Pria Dengan Sejuta Pesona

1044 Kata
Jeritan histeris para fans kaum Hawa begitu riuh terdengar dari depan panggung pertunjukan JC. Mereka mengelu-elukan idola tampan bersuara emas itu. "We want more ... we want more ... we want more ...," desak mereka kompak dalam seruan riuh rendah yang menggema di stadion yang menjadi tempat roadshow JC di Amerika Utara. "Oke ... oke, apa kalian tidak kedinginan dan ingin segera pulang? Hahaha ...," tanya JC kocak pada penggemar fanatiknya yang semangatnya tak kunjung surut untuk menonton semua pertunjukannya malam itu, padahal udara malam itu sungguh dingin membeku. Wajah JC pun terasa perih karena udara di luar ruangan begitu dingin. Pipinya kemerahan dan dia mengenakan kaca mata hitam untuk menghindari silaunya lampu sorot dan blitz kamera yang memancar ke arahnya tanpa ampun selama 3 jam terakhir ini. "This is last song for you ... kuharap kalian suka. Napas Terakhirku ... mainkan, Dude!" ucap JC seraya memberi kode band pengiringnya untuk mulai memainkan alat musik mereka. "Karena kau wanita yang istimewa dengan senyuman bagaikan hangatnya mentari ... Bawa aku dalam cinta yang seindah pelangi ... Hanya kamu ... Hanya kamu ... Hingga napas terakhirku ... Cintaku hanya padamu ... Gadisku ...." Sebait lagu cinta populer milik JC yang merajai billboard tangga lagu hits mingguan. Para fans melambaikan ponsel mereka dengan flashlight menyala mengiringi lagu idola mereka sambil menitikkan air mata haru tersentuh dengan syair romantis lagu yang dinyanyikan JC itu. JC duduk di kursi di tengah panggung sambil memegang stand microphone. Dia menyanyikan setiap baris syair lagunya dengan penuh penghayatan seolah sedang dimabuk cinta pada seorang gadis yang faktanya jauh dari itu. "Cintamu yang tak pernah gagal membuat hatiku menjadi hangat ... membawa keindahan di hari-hariku yang kosong ... Ohh Gadisku yang manis ...." Dalam kenyataannya setiap JC menyanyikan lagu-lagu cinta yang merajai tangga lagu hits itu. Hatinya yang kosong dan dingin semakin lara. Dia belum menemukan 'gadis manisnya' hingga usianya yang ke-30 tahun ini. Aturan dari managemen artis yang menaunginya pun tegas melarang hubungan istimewa dengan wanita di luar kontrak tertentu. Bila tujuannya hanya untuk mendongkrak popularitas maka hubungan itu diizinkan. Namun, artis dilarang berpacaran dengan sembarang orang, apalagi yang bukan dari kalangan artis itu tabu bagi mereka. JC menjalani affair-affair singkat dengan artis wanita pendatang baru dengan gosip panas yang disiapkan oleh managemen artis yang menaunginya, Young Talented Management. Dan sejujurnya dia bosan dan muak, lama-kelamaan dia kehilangan minat pada wanita cantik. "Sampai jumpa, Rekan-rekan penggemarku. Kita akan bertemu di konserku selanjutnya tahun depan. Pulanglah ke rumah dengan hati-hati! Salju semakin tebal di jalanan. Terima kasih sudah datang ke konserku." JC meneriakkan pesan simpatiknya dari atas panggung untuk terakhir kali dari rangkaian pertunjukannya malam itu lalu menghilang ke belakang panggung. Managernya segera mengulurkan handuk basah hangat untuk JC. Dia pun berterimakasih seraya menerimanya lalu menempelkannya ke wajahnya yang membeku karena hawa dingin. "Jason, maafkan aku. Sepertinya malam ini kau harus datang ke pesta di Anse La Raye sendirian. Entah kenapa aku tidak enak badan sejak pagi ...," ujar Max Brury, manajer artis JC yang berusia 35 tahun itu. "Oke, Max. Kau pulanglah ke hotel. Aku akan menyetir sendiri ke sana. Serahkan kunci mobilmu Max, aku akan mengantarmu dulu ke hotel lalu berangkat ke Anse La Raye," ujar JC sembari mengenakan mantel wool tebalnya. Mereka berdua pun meninggalkan stadion yang masih sibuk sehabis mega konser JC. Mobil Tucson milik Max Brury meluncur di jalan raya dikemudikan oleh JC dengan kecepatan normal. Permukaan jalanan tertutupi oleh salju yang terus turun sedari pagi. Mereka melewati lokasi bekas kecelakaan bus dan mobil pribadi yang penyok parah dalam perjalanan. "Wow, kecelakaannya tampak mengerikan, Max!" komentar JC ketika melihat sekilas kedua kendaraan yang ringsek parah itu. "Ya, mereka sepertinya sedang sial. Kuharap kau berhati-hati menyetir mobilku, Jason! Seandainya aku tidak sakit perut sedari pagi, mungkin aku lebih senang menyetir untukmu ke tempat pesta itu. Oya uang p********n endorse pesta malam ini sudah dibayarkan oleh Rosalyne Stuart ke rekening pribadimu. Selamat menikmati pestanya, Jason," ujar Max seraya mengerlingkan matanya. "Oke, Max. Thanks. Sudah sampai di hotel, beristirahatlah. Sampai jumpa besok pagi," ucap JC sambil menunggu Max turun dari mobil. Dia menurunkan Max di depan pintu lobi hotel tempat mereka menginap selama konser di Amerika Utara. Setelah itu JC pun melajukan mobilnya menuju ke Anse La Raye. Dia bersenandung kecil selama perjalanan yang panjang dan membosankan seorang diri. Jalanan begitu gelap karena dia melewati jalan penghubung antar kota yang tak berpenghuni. Lampu penerang jalan terpasang setiap jarak 100 meter. Amerika Utara memiliki jumlah populasi penduduk yang agak sedikit bila dibandingkan dengan luas wilayah negara itu. Tiba-tiba mobil yang dikemudikan JC seperti kehilangan energi. Dia pun menepikan mobil itu sebelum ada kendaraan lain melintas. "Oohh SIAL!" rutuk JC dengan keras. Dia entah berada dimana saat ini, yang jelas power suply mobil itu mendadak hilang dan tidak dapat dinyalakan lagi. Sementara hujan salju masih turun terus dengan lebat. JC bingung harus bagaimana, dia tidak dapat meminta bantuan pada Max karena pria itu sedang sakit. 15 menit berlalu tanpa ada solusi. Selama ini semua kebutuhannya diurusi oleh Max. Ketika terjadi hal tak terduga seperti ini, dia menjadi bingung harus menghubungi siapa. Udara dingin mulai menyergapnya perlahan, pemanas mobil tidak dapat dinyalakan. Mantel wool itu satu-satunya pertahanannya dari serangan hawa dingin. JC berdoa dalam hatinya ... dia berharap akan ada kendaraan yang melintas. Dia akan membayar berapa pun untuk bisa menumpang hingga ke Anse La Raye. Jalanan itu gelap hanya ada lampu penerangan jalan sekitar 10 meter dari tempat mobilnya mogok. Tak lama kemudian, JC melihat dari kaca spion mobilnya sebuah cahaya terang mendekat ke arahnya mungkin sekitar 200 meter di belakangnya, sepertinya lampu jarak jauh mobil. JC pun tak menyia-nyiakan kesempatan itu yang mungkin satu-satunya peluangnya untuk bertahan hidup malam ini. Dia segera turun dari mobil lalu menyalakan flashlight ponselnya ke arah mobil itu datang. JC melambai-lambaikan tangannya dengan ponsel itu ke atas. Dia berharap pengemudi itu akan melihatnya di tengah kegelapan. Dan benar ... mobil itu melambatkan kecepatannya. Dalam hati JC bersorak-sorai gembira tak terperi. Senyumnya begitu lebar di wajah tampannya. Ketika mobil itu menepi mendekatinya, kaca jendela mobil pun diturunkan oleh pengemudinya yang ternyata seorang gadis yang manis bermata hijau dengan rambut merah seperti warna api yang menyala. Malaikat penolong bagi JC. "Halo ... butuh tumpangan, Tuan?" sapa gadis itu dengan suaranya yang merdu sembari menatap wajah JC yang terpana melihatnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN