Semenjak kedatangan Airin dan mereka saling memuaskan nafsu, Tian tak pernah mendapati Riani aktif lagi mengganggunya. Bahkan sekarang sudah nyaris seminggu. Kerjaan perempuan itu hanya makan, tidur, bermain di kebun kelinci. Seperti itu seterusnya.
Bahkan saat Tian meminta dipuaskan, Riani tak menolak namun tak ada gairah di setiap hentakan yang ia lakukan.
Kini Tian sedang bermenung di ruang kerja di rumahnya. Memikirkan cara agar Riani mau diajak bicara. Setidaknya tanda tanya di kepalanya terjawab.
Ia meletakkan keras pena yang tadi ia pegang dan langsung keluar menuju kamar Riani.
Tanpa mengetuk, Tian langsung masuk begitu saja dan mendapati wanita itu tengah tertidur.
Tian melirik jam dinding yang ada di kamar Riani, dan jarumnya masih menunjukkan pukul delapan malam.
“Kenapa cepat sekali dia tidur?” tanya Tian dengan gumaman.
Tian melangkah masuk. Sebelumnya ia menutup pintu dan menguncinya terlebih dahulu.
Dengan gagahnya ia berdiri di tepian ranjang Riani, menatap wajah wanita itu yang tampak damai dalam tidurnya.
Tian berjongkok. Ia mensejajarkan wajahnya pada wajah Riani. Menatap pahatan indah ciptaan Tuhan tersebut.
Dengkuran halus yang Riani keluarkan membuat Tian tersenyum. Selama ini Riani bersamanya, kenapa ia tak sadari jika Riani tidur begitu nyaman dan mengeluarkan suara dengkuran halus.
Lagi-lagi ia menatap Riani dalam. Keheranannya belum juga hilang. Apa penyebab yang membuat Riani seperti ini. Diam tak mau bicara padanya. Apalagi saat kemaren mereka bercinta, Riani tak nampak aktiv. Biasanya Dia akan mendesah keenakan bahkan meminta lebih saat ia berusaha mencabut kejantanannya dari tubuh Riani.
Tapi kemaren, Riani tak bereaksi saat ia mencabutnya.
Tian mengangkat tangannya. Mengarahkan jemarinya pada anak rambut Riani yang menghalangi kecantikan wanita itu.
Ia berusaha sepelan mungkin agar tak mengganggu tidur cantik wanita itu namun ia salah. Usapan tersebut justru membuat Riani terganggu.
Tian langsung menarik kembali jemarinya dan melihat Riani menguap dan meregangkan tubuh.
“Kenapa kau tidur cepat?” Suara Tian yang terdengar bass, membuat Riani terkejut dan langsung melirik ke samping.
“Tian??” kagetnya.
“Kenapa tidurnya cepat?” tanya Tian lagi tanpa menghiraukan kekagetan Riani.
“Aku lelah..” jawab wanita itu singkat, “Ada urusan apa kau dikamarku? Bercinta lagi?”
Tian mengetatkan rahangnya mendengar pertanyaan ketus Riani. Dengan cepat ia mengambil posisi di depan Riani, meraih pundaknya dan mendorong Riani agar kembali telentang, padahal ia baru saja mendudukkan diri.
“Kau mau apa?” tanya Riani masih dengan nada ketusnya.
“Bertanya..”
“Bertanya?”
“Ada ribuan pertanyaan dibenakku saat ini, dan aku tak akan menanyakan semuanya. Hanya satu yang akan aku tanyakan..” Tian menghentikan ucapannya sementara..
Posisi tubuhnya yang menghimpit Riani membuat bagian bawahnya kembali mengeras.
Shit! Kenapa kau murahan sekali adik kecil.!! Batin Tian merutuki tubuhnya yang mudah tergoda jika sudah dengan Riani.
Ketegangan itu dirasakan Riani. Namun sebisa mungkin ia mencoba mengelakkan bagian bawahnya agar tak ditekan oleh kerasnya kejantanan Tian.
Namun aksi Riani ternyata membuat Tian mengeram. Miliknya semakin tersiksa seiring Riani yang bergerak.
“Jangan membuatnya semakin tersiksa Riani...” geram Tian membuat nya bersemu malu.
“Aku tak melakukannya..”
“Tapi kau membuat penisku berdiri..”
“Pe..pe..Tian. Jaga kosa katamu.” Gugup Riani.
“Kenapa? Benarkan? Dimana-mana, ini namanya p***s. Atau kau mau menggunakan istilah dari Indonesia? Kon....” Tian terbungkam saat Riani menutup mulutnya dengan telapak tangan. Bahkan ia belum sempat melanjutkan ucapannya.
“Jangan dilanjutkan!!” gertak Riani geram. Namun itu nampak lucu dimata Tian. Apalagi pipi Riani yang memerah.
“Kau malu?” bisik Tian di ujung telinga Riani.
“Ti...tidak. Kenapa malu..”
“Betul sekali. Kenapa malu. Bahkan kita sudah saling mendesah setiap saat dan saat penisku memasukimu kau bahkan tak sanggup berkata-kata saking nikmatnya.” Tian menatap Riani dengan tatapan menggoda, “benarkan?” lanjutnya.
Riani semakin dibuat merona. Dengan cepat ia memeluk leher Tian dan menyurukkan wajahnya di sela leher tersebut.
“Jangan diteruskan..” bisik Riani yang nyaris membuat Tian tergelak.
Saking asiknya saling menggoda, Tian bahkan sampai lupa tujuan awalnya memasuki kamar Riani.
“Sepertinya kau melupakan tujuaan awalmu datang ke sini..” Tian menatap mata Riani dalam saat kalimat itu meluncur dari mulut wanita itu.
“Benar. Sebenarnya ada satu pertanyaan yang mengganjal di kepalaku. Akhir-akhir ini kau kenapa?”
Deg! Riani terdiam. Ia tahu kemana arah pembicaraan Tian. Kemana lagi kalau bukan tentang sikapnya akhir-akhir ini yang berubah pendiam. Tapi semua ini salah siapa? Siapa suruh buat Riani marah.
“Hei..aku bertanya, dan butuh jawabanmu. Bukan diammu.” Ucap Tian membuat Riani terkejut dari lamunannya. “Apa karena wanita yang datang seminggu yang lalu?”
Riani lagi-lagi terdiam. Ia menatap Tian cukup dalam. Kediaman Riani membuat Tian akhirnya paham. Memang ini karena Airin.
“Tapi Airin yang...”
“Aaaa.. Namanya Airin. Bahkan kau hafal namanya..”
Tian terdiam. Ia mengernyit bingung dengan kalimat ketus Riani. “Cih..kenapa semua huruf dalam nama wanita itu ada padaku..” lanjut Riani yang masih dengan nada ketusnya.
“Kau cemburu?”
Plaakk!
Riani tertegun. Ia seolah tertampar dengan pertanyaan Tian barusan. Degupan jantung Riani menjadi tak karuan.
“A..aku? Cem..cemburu? Hahahah..mana mungkin.. Kau terlalu berhayal Tian, mana mungkin aku..”
“Ssssttt.. Aku tahu kau cemburu sayang. Riani tak seperti ini. Riani yang ku kenal itu jutek...”
Riani terdiam. Jarak wajahnya dengan Tian bergitu dekat.
“Tian..”
“Hm?”
“Jarak kita...”
“Kenapa jaraknya? Kau takut aku melumatmu?”
“Eh?” Riani semakin gugup. Dan kegugupannya semakin gila saat Tian merealisasikan ucapannya.
Dengan cepat Tian melumat bibir Riani penuh gairah. Ia meraih bibir atas dan bawah Riani secara bergantian.
Ciuman itu semakin panas saat Riani memberi akses masuk bagi lidah Tian untuk mencari lidahnya.
Gghhhhh...
Riani melenguh saat benda keras milik Tian menghentak keras miliknya. Walaupun masih ditutupi celana, namun Riani bisa merasakan jika Tian tak mengenakan celana dalam. Pria itu hanya mengenakan bokser kebesaran.
“s**t! Kau membuatku naik Riani.. Katakan padaku apa kau cemburu?” dengan kesusahan Tian masih belum mau menancapkan miliknya.
“Tidak..” jawab Riani cepat namun mungkin akan menjadi penyesalan baginya karena Tian lagi-lagi menghentak kuat kejantanan itu pada kewanitaannya membuatnya langsung mendesah nikmat.
“Katakan Riani apa kau cemburu??”
“Aku.. Ti..aaagghhh...” Tian dibuat geram. Pertahanan Riani masih kuat.
“Ri...”
“Aku.. Aku..aagghh..Tian jangan menggodaku...” desah Riani semakin kacau.
“Jawab pertanyaanku, apa kau cemburu?”
Aagghhh...
Desahan demi desahan keluar dari bibir seksi Riani pertanda ia menikmati perlakuan Tian padanya.
“s**t!! Iya. Iya.” Jawab Riani cepat. “Sekarang lakukan brengsek..” Tian tersenyum licik saat mendengar jawaban dari Riani.
Ia akan membicarakan nanti lebih lanjut dengan wanita yang kini tengah kacau dibawahnya ini.
Sekarang, ia harus menuntaskan nafsunya. Penisnya sudah berdenyut sakit karena belum juga memasuki sarangnya.
Tian mengangkat daster yang Riani kenakan, memperlihatkan v****a Riani yang tertutup celana dalam berwarna hitam.
Tian mengarahkan jemarinya pada bagian tersebut, mengusapnya pelan membuat Riani mendesah gila. Bahkan wanita itu sudah menjambak rambutnya sendiri saking tak kuatnya menahan kenikmatan akibat ulah jemari Tian.
Tian semakin gila menggoda inti Riani dengan jemarinya.
Tian menyampingkan kain penutup itu, menyingkap bagian inti Riani yang sudah basah kemerahan. Milik Riani sudah siap untuk dimasuki. Namun belum. Tian belum ingin memasuki penisnya ke sana, walaupun miliknya juga meronta minta di hentakkan.
Tangan kiri Tian menahan kain itu di pinggir gading tembab Riani. Sedangkan tangan kanannya mulai beraksi. Mengusap daging kenyal itu dari atas ke bawah. Memutarkan jemari telunjuknya di inti k******s Riani, mencubitnya bahkan menarik daging kenyal itu cukup kuat.
Bukan rasa sakit yang Riani rasakan, namun kenikmatan yang membuatnya semakin menggila.
Sampai tanpa aba-aba, jemari Tian semakin turun ke bawah, mencari lubang kenikmatan itu dan...
Aggghhhh....
*****