23

1202 Kata
“Dell, ini maksudnya apa?” tanya Kinan yang masih mempertahankan tatapan penuh selidiknya. Della menunjukan senyum polosnya kepada Kinan dan itu semakin membuat Kinan kesal. “Jawab Della, jangan senyum-senyum nggak jelas kaya gitu!” ucap Kinan tegas. “Iya, gua yang ngasih tau alamat rumah sakit ini. Abisnya tadi dia nanya, ya udah gua kasih tau aja,” jelas Della. Helaan napas Kinan sangat jelas terdengar. “Kenapa lo ngasih tau dia sih?” Kinan terlihat sangat frustasi kali ini, entahlah Della juga tidak tahu. “Ya maaf. Niat Gavin ke sini itu baik loh, Nan.” Kinan menggaruk kepalanya, rasanya kali ini kepalanya itu akan pecah. Gavin berada di sini, satu ruangan dengannya. Menatap matanya saja Kinan enggan, apalagi berbicara kepada lelaki itu. Sungguh, Kinan tidak membayangkan hal itu terjadi. “Kinan.” Kali ini Gavin membuka suaranya. Kinan mendongak menatap Gavin yang juga menatapnya dalam. “Kenapa?” tanya Kinan yang masih mempertahankan wajah datarnya. “Gua mau bicara sama lo,” ucap Gavin yang akhirnya menutarakan tujuannya. “Gua nggak bisa, kalo mau ngomong ya di sini aja,” ucap Kinan yang masih setia di tempat duduknya. Gavin menatap Della mencoba memberi isyarat lewat matanya untuk Della membantunya membujuk Kinan agar ikut dengannya. Della yang paham akan maksud dari tatapn Gavin, gadis itu pun melirik Kinan yang duduk bersebelahan dengannya. Sangat terlihat jelas jika Kinan memang tidak ingin berbicara dengan Gavin. “Nan, nggak ada salahnya lo ikut Gavin,” ucap Della lalu mendapat tatapan tajam dari Kinan. “Kalo kalian mau ribut, mendingan keluar dari kamar ini. Mama gua butuh istirahat. Lo juga Dell, kalo mau pulang, pulang aja gua bisa kok jagain mama gua sendiri. Makasih ya tadi udah jagain mama.” Della terdiam, gadis itu sangat tahu persis bagaimana sikap Kinan jika sudah tidak ingin berdebat. Contohnya seperti yang dicupakannya tadi. “Gua sama Pipin aja yang pulang. Oh ya, ini gua nitip buat mama lo, Kin.” Gavin memberikan satu kantung kresek berisi makanan kepada Kinan dan mau tak mau Kinan pun harus menerimanya. “Makasih,” ucap Kinan tidak ada sedikit senyum di wajahnya. Perasaan Gavin begitu kecewa, namun lelaki itu mencoba memahami bahwa kondisi Kinan saat ini juga membutuhkan waktu sendiri. Niat awal Gavin datang ke rumah sakit adalah ingin membantu biaya pengobatan Zena, namun mungkin Kinan sudah tahu rencananya maka dari itu Kinan menolak untuk diajak bicara. Setelah kepergian Gavin, Kinan dan Della saling diam. Kinan masih kesal kepada Della karena sahabatnya itu tidak bilang terlebih dahulu jika Gavin akan datang. “Nan, gua minta maaf ya,” ucap Della tulus. Gadis itu mencoba memecahkan keheningan yang sempat tercipta. Kinan menghela napasya pelan lalu menatap Della dengan senyum tipis yang terbit di wajahnya. “Lain kali jangan diulangi lagi ya.” “Lo kenapa sih sama Gavin? Ada masalah?” tanya Della mulai mencari tahu. “Gua kesel aja sama dia. Beberapa hari yang lalu tiba-tiba dia meluk gua di koridor sekolah,” jelas Kinan wajahnya terlihat kesla ketika membayangkan kejadian itu. “Dan sampai sekarang gua nggak tau alasan dia tiba-tiba meluk gua itu apa,” sambungnya. Della mengerutkan keningnya. “Gavin meluk lo?” tanya Della terkejut. Kinan hanya mengangguk tanpa kata. *** Tiga hari sudah Zena dirawat di rumah sakit dan Alhamdulillah keadaanya semakin membaik. Dokter pun turut memberikan selamat kepada Kinan karena sang mama berhasil melewati masa kritisnya. Dokter berpesan Kinan harus selalu menjaga Zena dan pola makannya. “Jadi mama saya kapan bisa pulang dok?” tanya Kinan. “Kemungkinan besar besok bisa dibawa pulang. Karena tadi juga waktu saya memeriksanya sudah tidak ada keluhan. Sesak napas sedikit itu wajar,” jelas sang dokter. “Alhamdulillah. Kalau begitu saya permisi ya dok,” ucap Kinan lalu beranjak dari duduknya meninggalkan ruangan dokter itu. *** Kinan tersenyum ketika pertama kali membuka pintu yang dilihatnya adalah wajah senyum Zena. Rasanya sudah lama Kinan tidak melihat senyum hangat itu. “Mama besok udah boleh pulang loh,” ucap Kinan nadanya penuh binar kebahagiaan. “Alhamdulillah. Mama juga udah bosan di sini rasanya pengen cepet-cepet pulang,” ucap Zena diakhiri dengan kekehan kecil. Kinan tersenyum tipis. “Maafin Kinan ya mah.” Wajah Kinan tiba-tiba berubah sendu. “Maaf untuk apa sayang? Mama sakit itu juga karena kehendak-Nya, sudah takdir.” Kinan hanya bisa tersenyum, gadis itu tidak bisa berkata-kata. Betapa baiknya hati wanita yang telah melahirkannya ke dunia, entah hatinya terbuat dari apa, begitu lembut dan pemaaf. Lelaki itu pasti menyesal telah meninggalkan wanita sekuat dan sehebat mamanya. Kinan menggelengkan kepalanya cepat ketika kembali mengingat lelaki yang telah tega menelantarkannya. *** Keesokan paginya, Zena, Kinan, dan Della sudah mempersiapkan diri untuk kepulangannya. Untung saja hari ini adalah hari minggu maka dari itu Della bisa hadir untuk membantun Kinan mengemasi barang-barang yang akan dibawa pulang. Pergerakan Kinan sedikit terbatas karena adanya Gavin di sana. Ya, lelaki itu tiba-tiba datang menawarkan diri untuk mengantarkannya ke rumah. Kinan tidak bisa menolak, jika menolak maka Zena akan memarahinya. Kinan mendengus kesal ketika melihat wajah Gavin penih binar kebahagiaan. Lelaki itu merasa menang ketika bisa mengalahkan perdebatan Kinan yang tiada tandingannya. Saat ini semuanya tengah berada di dalam mobil Gavin, mobil berwarna putih itu sudah melaju cepat membelah jalan sejak lima belas menit yang lalu dan selama itu pula Gavin tidak lepas dari tatapan tajam milik Kinan. Dengan jahilnya, Gavin mengedipkan sebelah matanya untuk menggoda gadis yang selama ini selalu saja memenuhi otaknya. Gavin tidak bisa mengelak, hatinya memang tengah terpikat oleh pesona Kinan. Kinan yang mendapat kedipan mata dari Gavin Kinan mendelik semakin tajam, bisa-bisanya lelaki itu menggodanya sementara di situ ada mamanya. “Terima kasih nak Gavin, kamu sudah mau mengantarkan tante dan Kinan,” ucap Zena memecah keheningan. “Sama-sama tan, lagi pula Kinan juga teman Gavin. Jadi, tidak ada salahnya jika membantu sesama teman,” ucap Gavin dengan senyum manis menghiasi wajahnya. “Kamu sangat baik sekali. Maafkan Kinan jika responnya kurang menyenangkan.” Kinan melirik Zena, gadis itu mengerutkan keningnya bingung. Bingung lantaran Zena bisa mengetahui tinkahnya saat ini. “Tidak usah bingung, sayang. Mama ini adalah wanita yang melahirkan kamu dan merawat kamu. Jadi, apa pun yang kamu lakukan mama pasti tahu, meskipun keadaan mama sudah tidak bisa melihat lagi,” ucap Zena terdengar kekehan kecil dari bibirnya. Kinan terdiam, yang dikatakan Zena semuanya benar. “Tidak pa-pa tan, mungkin Gavin harus lebih giat lagi mencari tahu sisi lembutnya Kinan,” ucap Gavin sembari melirik Kinan. Kinan merasa terpojokkan sekarang. di dalam mobil itu hanya Kinan saja yang terdiam. Della, jangan ditanya lagi. Gadis itu sedari tadi menahan tawanya dengan menggigit bibir bagian bawahnya. Della berani menampakkan ekspresinya karena di situ tidak ada Pipin. “Kalo mau ketawa, ketawa aja nggak usah ditahan,” ucap Kinan datar. Mobil Gavin akhirnya berhenti di depan rumah Kinan. Lelaki itu membantu Kinan mengeluarkan barang-barangnya. Sedangkan Della, gadis itu menuntun Zena masuk ke dalam rumahnya. “Nggak ada ucapan terima kasih buat gua?” tanya Gavin terdapat unsur sindirian di sana. “Lo yang maksa, jadi buat apa ucapan terima kasih buat lo?” Kinan melenggang pergi begitu saja setelah mengambil barangnya dari bagasi mobil Gavin. Gavin hanya bisa menghela napasnya pelan, lalu ikut masuk ke dalam rumah bergaya sederhana itu. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN