Sejak kejadian tadi Ibas terus saja diam. Kepalanya tertunduk nampak seakan menyesal. Walau dalam hati, Yah gak nyesel juga. Kan enak! Di depannya ada Selly yang terus memperhatikan Ibas dengan tatapan nyalang.
'Ahk..., gak nyangka aku manusia yang seperti ini. Lihat bibirnya langsung mau disosor aja!' Ibas terus bicara dengan dirinya sendiri. Mungkin habis dari sini. Ibas mau memandikan isi kepalanya yang kotor. Tangannya terkepal, gimana kalau sampai Selly menganggapnya seperti dulu. Serakah dan cuma mau memiliki. Perlahan ia melirik Selly, kebetulan gadis itu sedang mengikat rambut sehingga mengekspose kulit lehernya. Ibas menelan ludah kasar! Berarti bukan otaknya yang salah. Tetapi Selly, mengapa tampilannya begitu menggoda iman. Mana Ibas gak ada alim-alimnya lagi, dipancing dikit langsung deh mau menerkam mangsanya.
"Udah nyeselnya? Sekarang makan yuk!" Selly mengendurkan ancamannya yang gak mau ngomong sama Ibas sebelum dia merenungi kesalahan.
Ibas bangun dari kursi makan. Ia menghampiri Selly yang berusaha memasang apron di tubuhnya. Melihat Selly kesulitan menyimpulkan tali apron. Ibas berinsiatif mengikatkan. Dia sudah berdiri di belakang Selly dengan dadanya yang rapat ke punggung Selly.
"Eeh, mau ngapain lagi?!" Selly menambah kewaspadaan. Tangannya dipakai menutup leher juga bibir yang tadi Ibas kecup berulang
Ibas mendengus. "Gak mau ngapa-ngapain!" belanya. Kok sebel,ya. Selly terlalu meremehkan niatannya.
"Bohong. Tadi juga gitu! Inget.., mulai sekarang aku tuh udah gak percaya lagi sama kamu." Selly melotot kearah Ibas. Bisa-bisanya mengambil kesempatan dalam kesempitan. Masih jelas teringat setelah Ibas mencium bibirnya. Kecupan lelaki itu beralih ke rahang sampai leher. Suara desahan yang lolos dari bibirnya sendiri bahkan masih teriang di telinga. Selly sebetulnya malu sama reaksi tubuhnya kala Ibas menjilat lehernya. Kalau saja Ibas gak menggigit bagian itu. Mungkin Selly masih terbuai di atas ranjang bersama pria lebih muda darinya itu.
Selly menggeleng pelan. Dia harus melupakan kejadian itu secepatnya. Tapi gimana mau lupa, kalau orangnya nempel terus kayak anak lintah.
"Ngapain sih di belakang aku. Minggiran gak?!" Selly menyikut Ibas. Sayang lelaki itu cuma mau mundur selangkah.
"Kamu mau masak apa?" Ibas mau tahu. Di depan Selly cuma ada kentang, wortel dan beberapa sayuran yang gak Ibas kenal namanya. Dia sebetulnya sangat jarang makan sayur. Jadi Ibas menyeritkan alis. Sedikit tidak tertarik. Tapi, tatapan Selly juga antusiasnya memasak mengundang selera makan Ibas.
Seraya tersenyum miring dia jadi membayangkan Selly jadi nyonya rumah. Setiap hari memasak untuk suaminya tak lain Ibas. Dan kalau Ibas gak mau makan karena sikapnya yang suka pilih-pilih itu. Selly akan memarahinya seperti memarahi anak kecil yang gak suka makan. Apalagi posisi seperti Ini. Ibas makin berkhayal jika dirinya bisa membantu nyonya rumah memasak sambil memeluk dari arah belakang berlanjut bercinta di dapur.
Heh! Sepertinya otaknya kotor beneran nih! Ibas mengusap kasar wajah dengan kedua tangan. Tolong, di dekat Selly dia gak kuat. Tapi kalau menjauh lebih gak kuat. Demi memuaskan keinginan akhirnya Ibas meletakkan tangan di bahu Selly... Seperti ini masih aman,'kan?. Semoga saja Selly gak tahu fikiran-fikiran liar yang hinggap di benaknya cuma karena memegang bahu ramping Selly.
"Aku mau bantu dong!" Ibas berinisiatif mencairkan suasana. Ia gak ingin karena sikapnya, Selly berusaha menjauh. Cukup dijauhi sekali dan itu sangat sakit.
Selly mendongak. Ibas meletakkan dagunya di kepala Selly, waktu gadis itu merubah posisi. Kedua mata mereka kembali bersiborok. Dengan jelas, Ibas bisa melihat bibir Selly, jika saja ia menurunkan wajah sedikit. Mungkin dirinya dapat menggapai birai itu kembali.
"KENTANG!!!
"Sini aku kupasin kentangnya." Berkat ilmu ngelesnya. Ibas terselamatkan dari godaan syaitan. Ibas memegang pisau dan kentang. Ini mau diapain? Ya Tuhan kenapa waktu kuliah magister dan kedokteran dia gak pernah dapat ilmu mengupas kentang. Tadi saja dirinya terlihat sangat yakin sekali mau membantu Selly. Ibas melirik Selly, ahk.., bodo amatlah! Kupas yah tinggal kupas. Demi terlihat jadi calon imam yang baik.
"Eeh, Ibas kenapa daging kentangnya kamu potong. Ini tuh masih ada kentangnya. Kan sayang!"
"Nanti aku beliin lagi." Ibas adu argumen. Ia gak terima dibentak cuma gara-gara kentang yang gak seberapa itu. Tapi Selly menghembuskan nafas kasar.
"Beli.., beli. Dasar konsumtif! Udah kamu duduk aja." Selly mengusir Ibas. Pokoknya mulai detik ini lelaki itu gak boleh masuk dapur. Bikin riweuuh saja tauk.
"Tapi aku masih mau bantu kamu." Ibas merajuk, walau gak mahir minimal hargailah usahanya. Dimana-mana setiap usaha akan selalu ada dua hasil yaitu, gagal atau berhasil. Tapi yang pasti, tidak akan pernah maju tanpa usaha.
Selly sebenarnya merasakan niatan tulus Ibas. Akhirnya dia mengijinkan Ibas melihatnya saja memasak. Lagipula ia memang tidak suka dicampuri waktu memasak.
Setengah jam berlalu. Namun Ibas belum bisa menerka apa yang ingin Selly masak. Dengan penasaran Ibas kembali bicara.
"Aku tahu, kamu pasti mau masak sayur sop!" Kalau sekedar tebak, sih dia bisa. Apalagi Selly sudah merebus sayuran ditambah jamur dan baso.
"Correctly!" Selly mengacungkan dua jempol. Mengambil sendok dan meminta Ibas test rasa.
"Lho. Kalau cuma sayur kenapa gak beli aja?" Kenapa harus berlelah-lelah di depan api kalau beli itu mudah? Yah masakan Selly enak. Cuma kan, Ibas gak mau Selly capek.
Tetapi jawaban Selly juga ada benarnya. "Bas, kalau kita masak sendiri, kita bisa tahu. Komposisi bahannya. Jauh lebih bersih dan hemat!"
Bagian terakhir buat Ibas terkekeh. Selly gak perlu hemat jika sama dia. Namun, usaha gadis itu buat mengirit pengeluaran juga sangat mengagumkan. Mungkin Ibas bisa bolak-balik ke Mekah kalau bininya Selly.
Selly nampak sendu. "Dan saat masak, kita juga mendapat pelajaran. Yaitu setiap hal selalu diawali dengan proses. Gak ada yang langsung jadi." Lanjutnya sambil menggoyang-goyangkan spatula.
Sayangnya Ibas tidak begitu mendengar, ia lagi teringat malam itu. Apa Selly merasakan kesedihan yang sama. Ibas mencengkram pergelangan Selly.
"Malam itu, semua yang kamu bilang itu bohong kan? Katakan! Kamu gak betul-betul berharap kita gak pernah lagi saling bertemu,'kan? Lalu.., kenapa setiap kali Rian dan Manda mengundang. Kamu selalu beralasan gak bisa datang?! Kenapa, Hah?" Ibas gak tahan lagi. Ia takut rindu ini hanya ada dalam hatinya. Selly memutar pergelangan mencoba kabur dari Ibas.
"Berapa kali lagi kita harus membasahnya. Kalau kamu tanya, apa aku sengaja menghindar selama ini. Jawabannya iya. Aku udah gak mau kenal kamu lagi, Bas!" Bibirnya mungkin bisa berbohong tapi ekspresi Selly justru kecewa pada dirinya sendiri. Kenapa ia jadi begitu takut dengan hasil?
Ia takut saat dirinya memperjuangkan perasaannya ke Ibas, malah lelaki itu gak akan pernah jadi miliknya. Ia resah, proses panjang yang dilalui hanya membawa pada kekecewaan. Sisi lain, Selly merasa menghianti idealisme'nya sendiri yang percaya lebih penting proses sungguh-sungguh. Masalah hasil, kembalikan lagi kepada SANG pemilik kehidupan
Ibas pun kecewa, tapi beruntung dia mengenal Selly lebih banyak dari cara gadis itu mengenal dirinya sendiri. Pasti Selly gak tahu tampang terlukanya. Dan sekarang wajah Selly menunjukkan semua itu. Tidak tahu apa yang jadi pertimbangan Selly. Namun, itu bukan urusan Ibas. Urusannya adalah menyakinkan Selly kalau cintanya tulus. Semua orang kan bisa berubah.
Sewaktu pegangan tangan mereka hampir terlepas, Ibas malah menarik Selly kuat. Sampai gadis itu tertubruk dengannya.
Ibas tersenyum tampan. Gak ada yang bisa memungkiri wajah don juan-nya. Pun rayuan maut terlontar.
"Sangat menyakitkan menghabiskan waktu tanpamu. Bagaimana denganmu, Hah!" Jemarinya berlabuh di pipi Selly membelai lamat. Selly mengigit bibir bawahnya. Tidak, ia gak mau buka mata. Nanti malah tersesat dalam tatapan sang adam.
Ibas menjauhkan wajah. Kenapa Selly menggigit bibir? Itu bikin dia tertawa.
Tidak ingin mengecewakan, Ibas membingkai wajah Selly untuk menyatukan dahinya dengan dahi Selly. Hembusan nafas Ibas membuat Selly bertanya. Pelan gadis itu membuka mata. Tapi ia malah memejamkan mata...
Omo... Meleyot, Sayang!