She's Gone

1011 Kata
Arthur terbangun tanpa siapapun menemaninya diranjang. Jane... Gadis itu telah pergi entah sejak kapan, biasanya Jane akan menunggunya terbangun sembari menatap wajahnya dengan kedua mata indahnya. Namun pagi ini, serasa ada yang berbeda. Tak ada tubuh mungil yang menghiasi ranjangnya, Arthur mendesah resah. Semenjak semalam gadis itu berperilaku aneh, apa dirinya telah berbuat kesalahan sehingga menyakiti gadisnya? Arthur beranjak dari tidurnya, menuju kamar mandi dan segera membersihkan diri. Ketika ia membuka pintu, lagi-lagi Arthur mendesah. Kekacauan semalam membuatnya mengingat bagaimana gadis itu menangis dibawah lantai, barang-barang berserakan dan percikan air serta bath-ub yang masih terisi air. Mungkin setelah mandi Arthur akan memanggil seseorang untuk membersihkannya, karena pria itu tidak pernah mempekerjakan seorang maidpun dirumah besar ini. Ia hanya akan menelpon dan memesan seorang untuk membersihkannya, selebihnya... Rumah itu akan sepi seperti tak ada yang menghuni, apalagi setelah kepergian putri semata wayangnya. Arthur berdiri dibawah pancuran shower, mengadahkan kepalanya seraya menutup mata menikmati setiap guyuran air yang membasahi tubuhnya. Cukup lama ia berdiam diri diposisi itu, sampai dirinya teringat untuk segera pergi kekantor. Sahabatnya sekaligus menantunya itu pasti akan menunggunya diruang rapat pagi ini, Arthur lalu mengambil handuk, membersihkan seluruh tubuh dan rambutnya yang basah. Ia memasuki walk-in-closet, memilih jas berwarna biru gelap dengan dasi berwarna senada. Arthur berdiri dihadapan cermin besar yang ada didalam sana, menatap dirinya sembari merapihkan dasi dan jasnya. Ia memakai arloji dan cincinya, ciri khas yang selama beberapa tahun ini tak pernah ia tinggalkan. Ia melirik arlojinya, jam baru menunjukan pukul 7 pagi. Ia harus segera membuat sarapan untuk Jane sebelum gadis itu berteriak lapar... Arthur lalu keluar dari kamarnya menuruni tangga menuju dapur utama, ia melirik sekilas kamar Jane. Arthur mengernyit, pintunya terbuka lebar tanpa ada seorangpun diatas ranjang. Arthur berpikir mungkin gadis itu sedang mandi. Tapi tunggu dulu... Tidak biasanya Jane membuka lebar pintu kamarnya, apalagi pada saat mandi. Dan biasanya gadis itu akan terbangun jika dirinyalah yang membangunkannya, Jane tidak bisa bangun pagi tanpa Arthur yang membangunkannya. Arthur terhenti, ia berpikir sejenak lalu membalik badan menuju kamar Jane. Dengan langkah besar ia memasuki ruang tidur keponakannya itu, berharap yang dipikirkannya barusan tidak benar adanya. Arthur menatap sekeliling, ranjang terlihat rapi. Begitupun meja dan rak-rak buku, tidak seperti biasa kamar Jane selalu berantakan jika bukan Arthur yang membersihkannya. Wajah tampan itu mulai panik, Arthur menuju pintu kamar mandi dan membukanya. Lagi-lagi kosong... Hanya tetesan air yang ada diwestafel dan selebihnya ruangan itu bersih seperti yang lain, seperti sedia kala ketika gadis itu belum menginjakan kakinya dirumah ini. Arthur mulai gusar, ia terus memanggil nama Jane tapi tak kunjung ada jawaban. Seketika Arthur menatap lemari besar yang biasa diisi pakaian gadis itu, Arthur membukanya dengan kasar. Tak sanggup menunggu lebih lama lagi ia hampir saja mengamuk tak mendapati gadis itu didalam kamarnya. SHIT!!! Umpat Arthur setelah melihat lemari dengan cat berwarna kecoklatan itu tengah kosong, tanpa ada sisa apapun. Tanpa sehelai benang atau sebutir debu yang ada disana, Arthur menjambak rambutnya frustasi. Ia berjalan keluar dengan langkah besar sembari mengeluarkan ponsel dari dalam sakunya dan menekan tombol panggilan. "Zach, temukan Jane! Bagaimanapun caranya!" ujar Arthur kepada salah satu orang kepercayaannya dan langsung memasuki audinya. Ia menggenggam kemudi dengan erat, sementara kedua mata tajamnya melirik kesegala arah sambil melajukan mobilnya.... Jane... Gadis itu telah pergi darinya... ... Arthur membanting pintu mobil ketika tiba digedung perkantoran miliknya, darahnya hampir mendidih mengingat gadis itu belum ia dapatkan. Dan kini Zach belum dapat memberi informasi tentang keberadaan Jane, ia hampir saja menabrak seseorang jika tidak teringat akan rapat pentingnya hari ini. Pria itu menuju lift, tak menghiraukan sapaan karyawannya yang biasanya selalu ia balas dengan ramah. Wajah tampan itu nampak datar, mungkin semua orang telah terbiasa dengan itu. Namun aura dingin dan kekejaman kali ini sungguh berbeda dari yang terpancar biasanya. Ting... Arthur keluar dari dalam lift menuju ruangannya, ia membanting pintu seketika membuat semua orang yang ada disana terdiam. Arthur tertunduk lesu, kedua tangannya menopang dimeja sementara dirinya masih betah berdiri. Sepanjang perjalanan tadi ia terus mengumpat kepada Zach, padahal pria itu sedang berusaha menemukan Jane. Tidak mudah menemukan seseorang dikota yang sangat besar itu, belum lagi Jane adalah seorang pendatang. "ada yang mengganggumu, bro?" ucap seseorang dibelakang Arthur, sambil bersandar dipintu yang entah sejak kapan telah terbuka. Arthur mengenali suara besar yang tak lain adalah pria yang selalu menjahilinya itu... "bukan urusanmu" balas Arthur ketus, sungguh ia tidak ada waktu untuk berdebat dengan sahabatnya itu. Ia harus segera menemukan Jane. "kau tidak mengikuti rapat pagi ini, bahkan si kurus itu hadir sangat awal" ucap Ethan, Arthur memijit pangkal hidungnya mendengar ocehan Ethan. "apa yang terjadi Arthur?" "percayalah, aku dapat membantu" ucapan Ethan barusan membuat Arthur berbalik kearah Ethan. "apa Jane bersama Andrea?" tanya Arthur penasaran. "apa? Jane? Tidak ada. Andrea bahkan tidak pernah keluar rumah semenjak kehamilannya" ucap Ethan santai, Arthur membuang nafas kasar. Ia terduduk dikursinya dengan lunglai. "Jane pergi..." ucapnya parau, sementara Ethan menanggapi hal itu dengan biasa. Urusan percintaan seperti itu selalu terjadi, batin Ethan. Apalagi Jane bisa diartikan hanyalah sosok simpanan yang tak pernah Arthur tunjukan kesorotan media, berbeda dengan Andrea... "well, kau harus berusaha keras kalau begitu" ujar Ethan sambil tersenyum simpul. "oh ya... Andrea menitipkan salam" ucap Ethan sebelum akhirnya benar-benar pergi dari ruangan Arthur dan menutup pintunya kembali. Kring... Kring... Arthur segera meraih ponselnya, terdapat nama Zach disana dan ia segera menekan tombol sambungan. "kau dapat sesuatu?" "yes sir, aku mengikuti gps nya dan yeah... Keponakanmu itu berada disebuah penthouse mewah milik seorang produser ternama" "katakan siapa dia!" ucap Arthur tak sabaran sembari menggenggam kuat ponselnya. "kau tahu, Johnatan Freez?" ucap pria yang ada diseberang telpon yang tak lain adalah Zach. "Sial." Arthur membuang ponselnya hingga memecahkan lemari kaca yang berada tak jauh dari meja kerjanya. Wajahnya memerah menahan amarah dan dadanya yang mulai bergemuruh, mengapa gadis itu meninggalkannya demi pria lain. Mengapa Jane lebih memilih pria lain sementara ada dirinya selama ini bersamanya. Pertanyaan gila itu berputar dikepala Arthur, ia segera menuju ketempat yang Zach tunjukan tadi sebelum memberi tahu sekertarisnya untuk mengatur ulang jadwalnya hari ini. Arthur mengepalkan jemarinya, butuh siksaan yang nyata untuk hukuman yang gadis itu peroleh...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN