[5] Kamu Wanita Licik

1126 Kata
Hening. Ruangan dengan cahaya remang itu terasa cukup sunyi. Tidak ada kegiatan apa pun di dalamnya. Pemilik kamar bahkan masih asyik menjelajahi ruang mimpi masing-masing, tidak mempedulikan seperti apa mereka saat ini. Selimut yang menutupi tubuh keduanya bahkan sudah sedikit tersingkap. Hingga Ailen yang merasakan tubuhnya pegal pun mendesis pelan. Ailen membuka mata secara perlahan dan kembali menutupnya. Gadis itu mengulangi hal yang sama, mencoba menormalkan pandangan. Dia juga sedang berusaha mengembalikan kesadarannya secara penuh. Pasalnya, dia merasa jika kepalanya terasa cukup pusing. “Aku di mana?” tanya Ailen dengan diri sendiri. Raut wajahnya benar-benar tampak seperti orang bodoh. Ailen kembali diam, memilih mengingat apa yang sebenarnya terjadi. Manik matanya pun menatap ruangan yang terasa asing. Hingga dia merasakan embusan pelan di bagian leher, membuat Ailen mengalihkan pandangan. Deg. Ailen terdiam dengan kedua mata melebar dan mulut setengah terbuka. Jujur, dia ingin sekali berteriak karena apa yang baru saja dilihatnya, tetapi Ailen sadar jika hal itu bisa mengganggu pria yang sedang terlelap, tepat di sebelahnya. Astaga, Pak Kenzo, batin Ailen. Dia masih diam, menatap pria yang ada di sebelahnya. Ingatannya pun kembali mengulang, mengingat malam panas yang terjadi antara dia dan Kenzo. Ailen pun sampai memeriksa tubuhnya dan semakin dibuat tidak percaya karena dia dan Kenzo yang tidak mengenakan pakaian apa pun. “Jadi, semalam aku dan Pak Kenzo benar-benar melakukannya?” tanya Ailen lirih. Gila. Ailen merasa jika semua yang terjadi adalah hal gila. Dia tidak pernah berpikir akan memberikan mahkotanya dengan sang dosen. Terlebih, tidak ada hubungan apa pun antara dia dan Kenzo. Hal yang mulai membuat Ailen terdiam. Semalam dia menggunakan pengaman atau tidak, ya? Kalau tidak dan ternyata aku hamil, apa dia mau bertanggung jawab, batin Ailen dengan raut wajah berpikir. Banyak kemungkinan buruk yang bisa saja menimpa dirinya. Namun, pikiran itu menghilang begitu saja. Mengingat jika Kenzo adalah pria yang cukup bertanggung jawab, Ailen yakin jika pria itu pun akan bertanggung jawab. Hingga ada gerakan kecil di sebelahnya, membuatAilen mengalihkan pandangan. Ailen hanya diam, menatap ke arah Kenzo yang sudah terbangun. Pria itu sedang membuka matanya secara perlahan, membuat Ailen menggigit bibir bawah, menunggu reaksi yang akan diberikan Kenzo. Apakah pria itu akan bersikap baik dan manis setelah pergulatan panas semalam? “Sudah puas, Ailen?” “Hah?” Ailen yang ditanya benar-benar dibuat seperti orang bodoh. Pasalnya, reaksi yang diberikan Kenzo sangat berbeda dengan apa yang dia pikirkan. Dia pikir Kenzo akan meminta maaf dan bersikap manis dengannya. Tapi pria itu malah bersikap ketus dan dingin. Ailen juga merasa jika tatapan Kenzo begitu menusuk dan tidak bersahabat. Namun, Kenzo memilih diam. Dia langsung bangkit dan menyingkap selimut. Tatapannya kembali tertuju ke arah Ailen yang masih menatapnya bingung. Kali ini, Kenzo mengabaikan tubuh bagian atasnya yang tidak tertutup apa pun. “Mau sampai kapan kamu berpura-pura bodoh, Ailen?” tanya Kenzo. Bodoh? Ailen benar-benar bingung dengan apa yang dikatakan Kenzo. Dia tidak sedang berpura-pura bodoh, tetapi dia memang tidak mengerti dengan apa yang sebenarnya dimaksud Kenzo. Selain itu, kenapa juga Kenzo menatapnya dengan penuh kebencian? “Aku tidak mengerti dengan maksud Bapak,” ucap Ailen, mencoba mengendalikan diri. Dia mulai duduk di ranjang dan menyandarkan tubuh. “Tidak mengerti?” Kenzo menaikkan sebelah bibir dan menundukkan tubuh. “Kamu sudah selesai bersandiwara? Selain itu, kamu sudah selesai menjebakku?” *** Deg. Menjebak? Ailen mendengar hal itu tampak terkejut. Kedua matanya terbuka lebar dengan mulut sedikit terbuka. Dia tidak menyangka jika Kenzo akan berpikir seperti itu dengannya. “Sekarang apalagi yang kamu mau, Ailen? Setelah menjebakku, apa yang ingin kamu manfaatkan? Kamu ingin aku menandatangani proposal kamu?” ucap Kenzo dengan nada yang cukup menusuk. Sakit. Ailen yang mendengar kembali dibuat sakit. Air matanya bahkan tanpa sadar menggenang di pelupuk mata dan siap jatuh. Tapi Ailen mencoba untuk menahannya. Dia tidak boleh terlihat lemah di mata Kenzo. “Aku benar-benar tidak menyangka kalau kamu adalah wanita yang cukup licik, Ailen,” imbuh Kenzo. Seketika, Ailen yang mendengar langsung meneteskan air mata. Sekuat apa pun dia menahan, jika Kenzo terus mengatakan hal yang tidak baik mengenai dirinya, Ailen pun akan merasa sakit. Dia menarik napas dalam dan membuang perlahan, mencoba menenangkan diri. “Kamu tahu, Ailen? Aku pikir kamu berbeda dengan mahasiswi yang lain, tetapi ternyata aku salah. Kamu bahkan lebih buruk dari mereka. Kamu menghalalkan semua cara, menjebakku untuk meniduri kamu dan nantinya kamu akan memanfaatkanku. Kamu benar-benar licik, Ailen,” kata Kenzo. “Cukup, Pak.” Ailen yang sejak tadi mendengar penghinaan itu pun mulai menatap Kenzo lekat. “Saya benar-benar tidak menjebak Bapak. Saya hanya mencoba menyelamatkan Bapak dar—” “Berhenti mengelak dan menyalahkan orang lain, Ailen,” sela Kenzo dengan cepat. “Sekali kamu licik, kamu akan tetap licik. Pandanganku tentang kamu benar-benar sudah berubah sejak semalam, Ailen.” Ailen yang mendengar pun hanya diam. Dia melihat kemarahan di mata sang dosen. Selain itu, mendengar semua yang dikatakan Kenzo benar-benar membuat mulutnya sulit untuk terbuka. Lidahnya benar-benar terasa kelu. Kali ini, dia hanya mampu merutuki kebodohannya. Kenapa semalam dia harus menyelamatkan Kenzo? Selain itu, jika dia mengatakan mengenai tindakan Ciara semalam, apakah pria itu akan percaya? Tapi aku tidak memiliki bukti apa pun. Dasar bodoh, batin Ailen, merutuki kebodohannya. Setidaknya jika dia merekam semua, ada bukti yang bisa membuat pria itu percaya. Hingga dia mendengar suara langkah, membuat Ailen mengalihkan pandangan. Kenzo melangkah ke arah kamar mandi dan menutup pintu keras. Ailen yang masih berada di atas ranjang pun tersentak kaget karena perlakuan pria itu. Dia tidak menyangka jika semuanya akan berakhir seperti ini. Dia bahkan tidak pernah berpikir akan menghabiskan malam panas dengan sang dosen. “Sekarang aku harus bagaimana?” tanya Ailen. Dia menarik kedua kaki dan menekuknya. Tangannya juga mulai mendekap erat, menidurkan kepala di atas kaki. Rasanya benar-benar bingung. Tidak berselang lama, Kenzo pun keluar. Pria itu sudah menggunakan pakaian rapi. Rambut basahnya pun dibiarkan begitu saja, membuat Ailen yang melihat kembali mendongakkan kepala. “Pak, aku harus menjelaskan semuanya. Aku tidak bermaksud untuk menjebak Bapak. Aku juga tidak terpikirkan dengan hal itu. Tapi semalam aku melihat Bu Ciara menuangkan bubuk ke dalam minuman Bapak. Jad—” “Cukup dengan tindakan menjijikan kamu, Ailen,” sela Kenzo. “Cukup kamu menjebakku dan jangan bawa orang lain dalam masalah ini. Selain itu, anggap hal ini tidak pernah terjadi karena selamanya aku tidak akan pernah menuruti keinginan kamu. Aku tidak akan masuk ke dalam perangkap kamu lagi. Aku tidak akan pernah masuk dalam jebakan w************n seperti kamu lagi.” Setelah mengatakan itu, Kenzo melangkah ke arah pintu. Lagi-lagi, Kenzo membuka cepat dan menutup dengan kasar. Ailen yang berada di ranjang pun terdiam sejenak, merasakan sakit yang kian menjadi. Air matanya pun keluar dengan sendirinya. Hingga dia yang merasa tidak tahan pun menundukkan kepala, membiarkan air matanya jatuh semakin deras dengan tubuh bergetar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN