"Jangan dibuka, Pak. Biar saya saja yang keluar."
Senja berusaha melindungi Arya agar tidak terkena amukan Cakrawala. Pasalnya, kejadian seperti ini sudah sering terjadi di masa lalu. Jadi, dia berusaha menghindar sebelum hal buruk terjadi.
"Saya laki-laki dan sudah seharusnya saya yang melindungi kamu," sergah Arya keberatan.
Untuk sesaat, Senja terdiam. Untuk pertama kalinya dia merasa terlindungi. Tidak tahu kenapa, tiba-tiba hatinya bergetar. Namun, dia lekas menepis debaran di dadanya.
"Saya tahu, tapi saya juga tahu apa yang akan Abang Wala lakukan pada Pak Arya." Senja sudah terlihat ketakutan dengan keringat membasahi dahi.
Sayangnya, Arya tidak mau mendengar. Dia membuka pintu dan keluar. Namun belum sempat bereaksi, sebuah pukulan mendarat di wajahnya.
"Abang!" teriak Senja terkejut.
Sontak, wanita itu langsung membuka pintu dan keluar. Berlari memutari mobil dan menatap kakak tirinya juga Arya bergantian.
"Cih! Gue udah kayak lagi selingkuh aja." Arya tersenyum miris sambil menyentuh sudut bibirnya yang berdarah.
"b******k, lo!" umpat Cakrawala kembali melayangkan kepalan tangan, tetapi Arya berhasil menghindar.
"Abang, jangan!" teriak Senja mencegah.
Dia pikir, kenapa kejadian seperti ini harus terjadi lagi dan lagi? Akan tetapi, situasinya kali ini jelas berbeda. Jika dulu setiap pria yang mendekatinya akan langsung kabur, sekarang tidak. Status Arya bukan orang biasa dan dia tahu segala kebenarannya.
"Lo yang b******k! Senja adek tiri lo dan dia nggak cinta sama lo. Jadi, brenti bersikap seolah lo cowok dia!"
Kini, Arya mengangkat tangan dan balas memukul Cakrawala hingga sudut bibirnya memerah. Entah apa yang membuatnya begitu marah? Mungkinkah karena Cakrawala yang memulai lebih dulu dengan memukul wajah tampannya?
"Diem lo!" bentak Cakrawala murka. Dia bersiap memegang kerah kemeja Arya untuk memukul lagi.
"Abang!! Cukup, Bang, cukup!" seru Senja menggebu.
Melihat Senja begitu ingin melindungi Arya membuat kemarahan seolah sudah menyelimuti diri Cakrawala. Tanpa mempedulikan keberadaan adik tirinya di sana, dia mengepalkan tangan dan bertekad menghabisi Arya. Namun, Senja yang bersikeras melindungi langsung pasang badan.
Melihat hal itu, Arya langsung bergerak cepat. Dia menarik Senja ke dalam pelukan dan membiarkan punggungnya mendapat pukulan.
"Pak Arya?" Senja terkejut dan tatapan mata tertuju pada sepasang bola mata coklat Arya.
Arya tersenyum, lalu berkata, "Saya baik-baik saja, kok. Kamu tenang saja, ya, biar masalah ini saya yang urus."
"b******k! Lo berani peluk Senja?!" umpat Cakrawala dengan raut memerah dan manik mata membola.
Cakrawala menyentuh bahu Arya dan menariknya kuat. Sayangnya, sang empu seolah tidak merasakan apa pun. Dia berdiri tegap dan meminta Senja agar tetap berada di sisinya. Lalu, dia menjauhkan tangan Cakrawala dari bahu, membalikkan tubuh dan menatap Arya dengan senyum mengejek.
"Kenapa nggak berani? Senja cewek gue sekarang dan udah jadi tugas gue buat lindungin dia dari cowok psycho kayak lo," sanggah Arya menggebu.
"A-apa?!" Senja terkejut dan benar-benar tidak percaya. Dia pikir ada yang salah dengan pendengarannya
"Apa?!" Cakrawala terlihat sangat terkejut sama seperti Senja, "Jangan gila! Lo pikir gue akan percaya? Sorry, nggak mungkin!" imbuhnya tersenyum mengejek.
Senja dan Arya baru beberapa kali bertemu. Pertemuan mereka pun hanya pertemuan biasa dan tidak ada kejadian spesial. Jadi, tidak mungkin hanya dalam waktu singkat mereka sudah menjalin hubungan. Apalagi dia tahu betul seperti apa adik tirinya. Tidak mudah jatuh cinta meski banyak pria yang mendekat.
"Terserah lo, gue nggak peduli." Arya kembali membalikkan tubuh. Dia melihat betapa terkejutnya Senja atas pengakuan palsunya, lalu menangkup pipi wanita itu sambil mengedip. "Apa pengakuanku barusan bohong, Sayang?"
Senja masih tidak mengerti. Namun, melihat sorot mata Arya yang penuh tekad membuatnya mengangguk dan menjawab, "Nggak, kita emang udah jadian."
Arya tersenyum dan mengangguk. Dia bergegas menggenggam tangan Senja dan menatap Cakrawala. "Lo denger sendiri, kan? Senja cewek gue dan lo nggak boleh ganggu dia lagi."
Cakrawala melirik Arya sinis. Dia sama sekali tidak mempedulikan Arya. "Senja, lo sengaja bohongin gue, kan? Lo cuman pengen bikin gue kesel doang, kan?" tanyanya memastikan.
Pertanyaan yang Cakrawala lontarkan terdengar seperti ingin memastikan. Namun sebenarnya, dia berharap bahwa apa yang Senja katakan tidak benar. Dia ingin Senja mengatakan sesuai dengan kata hatinya bahwa semua itu bohong.
"Nggak, Bang. Gue sama Arya emang udah jadian. Jadi mulai sekarang, gue mohon brenti ganggu gue," sahut Senja tanpa keraguan sedikit pun. Kedua tangannya bergerak memeluk Arya.
Mendengar pengakuan Senja membuat jantung Cakrawala berdegup kencang. Hatinya terasa sakit seolah dicabik-cabik. Dengan napas memburu dan gigi yang saling gemertak, Cakrawala mengepal tangan erat. Tiba-tiba, dia menarik tangan Senja dan mendorongnya hingga menabrak badan mobil.
"Awww!" pekik Senja kesakitan.
"Senja!" teriak Arya terkejut dan hendak menghampiri Senja.
"Lo mau ke mana?" Cakrawala langsung mencegah langkah Arya dengan berdiri di depannya.
"Ternyata lo emang gila, Wala!"
Arya hendak berjalan melewati Cakrawala, tetapi kembali dicegah. Bahunya ditekan dan wajahnya mendapat pukulan. Hal itu membuatnya kehabisan kesabaran. Dia balas memukul sambil mencengkeram kemeja Cakrawala.
"Gue pikir lo cuman nggak punya otak karena anak dari Om Esa. Tapi ternyata lo juga kasar dan gila." Arya terus memukuli wajah Cakrawala hingga membabi buta. "Laki-laki diciptakan buat ngelindungi perempuan, b******k, bukannya malah menyakiti!"
Sejak di universitas dulu, Arya tahu kalau Cakrawala pria yang sombong. Tidak suka bergaul dengan orang miskin dan mengagungkan kekayaan ayahnya. Namun, dia tidak menyangka kalau ternyata Cakrawala jauh lebih buruk dari bayangannya.
"Lo yang bikin gue kayak gini, b******k! Lo rebut Senja dari gue cuman dalam waktu dua hari." Cakrawala balas memukul Arya.
Jujur, pria berusia dua puluh delapan tahun tahun itu sangat kecewa. Tiga tahun berusaha merebut hati Senja dan sampai sekarang tidak mendapatkan hasil apa pun. Sementara Arya, hanya membutuhkan waktu dua hari dan dia sudah langsung bisa merebut hati Senja.
"Senja adek lo, Wala. Sadar, lo harus sadar!" Pukulan Arya kali ini sangat keras hingga Cakrawala jatuh tersungkur.
"Arya, cukup!" teriak Senja. Dia langsung lari dan berlutut di depan Cakrawala.
Melihat kakak tirinya dipukuli sampai memerah dan mengeluarkan bercak darah membuat Senja tidak tega. Meskipun Cakrawala selalu bersikap seenaknya, tetapi dulu dia sempat menjadi adik kesayangannya.
"Abang ... Abang baik-baik aja, kan?" tanya Senja, menyentuh wajah Cakrawala dengan manik mata berkaca-kaca.
"Minggir!" Cakrawala menepis tangan Senja dan berdiri.
"Abang?" panggil Senja sendu.
Sayangnya, Cakrawala sama sekali tidak peduli. Dia melangkah menuju gerbang dengan perasaan hancur. Berteriak dan menendang gerbang agar segera dibuka. Kemudian, meminta petugas keamanan agar memasukkan mobil.
"Saya pulang dulu," pamit Arya.
"Sebentar!" ujar Senja mencegah.
Senja baru sadar kalau di sana bukan hanya Cakrawala saja yang terluka, tetapi Arya juga. Dia lekas berdiri dan mendekat untuk memeriksa luka di wajah pria itu.
"I-itu ... apa sakit?" tanya Senja menunjuk ke wajah Arya.
"Tidak. Luka seperti ini biasa untuk laki-laki seperti saya dan Wala," sanggah Arya santai. Tangannya terulur menyentuh sudut bibir yang berdarah.
"Tunggu sebentar!" Senja langsung berlari masuk melewati gerbang.
Sementara itu, Arya menatap punggungnya dengan bingung. Namun, dia dengan sabar menunggu sambil sesekali menendang-nendang batu. Hingga tidak lama kemudian, Senja kembali membawa sebuah kantung berisi es batu yang sudah dihancurkan.
"Saya kompres luka Bapak dulu, yah? Setelah itu, baru boleh pulang."
Senja berdiri tepat di depan Arya. Dia berjinjit karena tinggi badannya cukup jauh dengan Arya. Jaraknya berbeda sekitar dua puluh sentimeter dan cukup menyulitkan ketika hendak mengompres di bagian tulang pipi.
"Sakit?" tanya Senja sambil menekan kantung es batu perlahan.
"Tidak." Arya sedikit membungkuk berusaha memudahkan pergerakan Senja.
"Nanti sampai rumah jangan lupa dikompres lagi biar cepet sembuh," kata Senja mengingatkan.
"Ya," jawab Arya singkat.
Tatapan mata pria itu tidak bisa lepas dari Senja. Di mulai dari mata, hidung, bibir, dan semua itu terasa sangat disayangkan jika harus disia-siakan. Bahkan Arya hampir kelepasan ingin mengecup bibir tebal Senja yang kecil.
"Ngomong-ngomong, apa Wala memang sekasar itu?" tanya Arya penasaran.
"Mmm," sahut Senja malas.
"Jadi, dia sering berbuat kasar sama kamu?" tanya Arya dengan manik mata membola.
Senja tidak berniat menjawab dan sepertinya Arya sudah tahu jawabannya. Tentu saja karena sikap diam Senja mampu menjelaskan segalanya. Hal itu membuat Arya tidak bisa berkata-kata. Menatap wajah wanita itu lekat dengan berjuta rasa penasaran.
"Apa sakit?" tanya Senja melihat Arya menatapnya tidak biasa.
"A-apa?! Ti-tidak, hanya sedikit nyeri saja," sahut Arya gelagapan.
Jawaban Arya membuat Senja mengerutkan kening. Dia menatap Arya lekat hingga tanpa sadar mulai terhanyut dalam suasana syahdu. Menatap wajah babak belur Arya setiap inchi. Di mulai dari alis tebal yang hampir tersambung, bola mata bulat, hidung mancung, dan bibir merah terbelah. Dia pikir, dalam keadaan wajah yang seperti ini saja masih terlihat tampan. Kenapa ada manusia sesempurna Arya Sheta Lazuar? Tunggu! Bulu matanya pun terlihat sangat lebat, panjang, dan lentik. Tidak seperti dirinya yang panjang dan lurus.
"Ya ampun, ya ampun!" Senja membuang pandangan dengan mata yang terus dikedipkan. Dia menyadari bahwa dirinya telah hanyut dalam pesona Arya.
"Kenapa? Kelilipan?" tanya Arya khawatir.
Dia sama sekali tidak sadar kalau Senja sama seperti dirinya. Jatuh ke dalam pesona diri mereka satu sama lain.
"I-iya." Senja tersenyum canggung berusaha menyembunyikan getaran di d**a. "Ya sudah, sana Pak Arya pulang. Hati-hati di jalan dan jangan lupa kompres lagi sesampainya di rumah." Setelah kata-kata ini terlontar, Senja langsung berlari meninggalkan Arya.
"Ada apa dengan Senja? Kenapa dia terlihat seperti ... ah, manis sekali dia." Arya tersenyum membayangkan wajah malu-malu Senja. Kemudian, dia lekas masuk ke mobil dan pergi.
Sementara itu, Cakrawala sedang duduk di sofa sambil melipat tangan di d**a. Menatap tajam ke arah pintu dan siap menerkam Senja.