis itu keluar menerobos para wartawan yang berdiri di depan gerbang. David ingin mencegahnya namun sial larinya kalah cepat dari Mayleen. Para wartawan mengejar Mayleen yang berlari dengan kencang mengejar mobil yang membawa pria yang ia cari. Aku menemukanmu, batin Mayleen. ***     David menghela napas dalam-dalam, merasa karirnya berada di ambang kehancuran karena ulah Mayleen. “Kau tahu apa yang baru saja kau lakukan?” semprot David membuat Mayleen menunduk.     Gadis itu tahu ia salah, tapi kesempatan untuk bertemu dengan pria yang dicarinnya tidaklah mudah. Apalagi jumlah manusia sangatlah banyak membuat gadis itu takut kehilangan mutiara untuk selamanya. David mengerang kesal, meremas rambut hitamnya. Manager Li yang melihat hanya menggeleng, ia tahu bagaimana kalutnya David saat Mayleen berlari ke luar. Terlebih para wartawan juga mengejar gadis itu. “Sudahlah kasihan Mayleen kau marahi terus sejak tadi,” lerai Manager Li.     Ya, Manager Li pikir David berlebihan. Lagi pula para wartawan belum sempat melihat wajah Mayleen dengan jelas. Nasib baik masih berpihak pada mereka mengingat para pemburu berita tidak bisa mengejar Mayleen yang berlari sangat cepat. “Dia pantas untuk dimarah.”         David menhempaskan pantatnya di atas sofa. Ia tidak mau menatap Mayleen lagi. Gadis itu mendongkak menatap Manager Li yang duduk diseberangnya bersama David. “Mayleen, kami mohon kerjasama mu. David harus menjaga nama baiknya. Apa kau bisa melakukan itu?” Manager Li berbicara dengan lembut membuat gadis itu jauh lebih tenang. Ia tersenyum dan mengangguk.         David beranjak ke kamarnya, membanting pintu hingga berbunyi nyaring. Manager Li mengelus dadanya, baru pertama kali ia melihat David semarah itu. Manager Li melirik Mayleen yang memandang David penuh penyesalan. “Sudah jangan pedulikan dia. Apa kau sudah makan?” Li Wenhua mengalihkan topik pembicaraan, ketegangan yang dibuat David membuat suasana menjadi kaku. “Sudah,” sahut Mayleen, berbanding terbalik dengan bunyi perutnya. Manager Li tersenyum tipis dan menawarkan makan malam pada Mayleen. Gadis itu tidak menolaknya. Meski ia seorang mermaid tetap saja ia  butuh makan seperti manusia. *****-         Mingmei menggeleng kepala melihat Wang Sean yang melamun menatap aquarium kosong. Sejak ia datang sore tadi tidak sedikit pun adiknya beranjak. Sebagai seorang psikolog ia tahu jika Sean mengalami masalah. Sejak kematian kekasihnya ia menjadi tertutup membuat Mingmei sesering mungkin ada bersamanya. “Ini!” Sean menatap Mingmei bingung. “Lihat dulu?” lanjutnya.         Sean menerima ponsel kakaknya. Mata hitam itu membulat sempurna saat meihat sebuah foto yang tampil di layar ponsel. Sean membanting ponsel itu kesal. “Hei, kenapa kau menghancurkan ponselku?” protes Mingmei sambil memungut ponselnya yang tercerai berai. “Jangan memerlihatkan foto seperti itu padaku,”ujar Sean sambal menyenderkan tubuhnya pada kursi.         Kesal dengan kakaknya yang selalu menerornya dengan foto wanita sexy yang menjijikkan. Merasa adiknya semakin tenggelam dalam dendam, Mingmei meluapkan semua perasaannya. Ia lelah dengan sikap Sean yang tertutup dan dingin. “Sampai kapan kau seperti ini? Kau harus bisa berdamai dengan masa lalu. Kau tidak hidup di masa itu Wang Sean!” teriak Mingmei marah. “Sebentar lagi usiamu berkepala tiga, kau harus memikirkan masa depanmu.” “Masa depanku sudah pergi, untuk apa aku merencanakan sesuatu yang semu.” Wang Sean menatap kakaknya tidak suka, ia benci selalu diatur dan diawasi. “Setidaknya kau memiliki wanita di sisimu, Sean…“  Mingmei mengusap air matanya. Ia tahu bagaimana rasanya kehilangan orang yang sangat dicintai. “Aku bahkan berpikir kau lebih tertarik dengan David daripada wanita sexy.” Sean menyisir rambutnya dengan tangan. Kekhawatiran Mingmei membuat ia tidak tenang. Ia pun tidak ingin berlama-lama menyelesaikan masalahnya. Rasa sakit dibalas dengan rasa sakit itulah yang Sean inginkan. “Jangan hidup dalam kematian, Sean. Berhentilah sekarang!”. Mingmei pergi meninggalkan adiknya, gadis itu harap Sean kembali seperti dulu.  Sean memejamkan mata, ia sudah melangkah begitu jauh, ia tidak akan berhenti. "Aku tidak akan berhenti sebelum menghancurkan David," gumamnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN