Gavin tertawa puas karena sudah membuat Damasa kesal. Apalagi tadi sebelum pergi meninggalkan gadis itu dia menciumnya sekilas di bibir. Kalau di ingat-ingat itu adalah ciuman kedua mereka.
Tadi Gavin menarik maskernya ke bawah lalu mendaratkan kecupan di bibir calon istrinya. Membuat Damasa kaget luar biasa dan ketiga temannya yang langsung melongo.
Bagi Gavin itu lucu sekali tapi seharusnya dia tidak melakukan hal itu. Mencium Damasa sepertinya sedikit berlebihan tapi anehnya dia ingin melakukannya.
Didalam toilet, didepan kaca toilet Damasa menggosok bibirnya dengan air berulang kali. Bibirnya seperti habis terkena kotoran yang najisnya tidak bisa hilang.
Tentu saja itu semua ulah Gavin yang tiba-tiba menciumnya. Dalam hati Damasa mengumpatinya berulang kali. Dasar cowok kurang ajar, gila, sinting, b**o, s***p, dan masih banyak lagi.
Damasa menatap wajahnya yang sudah kacau di kaca toilet. Rasanya sekarang ia ingin mencekik Gavin, kalau bisa sampai dia kehabisan nafas. Dia benar-benar marah pada laki-laki itu.
Damasa menyentuh bibirnya yang polos. Tidak ada lagi polesan lipstik seperti tadi. Warnanya menghilang seiring ia menggosok bibirnya dengan air. Tiba-tiba dia teringat ciuman pertamanya dulu dengan Gavin.
Flasback On
Murid-murid kelas Damasa baru saja keluar dari ruang laboratorium yang ada di lantai dua gedung sebelah.
Damasa baru merapikan bukunya. Fika hari ini tidak masuk jadinya tidak ada yang menunggunya untuk kembali ke kelas bersama.
Tanpa dia tahu, didepan ruang laboratorium seseorang menunggunya. Gavin menyuruh Eric dan Hito kembali ke kelas terlebih dahulu karena dia ada urusan dengan pacarnya.
Langkah Damasa terhenti saat seseorang mencekal tangannya.
"Gavin." Damasa terkejut. Sejak kemarin Damasa menghindari Gavin karena setelah semua penghuni sekolah tahu mereka berpacaran Damasa jadi target pembullyan penggemar dan pemuja Gavin.
"Hai." Gavin tersenyum manis. "
Terdengar suara teman-teman Gavin dan Damasa yang berjalan keluar laboratorium. Tidak ingin terlihat berdua, apalagi sedang bergandengan tangan Gavin mengajaknya pergi.
Gavin menarik Damasa untuk masuk ke ruang komputer yang berada di dekat tangga. Ruangan itu sedikit terbuka jadinya mereka masuk kesana.
Damasa melihat tautan tangan mereka. Ini adalah kali kedua mereka bergandengan tangan setelah kemarin Gavin mengantarkannya pulang. Mereka berlari bersama karena gara-gara di kejar anjing.
Menyadari hal itu Gavin kemudian melepaskan tautan tangan mereka. Kini mereka malah canggung satu sama lain. Hampir sepuluh menit berlalu mereka masih saja saling diam.
"Ada apa? " Tanya Damasa.
"Kamu nggak apa-apa, kan? " Gavin langsung to the point. Kemarin dia tidak masuk sekolah dan dia mendapat kabar jika pacarnya di bully para penggemarnya di toilet sekolah.
Damasa menggelengkan kepala.
"Maaf gara-gara aku, kamu di bully sama yang lain. "
"Udah resiko jadi pacar bayaran kamu. "
Keduanya terkekeh pelan lalu pandangan mereka bertemu.
"Nggak usah khawatirin aku. Aku bukan cewek lemah kayak penggemar-penggemar kamu itu. "
"Ya, aku tau. Tapi tetep aja aku khawatir sama kamu. "
"Kalau nggak ada yang di omongin lagi. Aku duluan. " Sejak jadian dengan Gavin sikap Damasa sedikit melunak pada cowok itu.
Kalau boleh jujur Damasa mulai menyukai Gavin walaupun sikapnya kadang-kadang masih jutek dan ketus. Tapi sebisa mungkin ia menutupinya. Dia tidak mau di tertawakan oleh Fika karena dia mulai menyukai Gavin.
"Sa."
"Ya? "
"Kalau ada apa-apa kamu bilang ke aku. "
Damasa mengangguk.
"Sa." Panggil Gavin lagi. "
Damasa menoleh dan Gavin langsung mempertemukan bibir mereka. Hanya sebuah kecupan tapi berefek tidak baik bagi jantung gadis itu.
Flashback Off
Di ruang kerjanya tepatnya di kubikelnya Agni menunggu Damasa yang sadari tadi pergi ke toilet tapi belum kembali juga. Gadis itu mengetuk ujung pen pada meja kerjanya. Dia butuh menginterogasi Damasa. Butuh penjelasan lebih rinci tentang hubungannya dengan laki-laki bernama Gavin.
Tidak lama Damasa kembali. Agni pun langsung menggeser tempat duduknya agar lebih dekat dengan kursi teman kerjanya.
Damasa tahu Agni menunggu penjelasanya.
"Jadi? " Agni memulainya.
Damasa menghela nafas sebelum menjawab.
"Ya, aku akan menikah, " Ucap Damasa yang sebenarnya berat. Maunya tidak ada yang tahu kalau dirinya akan menikah sayangnya semua di luar kendalinya. Ini semua gara-gara Gavin. Semua salah Gavin.
"Jadi selama ini kamu nggak jomblo? "
Damasa lumayan lama diam lalu menganggukkan kepala. Lebih baik dia berbohong dari pada Agni tahu yang sebenarnya. Apa kata orang-orang kalau mereka tahu dirinya menikah karena uang. Matre, jual diri, astaga...
"Selama ini kamu nolak pas aku kenalin ke Teman-teman aku karena kamu udah punya pacar? "
Damasa mengangguk lagi. Dosanya hari ini tambah banyak karena berbohong.
"Pantas kamu nolak terus. Sejak kapan kalian pacaran? "
Damasa bingung harus menjawab apa? Sejak kapan dirinya pacaran dengan Gavin. Mereka memang pernah pacaran tapi itu dulu dan itupun cuma satu minggu.
"Eeee... " Damasa memutar otak, mencari-cari alasan yang masuk akal. " Hampir tiga tahun. " Bohong Damasa lagi. Padahal dia bertemu Gavin baru tiga hari yang lalu. Dia mengubah hari menjadi hitungan tahun. Lucu sekali...
Agni mengangguk-anggukan kepala mengerti. " Udah lama juga, ya! "
Damasa memilih diam saja. Enggan mengangguk lagi. Kebohongannya sudah banyak.
"Dia kerja dimana? "
Mampus. Damasa tidak tahu Gavin kerja dimana.
"Terus kapan kalian akan menikah? "
Damasa rasanya ingin berteriak saja. Tidak tahu harus menjawab apa.
***
"Kenapa, tuh, muka di Teluk kayak kertas lecek? " Tanya Fika saat Damasa mengajaknya bertemu setelah pulang bekerja. Mereka berada di warung tenda pinggir jalan yang menyediakan bebek goreng dengan sambal terasi dan sambal ijo kesukaan keduanya.
"Lagi kesel, " Jawab Damasa yang masih sibuk menikmati bebek gorengnya.
"Kenapa lagi? Keadaan ayah kamu ngedrop lagi? "
Damasa menggeleng.
"Ada masalah di kerjaan? "
Gadis itu menggeleng lagi.
"Terus kenapa? "
"Gavin."
"Ya, elah... Kirain apa'an. Orang mau merried ribut-ribut iti udah biasa. "
Damasa melayangkan lirikan sebal pada Fika lalu kembali menikmati makanan lagi.
"Emangnya ada apa? "
Setelah menandaskan potongan bebek terakhirnya kemudian mencuci tangan, Damasa mulai bercerita. Bukannya kasihan pada sahabatnya Fika malah tertawa ngakak setelah tahu penyebab sahabatnya kesal maksimal.
"Kamu mau aku kasih tau satu kebenaran nggak? "
"Apa? "
"Gavin itu masih suka sama kamu. "
"Nggak usah ngayal yang aneh-aneh. " Sergah Damasa.
"Di bilangin juga. "
"Dia aja yang s***p, nyium orang sembarangan. Jadinya sekarang semua orang pada tau kalau aku bakalan nikah. "
"Lah terus kenapa kalau mereka tau? Nggak ada salahnya mereka tau kalau kamu mau nikah. Menikah itu kabar bahagia yang harus di ketahui banyak orang bukannya malah di sembunyikan."
"Kamu juga nikahnya sama orang yang jelas. Gavin setau aku dari keluarga yang baik-baik walaupun nggak begitu kenal. Walaupun nyebelin, dia orangnya juga baik. "
Dalam hati Damasa menyetujui hal itu.
"Kalaupun dia nyium kamu, aku yakin dia masih suka sama kamu. " Kikik Fika.
Damasa berdecak tidak suka.
"Kamu di cium gitu aja marah. Gimana nanti kalau malam pertama. Pasti ciumnya kemana-mana. " Goda Fika lagi.
Perkataan Fika menyadarkan Damasa akan sesuatu. Pernikahan, malam pertama, ciuman, sentuhan, s*x. Memikirkan itu damasa bergidik ngeri. Dia tidak bisa membayangkan hal itu, apalagi melakukannya dengan Gavin. TIIIDDAAKK...
"Jangan bilang kamu nggak mikirin hal itu. Orang menikah pasti akan melakukan hal itu. Itu kudu bin wajib. Kalau nggak di lakuin mana tau rasanya." Fika seolah sudah pernah merasakannya.
"Orang menikah tujuannya juga untuk mempunyai keturunan. Kalau punya anak ya caranya ngadon dulu, lah. Kalau nggak ngadon mana bisa jadi. " Beberapa detik terlewat Fika mencondongkan tubuhnya ke depan lalu berbisik. "Ngadon itu enak, loh. " Di susul dengan kikikan.
Damasa menatapnya ngeri. Sudah bisa di tebak Fika pernah melakukannya dengan sang pacar atau malah sudah sering.
Apakah harus b******a setelah menikah?
Tadinya Damasa hanya berpikir menikah dengan Gavin tanpa memikirkan adanya Cludding, s*x, b******a, make love, atau apapun namanya.
Semoga saja nanti setelah menikah Gavin tidak akan melakukan hal itu padanya. Tapi kalau Gavin tidak melakukannya kemungkinan mantan pacarnya itu menyimpang.
Astaga... Kenapa pikirannya malah jadi aneh seperti ini.