BAB 9 - LUNA

1118 Kata
LUNA POV. SAH! Suara dua orang saksi pernikahan gue dengan Pak Byan menggema dalam ruangan ini. Hari ini gue resmi jadi istri Pak Byan yang tidak lain adalah dosen gue sendiri. "Silahkan mempelai perempuan untuk mencium tangan suaminya," ujar penghulu yang menikahkan kami hari ini. Untuk beberapa saat gue hanya mematung, sebenarnya gue bingung hari ini adalah mimpi atau nyata. "Psssttt, Luna. Ayo cium tangan suami kamu." suara Ibu menginterupsi lamunan gue, dan gue dengan canggung meraih tangan Pak Byan kemudian mencium punggung tangannya. Pak Byan menepati janjinya untuk melangsungkan pernikahan secara privat, dan gue besyukur atas itu. Meskipun ada Nay yang ikut hadir di acara ini, karena kemarin gue tertangkap basah olehnya. Mau nggak mau gue menceritakan semuanya pada Nay. "Selamat ya Sayang, semoga kalian bahagia," ucap Bunda Pak Byan kemudian mencium pipi kiri dan kanan gue secara bergantian. "Terimakasih, Bunda," sahut gue seadanya. Nggak lupa senyuman termanis juga gue berikan. Kini giliran Ibu dan Ayah yang memberi ucapan, nggak banyak kata yang keluar dari keduanya. Apalagi Ibu, air mata mengucur keluar dari kelopak matanya membuat gue ikutan nangis juga. "Sayang, semoga kamu selalu bahagia dan pernikahan kalian langgeng sampai maut memisahkan." Tangis haru dari Ibu pecah saat mengucapkan itu. "Luna, pesan Ayah cuma satu jadilah Istri yang sholehah, hm?" Gue langsung menghambur ke pelukan Ayah. Menangis haru dalam pelukannya. "Mas, aku titip Adik aku, ya," ujar Bang Varo yang kini berdiri di depan Pak Byan. "Iya, akan saya jaga," sahut Pak Byan lugas. "Luna, Nenek sangat senang kalian berdua menikah. Ini adalah hal terindah dalam hidup Nenek, terimakasih untuk hadiah terakhir yang kamu berikan ini." ucapan Nenek yang paling membuat gue bingung, apa maksudnya dengan hadiah terakhir. "Nenek, jangan bilang begitu." Gue nggak bisa berkata banyak, seketika gue jadi nggak bisa mikir apa-apa. Setelah mendapat beberapa ucapan dari kerabat dan orang terdekat dari keluarga Pak Byan, gue diberi ruang untuk menikmati hidangan. Jujur, sekarang gue pusing banget karna belum sempat makan ataupun minum sejak pagi. Fyi, pernikahan ini berlangsung malam hari. "Luna, are you okay?" Pak Byan memegang pundak gue. "Iya Pak, saya baik-baik saja." suara gue jadi bergetar, karena pusing gue yang menjadi-jadi. "Loh, saya ini ...." Gue nggak bisa denger apa yang dikatakan oleh Pak Byan, telinga gue berdenging dan samar-samar penglihatan gue jadi buram. "Oh, No! Please jangan sampai pingsan." gue berteriak dalam hati. Bruk! Gue pingsan juga akhirnya, emang malu-maluin dah gue ini. Pingsan di saat hari sakral seperti ini. Perlahan, aroma minyak kayu putih mengembalikan kesadaran gue. Saat gue benar-benar sadar, di samping gue sudah ada Pak Byan yang duduk dengan sebotol minyak kayu putih. Dan matanya menatap intens ke arah gue. "Kamu ini pingsan atau tidur?" ujarnya membuka suara. Ck, elah Ferguso yang bener aja kalau ngomong masa gue tidur. Ya jelas gue pingsan lah! Gue mencoba untuk bangun dengan sisa tenaga yang masih gue punya. "Mau kemana kamu?" tanya pak Byan mencegat gue yang hendak turun dari ranjang. "Saya mau ke depan, Pak." "Ke depan mana?" Pak Byan menaikkan salah satu alisnya. "Dan juga, panggil saya Mas. Saya ini kan suami kamu." lanjutnya lagi. Gue hanya mengangguk, rasanya susah banget untuk gue mengucapkan kata Mas. Dan rasanya juga aneh saat mendengar dia mengucapkan bahwa dia adalah suami gue. Gue turun dari ranjang lalu berjalan menuju pintu, perut gue sudah meronta meminta makan. Apalagi tenggorokan gue, dari tadi demo meminta hak nya. Gue bergegas menuju meja prasmanan, mengambil makanan secukupnya untuk gue makan. Astaga, semua yang tersedia di atas sini adalah makanan enak! Gue sampai bingung harus memilih makanan yang mana karena semuanya terlihat menggiurkan untuk dimakan. "Luna, kamu kenapa sampai pingsan?" tanya Ibu, sepertinya Rosalinda akan mengeksekusi gue gara-gara gue pingsan tadi. "Luna belum sempat makan dan minum tadi, Bu. Jadi Luna pusing," sahut gue kemudian menyuap makanan ke mulut. "Ya sudah, kamu makan dulu sana. Ingat ya, hal ini jangan sampai terulang lagi saat resepsi nanti." Gue menganggukkan kepala pertanda mengerti akan ucapan Ibu. *** Akhirnya, acara pernikahan yang digelar selama beberapa jam berakhir dengan lancar. Malam ini gue tidur di rumah Oma. Badan gue rasanya gerah banget karena gaun pengantin tadi, gue berniat untuk berendam malam ini. Gue mengisi penuh bathtub lalu menuangkan sabun cair dan bubble bath bomb ke dalamnya. Setelah semuanya siap gue langsung menceburkan diri ke dalamnya lalu menikmati aroma sabun dan segarnya air dingin. Rasanya segar banget. Tapi malam ini gue nggak akan berlama-lama menikmati suasana ini karena takut besok-besok akan flu. Setelah membersihkan badan dan sisa makeup gue bersiap untuk tidur. Malam ini gue akan melewatkan ritual memakai skincare sebelum tidur, karena badan gue capek banget. Padahal ini hanya pernikahan yang berlangsung beberapa jam, apalagi nanti resepsi yang dilakukan seharian bisa-bisa remuk badan gue. Sedari tadi gue nggak meliat batang hidung Pak, eh maksud gue Mas Byan di dalam sini. Entahlah gue nggak peduli, lebih bagus kalau dia tidur di kamar lain. Gue bergegas naik ke atas ranjang lalu menghempaskan tubuh gue ke atas kasur yang super nyaman ini. Setelah dua puluh menit mencoba masuk ke dalam dunia mimpi, akhirnya gue berhasil memasuki dunia itu. Tapi kali ini gue memasuki dunia mimpi aneh itu lagi. Mimpi dimana gue berada di sebuah ruangan yang dipenuhi dengan cermin besar yang berdiri tegap. Gue menatap pantulan diri gue sendiri di semua cermin yang ada. Rasanya sangat menakutkan di tambah suasana yang mencekam banget. Seakan gue terjebak di dalam sana dalam waktu yang sangat lama dan nggak bisa keluar sama sekali. Gue berlari kesana-kemari, bahkan dalam mimpi itu gue menjerit meminta tolong. Tapi ruangan itu layaknya labirin yang membuat gue hanya berputar-putar tanpa bisa keluar. Gue hanya memutari tempat yang sama. Tapi gue terus berusaha mencari jalan keluar dan pada akhirnya gue hanya bisa menjerit ketakutan karena sama sekali nggak menemukan jalan keluar. "Aaaaaa!" Gue terbangun dengan keringat dingin yang menjalar di sekujur tubuh. Di kamar ini gue masih seorang diri, yang artinya Mas Byan belum masuk ke dalam sini sejak tadi. Nafas gue tersengal karena mimpi yang baru saja gue alami. "Kenapa mimpi itu lagi sih!" Gue menggerutu sembari mengatur nafas yang ngos-ngosan. Sebenarnya sejauh yang gue alami, jika mimpi itu datang, pertanda gue sedang demam. Dan benar saja, suhu tubuh gue perlahan mulai naik meskipun gue nggak tahu berapa suhu tepatnya. Badan gue tiba-tiba bergetar hebat dan kepala gue pusing banget. Meskipun mimpi tadi bukan apa-apa, tapi tetap, gue nggak suka dengan mimpi itu. Karena gue merasa takut banget saat berada di dalam momen seperti dalam mimpi tadi. Apalagi hanya seorang diri. Sedari dulu, seperti sudah menjadi bagian dalam hidup gue, mimpi itu selalu muncul disaat gue lagi sakit. Entah ini dinamakan berkah atau kutukan. Yang pasti gue nggak suka hal itu. "Ck, Luna harusnya tadi lo nggak usah berendam!" Gue merutuki diri sendiri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN