09: KEBAIKAN HATI

1491 Kata
Wajah Zeus terasa segar setelah dibersihkan dengan air sungai. Ia kemudian menatap hutan lebat yang seakan menyuruhnya untuk segera keluar. Ia memang berniat untuk melakukannya, jadi ia akan melanjutkan perjalanan. Ia menatap pohon buah yang ada di depannya, buah berbentuk cokelat dengan rasa yang manis dipetik untuk ia makan karena sedari tadi perutnya lapar dan ia sendiri tidak membawa bekal. Beginilah nasib seorang pengelana, harus siap mencari makanan di tempat yang dikunjungi dan seadanya. Bersyukur di hutan ini ada pohon berbuah yang buahnya tidak mengandung racun sehingga ia bisa membawanya untuk di perjalanan apabila kelaparan. Zeus menoleh saat samar-samar mendengar langkah kaki, ia pikir ada manusia yang datang, ternyata dua ekor harimau besar. Ia tidak yakin akan bisa menghadapi harimau yang ada di depannya, jadi memilih untuk langsing pergi sebelum harimau liar menyerangnya dan menjadikannya santapan. Ia tidak ingin mati muda di hutan karena masih banyak mimpi yang belum tercapai. Ia pun melangkah melewati pohon-pohon rindang sembari memerhatikan sekitar barangkali ada hewan buas yang bisa saja menyerang kapan saja. “Berhenti!” Suara teriakan membuat Zeus menghentikan langkah tetapi ketika ia menoleh ke belakang, tidak ada satu pun orang. Ia kemudian mendengar ringkikan kuda sehingga mendekati sumber suara. Ia tidak tahu sekelompok orang itu berasal dari mana tetapi pakaian mereka terlihat rapi dan membawa peralatan yang biasa digunakan untuk berburu. Namun, bukan untuk melakukan pemburuan, mereka menggunakan untuk menebang pohon besar. Ia pun mendekat dan kehadirannya membuat banyak pasang mata memandangnya. “Maaf, apakah kalian suka menebang pohon di sini? Ini memang hutan liar tetapi bukan berarti kalian bisa berlaku seenaknya.” Zeus tentu tidak lupa dengan Ape yang mengambil keuntungan dari hutan ini, jadi ketika ia bisa memperingatkan senjatanya dilakukan walaupun tidak yakin kalau ucapannya akan didengar. Salah satu pria yang berada di sana mendekat padanya, maka ia menunjukkan senyum ramah karena tidak ingin perkataannya di salah artikan. “Aku tahu apa yang kita lakukan, salah besar. Tetapi, kami harus membantu beberapa orang yang kehilangan tempat tinggal mereka. Kayu dari pohon ini akan kami buat untuk membangun pemukiman rakyat.” Pria itu menyuruh temannya untuk membawakan gulungan kertas dan ia pun langsung memberikannya pada Zeus. “Kami datang kemari karena hanya hutan ini yang bisa kami gunakan kayunya tanpa terlibat perkelahian hak milik. Kami mohon untuk izinnya, kamu orang sini kan? Perkenalkan, aku Daud.” Zeus sebenarnya agak ragu bahkan ketika ia sudah membaca gulungan kertas yang mempunyai banyak cap ibu jari tetapi karena ia enggan membuat masalah, maka ia pun mengangguk. “Aku harap kalian bisa menggunakan kayu pohon dengan baik agar tidak merugikan siapa pun. Kamu tidak perlu izin padaku karena aku hanya pengelana yang lewat.” Zeus mengembalikan gulungan kertas pada Daud karena ia tidak akan membawanya pulang. “Apakah kalian sering datang ke sini?” “Aku pikir kamu tinggal di wilayah dekat sini karena kamu peduli dengan hutan ini.” Daud memberikan kembali gulungan pada temannya. “Aku sering melihat pengelana tetapi tidak tahu kalau ada yang setampan dirimu. Kamu sepertinya bukan pengelana sembarangan, di mana kamu tinggal? Kami baru datang ke sini sekarang jadi akan mengambil batang pohon yang sudah tua agar hutan ini tidak tandus.” Daud memerhatikan teman-temannya yang sedang mencoba merobohkan satu pohon yang ia taksir usianya hampir puluhan tahun. “Kepedulian terhadap hutan bukan hanya dilakukan pada orang yang tinggal dekat dengan hutan itu saja kan?” Zeus menatap Daud yang mengangguk. “Terima kasih atas pujiannya tetapi aku merasa tidak tampan. Aku Zeus dan berasal dari negeri Etanio." Seketika kening Zeus mengerut karena Daud membelalakkan mata. Ia sendiri tidak tahu alasan Daud bisa begitu kaget dengan apa yang ia katakan. Daud mendadak tertawa kemudian menepuk pundaknya. “Aku tahu kenapa negeri Etanio punya perekonomian yang makmur, kamu mungkin bisa menjadi salah satu penerusnya. Mereka sangat disiplin bukan? Aku pernah bermimpi untuk tinggal di sana, sayangnya aku tidak bisa meninggalkan keluargaku.” Daud cukup tahu mengenai negeri Etanio yang beberapa dekade sering mengalami masa kejayaan dan tentu tetangganya negeri Terate yang juga tidak kalah pamor. Ia tidak menyangka akan bertemu dengan pengelana dari negeri Etanio, sangat menakjubkan hanya dengan melihat parasnya saja. “Aku tidak mengerti perkataanmu,” kata Zeus sebab ia sendiri tentu tidak bisa menjadi penerus negeri Etanio karena tidak berasal dari keluarga istana. “Sebagian orang yang tidak mengenal penduduk Etanio pasti mengira sangat disiplin, padahal semuanya terasa sama. Orang juga bisa membuat kecerobohan dan tidak ada yang bisa menjamin kalau kedisiplinan bisa memakmurkan perekonomian. Etanio bisa makmur karena bisa mengelola sumber daya alam yang ada.” Zeus terkadang bangga bisa menjadi bagian dari negeri Etanio, ia jadi tidak sabar untuk pulang ke rumah. “Kamu benar. Pengelolaan sumber daya alam memang penting untuk suatu negeri kecuali tanpa adanya yang berusaha untuk memanfaatkan situasi. Aku mengerti sekali kalau negeri Etanio bisa makmur karena tidak ada orang yang serakah. Berbeda dengan negeri yang kami tinggali, para petinggi suka sekali memakan uang rakyat sehingga yang menjadi korbannya rakyat juga.” Daud menghentikan ucapannya karena tidak ingin bercerita lebih lanjut. “Apakah kamu akan pergi sekarang? Kamu tidak membawa kendaraan?” Daud baru sadar kalau Zeus tidak membawa kuda padahal biasanya pengelana akan pergi dengan mengendarai kuda tetapi kali ini tidak. Ia bahkan tahu perjalanan menuju Etanio masih jauh sehingga pasti akan sangat melelahkan. Zeus tersenyum. “Aku membawa kendaraan. Kudaku aku dipinjamkan pada seseorang yang tadi hendak dirampok. Aku sendiri bisa pulang dengan jalan kaki karena sudah lama juga tidak menikmati sensasinya walaupun tidak tahu akan bisa sampai negeri Etanio kapan. Aku tidak bisa membiarkan orang lain kesusahan apalagi mereka sudah tua." Sepasang suami istri yang ditolongnya, mengingatkan pada orang tua sehingga Zeus tidak tega kalau membiarkan mereka pulang ke negeri Preid tanpa kendaraan. Daud merasa takjub dengan kebaikan hati Zeus. Ia mungkin sekarang juga tengah melakukan kebaikan tetapi tetap saja berbeda dengan Zeus yang rela menyusahkan diri untuk bisa membantu orang lain. Ia kemudian mendekati temannya setelah meminta izin menjauh sebentar. Ia lalu melepaskan tali kuda dari batang kayu dan menuntunnya menuju Zeus. “Kami membawa banyak kuda sehingga ada baiknya jika kamu mengendarai salah satu kuda kami untuk pulang. Perjalanan menuju Etanio masih jauh, jika kamu tetap berjalan kaki, pasti akan sampai esok hari sedangkan mengendarai kuda pasti kamu bisa sampai sore ini.” Daud menyerahkan tali kuda pada Zeus. “Aku bukan ingin menolak bantuanmu, tetapi aku tahu kamu dan teman-temanmu membutuhkan kuda untuk membawa kayu, jadi sebaiknya tidak usah.” Zeus tidak ingin Daud merasa kesusahan jika memang apa yang dilakukannya demi kebaikan. Ia bahkan tidak masalah apabila harus sampai ke negeri Etanio pada esok hari karena itu artinya ia bisa menikmati perjalanan ini lebih lama lagi. Ia menatap kuda lalu mengelus bulunya yang halus. Ia tidak akan menggunakannya karena tahu bukan hanya ia yang membutuhkan. “Apakah kamu yakin?” Daud merasa kasihan pada Zeus sehingga ia ingin membantunya. “Aku dan teman-temanku tidak masalah apabila satu kuda kami pinjamkan padamu karena kami yakin kamu jauh lebih membutuhkan. Kami biasa membawa kayu secara bergantian sehingga aku pikir kamu bisa menggunakan kuda ini untuk pulang. Apa kamu tidak ingin bertemu keluargamu dengan cepat? Aku yakin anak dan istrimu pasti cemas.” Daud tidak bisa membayangkan apabila Zeus belum sampai di rumah, kelihatannya seperti sudah mempunyai istri. Jadi, ia ingin Zeus menerima bantuan yang diberikan. Entah berapa orang lagi yang akan mengira kalau ia sudah menikah, Zeus tidak tahu dari mana seseorang bisa berkesimpulan begitu. Apakah wajahnya terlihat seperti pria yang sudah laku? Ia bahkan belum mempunyai kekasih. “Aku sangat yakin, jadi sebaiknya kamu menggunakan kuda ini untuk keperluanmu. Meskipun aku tahu ibuku akan cemas tetapi aku akan menjelaskan dengan baik padanya dan aku yakin dia akan mengerti. Aku belum menikah,” kata Zeus sambil menatap wajah Daud yang terlihat bingung tetapi langsung menunduk. “Maafkan aku,” ujar Daud. “Aku pikir kamu sudah menikah karena aku bisa melihat kalau kamu sangat dewasa tetapi ternyata belum.” Daud menjadi malu karena tebakannya salah. “Baiklah kalau kamu tidak ingin menggunakan kuda ini, aku juga tidak akan memaksamu untuk menggunakannya apabila tidak mau. Aku sekali lagi meminta maaf.” Daud memanggil temannya dengan tangan melambai, ia lantas membisiki sesuatu sebelum temannya pergi dengan membawa kuda untuk dikembalikan ke tempat semula. “Aku harus membantu teman-temanku, jadi pembicaraan ini sampai sini saja.” “Ya, kebetulan sekali aku juga harus pergi. Sampai bertemu lagi.” Zeus melambaikan tangan pada Daud kemudian berjalan menjauh. Ia menyusuri jalanan hutan berlumpur karena tidak ada jalan lain yang bisa dilewati. Ia dengan hati-hati berusaha agar tidak menginjak terlalu menekan karena takutnya sepatu yang dipakai malah berlumuran lumpur atau bahkan ia jatuh seperti sekarang ini. Ia menghela napas sambil mencoba untuk bangun tetapi tangannya menyentuh sesuatu yang terasa sangat licin. Ia segera bangun karena ada ular dan membersihkan tangannya sembari menjauh. Untung saja ular itu tidak mematuk tangannya, jika sampai melukainya, ia tidak tahu nasibnya akan seperti apa. Ia memutuskan untuk tidak istirahat sampai mendatangi negeri Etanio. Ia harus segera pulang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN