PART 7

1178 Kata
Di mata Kim, Dave terlihat menarik napas dalam-dalam dan menghembuskan semuanya secara kasar. Dadaa bidang Dave pun ikut naik turun, menatap lurus ke arah Kim, seoalah laki-laki itu sedang menyibak banyak sekali sekat yang terbentang di antara mereka. “Tuan, tenangkan diri Anda,” bisik Andrew mirip sebuah desisan yang membuat Kim mengulum senyum. Dave adalah pria yang tidak dapat menyembunyikan perasaannya. Ia bagai etalase toko. Semua terpampang jelas dan sialnya Kim menyukai kenyataan di hadapannya saat ini. “Anda bisa mengusahakan hal itu selama tiga hari, bukan, Tuan Stanton?” tanya Kim mengulangi kalimatnya, sekaligus juga ingin memastikan. Alih-alih mendapatkan jawaban cepat, Kim malah mendapatkan tatapan yang lebih tajam dari sebelumnya dari Dave dan ia bersikap seolah mengabaikannya. Tak terjadi apa pun di sana, walau sebenarnya Kim ingin sekali memaki kesombongan si pria bermata abu dengan perbincangan konyolnya di ponsel sialannya tadi. Andrew Stanton, ia pun tampak bingun menatap Kim dan Dave secara bergantian. “Ya, aku rasa ... Itu semua dapat diusahakan, jika memang kalian berdua ini ... benar-benar menginginkannya. “Tentu saja. Bukan begitu, Dave?” sela Kim terkekeh melirik Dave yang memicingkan sebelah matanya. Laki-laki itu mengulum bibir dan rahangnya tiba-tiba saja terlihat kaku. “Bagaimana, Tuan Brown?” tanya Andrew Stanton sekali lagi. “Aku juga akan menikah. Tidak hanya dirimu, Tuan Brown. Ini kau lihat!” Namun, Kim lagi-lagi menyambar ocehan Tuan Pengacara itu sembari menunjukkan jemarinya yang sudah tersemat cincin emas putih di sana dan sukses membuat kelopak mata Dave terbuka lebar, “Oke. Kami sudah sepakat, Tuan Stanton.” Andrew pun memandang Kim dengan wajah penuh kebingungan, sebelum ia menatap ke arah Dave yang kini telah berpindah tempat, duduk di kursi kebesarannya yang berada di balik meja kerja. “Besar harapanku padamu, Tuan Stanton. Aku telah mengetahui reputasimu sebagai seorang pengacara handal, dan tentunya ... Dave membayarmu dengan sangat mahal, bukan?” Kim melirik Dave yang tampak kesal. “Apa kekasih barumu tahu masalah ini?” Pertanyaan yang membuat Kim terdiam beberapa detik, menoleh ke arah Dave dengan gerakan anggun, tanpa mau repot-repot mengurangi senyuman di wajah cantiknya. Pertanyaan itu yang menjebak bagi Kim. Dave sangat cerdas untuk permainan kali ini. Kim menghela napas panjang dan menghembuskan semuanya satu demi satu. Tatapan matanya mengarah lurus pada Dave, lalu ia bertanya hal yang sama, “Apa wanita yang kau panggil ‘honey’ juga tahu akan hal ini, Tuan Brown?” Wajah Dave berubah pucat dan tatapannya kosong seolah dirinya menghilang dari dalam raganya yang kekar. “Persidangan akan dimulai besok, Nona Jhonson.” “Senang mendengarnya,” timpal Kim masih menatap Dave yang mendengus kesal. Suasana berubah menegang dan semua menyadari hal itu sampai ketukan sebanyak tiga kali terdengar. Seorang gadis cantik di balik meja yang berada tepat di seberang ruangan Dave. Gadis bernama Lucy. Ya itu nama yang terpampang di mejanya. Ia masuk bersama dengan seorang pelayan wanita pula, membawa sebuah nampan berisikan tiga buah cangkir dan dua buah teko. Lucy lalu pergi secepat ia datang dan Kim kini telah duduk kembali di sofa kulit berwarna hitam. “Persidangan akan dimulai besok pukul sepuluh pagi. Apa Anda bisa datang lebih awal, Nona Jhonson?” Andrew bertanya saat Kim hampir menyeruput teh yang ia tuang ke dalam cangkir. Wanita berambut cokelat keemasan itu tidak serta merta menjawab, hingga sang pengacara kembali mengajukan pertanyaan lainnya padanya, “Selama beberapa hari di New York, Anda akan tinggal di—” “Aku akan tinggal di hotel,” sela Kim cepat, menatap Andrew dari atas tepian cangkir yang dipegang, sebelum kembali berkata-kata, “Oh, iya. Bisakah aku meminta bantuan dari sekretarismu untuk mencarikanku hotel yang berada dekat dengan tempat persidangan, Dave?” Lagi dan lagi, tampak Dave terperanjat, lepas dari lamunan sebelum ia menatap sekilas Kim. “Kau bisa tinggal di tempatku,” seloroh Dave membuat Kim mematung. Dave beranjak dari kursinya, berjalan dengan gagah menghampiri sofa tempat di mana Kim dan Andrew berada. Ia menjulang di seberang Kim, mencoba mencari celah bersama binar aneh dari netra abunya. “Aku akan tinggal bersama dengan tunanganku selama kau berada di New York, Kim,” sahut Dave dengan lugas disusul dengan senyum penuh kemenangan. Kim yang geram pun meletakkan cangkir tehnya di atas meja, menarik banyak oksigen untuk mengisi rongga dadaa. Ia membutuhkannya saat ini, sebelum benar-benar kehabisan napas akibat perasaannya yang semakin kacau. Dave tiba-tiba saja berubah menjadi racun sang Taipan Oxyuranus Microlepidotus mematikan yang hidup di daerah semi gersang, di pedalaman Australia. Membunuh Kim secara perlahan dari balik kekesalan yang mengerogoti hatinya. “Aku tak menerima penolakan, Kim.” “Baiklah. Itu ide yang sangat bagus, Tuan Brown. Memang terlihat seperti mempermudah segalanya untuk rencana perceraian kalian berdua. Benar begitu, Nona Jhonson?” Demi Tuhan! Kim dan Dave pun secepat kilat menoleh ke arah Andrew, nyaris bersamaan hingga membuat pria itu tampak terkejut. “Apa? Ke..kenapa kalian berdua menatapku seperti itu? Bukankah New York adalah kota yang begitu ramai? Apa aku terlihat menakutkan, hm? Oh ... ayolah, Tuan Dave Michael Brown. Bagaimana pun juga, Nona Kimberly Rosemary Jhonson masih berstatus sebagai istrimu hingga detik ini!” Di sepersekian detik kemudian, tawa keras kami pun terdengar riuh di sana. Entah mengapa, tiba-tiba saja dalam bayangan Dave saat itu ketika melihat Andrew Stanton adalah tawa lepas tuan dan nyonya Jhonson di perkebunan, ketika semuanya masih terasa hangat tanpa sekat. Sepasang suami istri itu telah mengangkat Dave menjadi anak asuh mereka, selepas kedua orang tuanya meninggal dunia disapu dahsyatnya badai Gilbert yang menerjang di tahun 1988. Keluarga Jhonson adalah bagian dari masa lalu Dave, terlebih lagi Kim yang sama seperti perkataan Andrew beberapa saat lalu, masih menjadi istrinya hingga detik ini. *** “Kau masih menggunakannya juga, Kim?” Itu adalah pertanyaan yang membuat Kim terlepas dari lamunan singkatnya. Mereka kini berada di tengah lobi gedung Brown Corporate. Dave telah menghubungi seorang supir untuk menjemput dan membawa Kim ke tempat tinggalnya. Kim mengikuti arah tatapan mata Dave yang tertuju pada koper yang dibawanya dari Texas. Barang pemberian Dave, hadiah dari hasil pendapatan pertamanya ketika laki-laki itu bekerja di perkebunan milik keluarga Jhonson. “Ya, koperku yang lain terlalu besar, mengingat kepergianku hanya tiga hari saja,” jawab Kim berusaha memberikan alasan logisnya dan Dave mengangguk pelan sebelum memamerkan senyum menawannya. “Baiklah, Kim. Aku tahu kau masih sama seperti yang dulu, menyayangi semua barang milikmu dengan sepenuh hati, termasuk juga pita berbentuk bulan sabit pemberianku di rambutmu itu, bukan?” Sebuah senyuman yang sukses membuat sekujur tubuh Kim tidak berdaya, lebih-lebih ketika sekali lagi Dave berhasil membuatnya tidak berkutik dengan sebuah kenangan di masa lalu mereka tentang pita rambut, komidi putar dan juga pasar malam. “It..itu ... aku—” “Sudahlah, Kim. Aku hanya bercanda. Ayo kita ke sana. Greg sudah di depan menunggu. Dia adalah supir pribadiku,” potong Dave berlalu dengan seringai liciknya, meninggalkan Kim dan semburat merahnya di belakang. Dave memang tipikal pria yang mudah ditebak oleh Kim, tetapi untuk satu tentang sebuah rasa, jujur saja sedari tadi wanita itu terus berpikir keras. Menebak apakah pria sialan super seksi tersebut benar-benar masih sama seperti yang ia kenal dulu, saat keduanya masih bersama.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN