Ada banyak hal yang menjadi alasan sepasang suami istri bercerai
Termasuk karena orang terdekat yang bisa kita percayai sekali pun
- Anonim -
***
Hari kompetisi tiba, kampus mendadak menjadi ramai dengan berbagai warna almamater, namun warna kuning almamater UNIEL tentu yang paling mendominasi. Selain itu sebagai staf, Hani sudah bersiap di tempat acara untuk mengawasi tapi setelah melihat semua berjalan lancar pun dia menuju tempat duduk bergabung dengan dosen da staf fakultas dakwah yang lain.
Area tempat duduk seperti secara otomatis terpisah antara perempuan dan laki-laki tapi Hani yang duduk paling akhir akhirnya bersebelahan dengan Abas. Tidak tahu kalau ada Farah yang tampak tidak suka dengan situasi ini tapi dia tidak bisa meminta Hani untuk pindah juga.
“Duduk di sana, Han. Kayaknya semua tempat duduk udah penuh,” kata Ambar yang memberi tahu.
“Baik, mbak,” sahut Hani menuruti.
Sementara itu masih ada satu kursi kosong di belakang Hani dan Abas yang dapat diduduki oleh Fadli yang baru saja selesai mengurus mahasiswanya. Fadli juga tidak suka situasi ini sampai menghabiskan air minum karena merasa panas.
“Kecolongan lagi,” gumam Fadli yang terdengar oleh Hani karena Fadli sengaja duduk dengan mencondongkan tubuhnya dekat ke telinga mantan istrinya.
Namun Hani mengabaikannya dan bersikap biasa saja walau sempat merinding dan terkejut selama beberapa saat.
Acara kompetisi diawali dengan pembacaan do’a lalu menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Semua berjalan lancar di mata Fadli yang tetap memonitori mahasiswa untuk mendokumentasikan jalannya acara dengan baik, tapi kemudian ada seorang mahasiswa yang membawa kamera tidak sengaja keseleo saat menuruni panggung.
Karena itu Fadli kemudian maju untuk mengambil alih posisi mahasiswa tersebut. Namun sebelumnya dia melepaskan tas kecil yang dipakai sejak tadi yang isinya barang penting seperti dompet dan kunci mobil serta ponsel. Tas itu hendak dia titipkan pada seseorang dan pilihan pertamanya tentu saja Hani.
“Bu Hani, tolong saya titip tas ini,” ucap Fadli dengan suara cukup keras sengaja supaya orang lain mendengarnya.
Hani yang sejak tadi diam pun kaget dan juga bingung, namun dia menerima saja tas itu dan menyimpannya di pangkuannya.
“Tolong titip ya, Bu. Terima kasih,” kata Fadli tidak lupa dengan senyumannya tak tertinggal.
“Baik, Pak,” balas Hani dengan kikuk.
Staf dan dosen lain yang melihat interaksi itu pun menahan senyum. Fadli membuat jelas rasa tertariknya pada Hani di depan mereka tanpa rasa canggung karena tindakan dosen baru ini sangat tidak tertebak. Bukannya menitipkan tasnya pada Abas karena sesama dosen pria yang seumuran, tapi malah memberikannya pada Hani.
Setelahnya Fadli sudah berada di sisi panggung mengalungkan tali kamera yang dia pegang dan bergerak mendokumentasikan acara yang berlangsung.
“Ada yang lagi PDKT,” kata Riri pada Hani lalu disambut tawa oleh yang lain.
“Apa sih!” Hani berkilah tapi dia mati kutu di tempatnya.
Dia merutuki Fadli yang melakukan ini padanya, tapi pada dasarnya Hani juga tidak menyangka kalau mantan suaminya itu benar-benar akan menepati perkataannya saat hari Senin kemarin.
***
Pergerakan Fadli yang hari ini menggunakan celana dan kemeja wana hitam yang fit badan yang akhirnya menjadi perhatian banyak orang. Semua jadi tahu kalau Fadli adalah dosen karena menggunakan name tag dengan tulisan nama yang jelas. Tapi yang paling menarik perhatian adalah wajah tampan dan keramahannya.
Karena dia bergerak ke sana ke mari, akhirnya dia menyapa beberapa orang untuk meminta izin memotret dari posisi mereka. Beberapa mahasiswa perempuan bahkan menatap Fadli dengan penuh ketertarikan. Nama Fadli yang terbaca jelas membuat mereka langsung mencoba mencarinya di media sosial tapi ternyata tidak ada. Di google pun cuma ada rilisan jurnal dan smeua tentang pendidikan.
“Gila, dosen ini pinter banget, udah S3 aja,” kata seorang mahasiswa.
“Idaman banget nggak si. Pinter, ganteng dan kelihatan bisa diandalkan!” puji yang lain.
“Kalau dia buka akun medsos, jelas bakal banyak follower. Gue jadi pengen pindah kuliah di sini.”
“Samaaa!”
Fadli memang tidak punya media sosial, dia cuma twitter itu pun akhirnya dia tutup karena merasa tidak perlu kemudian. Sama seperti Hani yang punya media sosial hanya untuk menikmati postingan orang lain tapi tidak dengan menunjukan diri mereka. Karena itu banyak orang yang tidak tahu mereka pernah menikah.
Saat itu mereka membuat resepsi secara sederhana di rumah Hani yang dihadiri teman dekat saja. Lalu ditambah melakukan syukuran di pondok pesantren tempat Fadli menimba ilmu sejak SMP hingga kuliah. Pernikahan yang berlangsung saat Hani memasuki semester 7 dan Fadli sudah berada di jenjang S2, tapi mereka masih berada di kampus yang sama.
Dan berkat penikahan yang secara sederhana itu, Hani merasa aman karena tidak banyak orang yang tahu jika Fadli adalah mantan suaminya.
“Hani.”
Saat wanita ini sedang melamun, tiba-tiba saja ditegur oleh Abas karena ternyata Fadli sudah menghampirinya untuk mengambil ponsel yang berada di dalam tasnya tadi. Hani pun segera mengambilkan ponsel itu dari tas Fadli tapi tanpa sengaja menekan layar ponselnya yang sensitif atas sentuhan dan layarnya kemudian menyala.
Secara langsung Hani dapat melihat dengan kedua matanya walpaper ponsel Fadli yang amat dia kenali. Dia pun mendongak menatap Fadli yang baru saja menerima ponsel miliknya dari tangan Hani yang tampak terkejut. Pemandangan ini membuatnya tersenyum sampai alisnya juga bergerak.
Lalu ketika Fadli kembali ke tempatnya semula, Hani menerima pesan dari pria itu lewat w******p.
From: Dosen Fadli
Wallpapernya masih sama
Foto tangan kamu yang aku ambil sendiri
Masih sama kaya 3 tahun yang lalu
Nggak pernah berubah
Hani membaca pesan itu dengan perasaan berkecamuk. Fakta yang baru saja dia ketahui itu membuatnya tidak tahu harus bagaimana. Karena Fadli tidak berbohong kalau foto di ponsel pria itu memang sama seperti saat mereka menikah. Hal yang membuat Hani saat itu merasa amat dicintai oleh Fadli karena dulu wallpaper Fadli adalah fotonya bersama sahabatnya sejak dia masuk pondok pesantren.
Sebab Hani jadi teringat kalau bukan karena dia yang meminta Fadli yang mengganti wallpaper itu, Fadli mungkin tidak akan melakukannya. Karena bagi Fadli, sahabat yang sudah sejak SMP selalu bersamanya itu adalah yang terpenting.
Sangat penting sampai membuat Hani menyerah akan pernikahan mereka.
“Masih sama karena kamu masih mencintaiku ... atau hanya karena kamu malas menggantinya?” tanya Hani dengan suara amat lirih.
Rasa kecewa itu kembali menyeruak masuk ke dalam dirinya. Mengingatkan Hani lagi akan keputusan cerai yang dia ambil dengan banyak pertimbangan tentu saja. Dia tidak menggugat cerai Fadli tanpa alasan yang jelas dan masalah yang cuma sepele saja. Tapi ada segunung alasan yang membuatnya mengambil tindakan ini dan mengakhiri pernikahan mereka yang baru berjalan 2 tahun lebih sedikit.
Namun saat Fadli bertanya kenapa Hani ingin berpisah, Hani hanya menjawab kalau dia sudah muak hidup dengan Fadli dan ingin bebas seperti teman-temannya. Yang tentu saja itu cuma kebohongan, dia amat mencintai Fadli dan siap menikah meski masih muda.
***
3 tahun yang lalu, malam saat Hani meminta cerai pada Fadli.
Fadli baru saja pulang dari kuliah S2-nya yang mengambil kelas karyawan saat hampir pukul 9 malam. Tapi dia belum makan malam karena sengaja ingin makan bersama Hani di rumah karena Hani bilang dia memasakan semur ayam kesukaan Fadli.
Dia bahkan sangat bersemangat hari ini karena setelah 2 tahun mereka menikah dia mulai kecanduan dengan masakan sang istri. Sambutan saat dia baru saja masuk ke dalam rumah adalah Hani akan mencium tangannya lalu Fadli akan mencium kening Hani. Tapi kali ini Fadli mencium bibir istrinya juga.
Untung saja pintu rumah sudah tertutup sehingga kegiatan mesra mereka berdua tidak terlihat oleh orang lain. Keduanya berciuman seperti tidak pernah melakukannya saja sebelum ini. Tas Fadli sudah tergeletak di atas lantai, tercampakan begitu saja karena tangan pemiliknya tengah memeluk pinggung istrinya supaya merapatkan posisi mereka berdua.
“Mas ... berhenti dulu ... aku pengen napas ...”
Dengan terengah-engah Hani berkata karen Fadli masih ingin menciumnya tanpa memberi jeda. Dia bahkan kini sudah berbaring di sofa entah bagaimana caranya sudah berada dalam posisi ini.
Fadli tertawa lalu bangkit duduk dan menarik Hani yang tidak memakai hijan dan baju rumahan biasa. Tapi istrinya ini sangat cantik malam ini makanya dia tadi seperti kalut untuk segera mencium bibir Hani padahal belum bebersih setelah berkegiatan di luar rumah.
“Maaf. Kalau gitu mas mandi dulu,” kata Fadli.
“Ya sanah. Aku akan angetin semurnya buat mas,” ujar Hani.
Setelah bebersih, Fadli keluar kamar dengan menggunakan kaus longgar dan celana pendek yang sudah disiapkan di atas ranjang oleh Hani begitu dia keluar dari kamar mandi. Dia menghampiri Hani yang sedang mengambil piring di dapur untuk mereka berdua makan dan langsung memeluk istrinya itu dari arah belakang.
“Nanti kalau piringnya jatuh kita bisa luka loh,” kata Hani mengingatkan karena Fadli mulai jahil dengan menciumi lehernya karena saat ini rambutnya dia ikat ke atas membentuk bun.
Fadli akhirnya berhenti setelah diingatkan lalu mengambil alih piring di tangan Hani dan meletakkannya di meja makan. Mereka mulai menyantap makan malam dengan posisi berhadapan lalu menceritakan hari yang dilalui masing-masing. Tapi di sela itu Fadli akan menyuapi Hani seperti kebiasaannya.
Perhatian itu membuat Hani yang teringat akan niat yang sudah mantap akan dia kemukakan di hadapan Fadli pun menjadi gamang. Sejak saat dia bertemu dengan wajah cerita suaminya saat pulang ke rumah membuatnya merasa bersalah kalau akan ada kabar buruk yang hendak dia sampaikan.
Tapi Hani tidak bisa mundur lagi.
Dia sudah tidak bisa lagi menahan untuk berada di posisi menjadi istri Fadli selama pria ini tidak mau peka dengan keadaan Hani yang sebenarnya tidak baik-baik saja.
Jadi begitu mereka selesai makan malam dengan masakan Hani yang terasa lezat, Fadli akhirnya bisa tahu apa yang membuat Hani beberapa kali melamun saat mereka makan.
“Aku ingin kita bercerai, Mas,” ungkap Hani dengan suara tercekat tapi penuh keyakinan.
Sedangkan Fadli masih dalam keterkejutan maksimal setelah mendengar kata cerai yang diucapkan istrinya. Kata yang tidak pernah Fadli bayangkan kalau Hani akan mengatakannya saat mereka baru saja berciuman, berpelukan dan malam berdua dengan mesra.
“Aku pikir kita tadi baik-baik saja, Hani,” kata Fadli dalam keadaan terkejutnya.
Dia menatap mata istrinya yang saat ini berkaca-kaca tapi tidak melihat ada keraguan di sana yang membuat hati Fadli pun mencelos. Dia berhadap kalau Hani hanya mengerjainya saja, ini cuma kebohongan.
Hani menyunggingkan senyumnya seraya terus meneguhkan hatinya. “Iya, memang benar ...”
“Terus ... kenapa kamu meminta ... bercerai?”
Kata cerai begitu sulit untuk Fadli ucapkan barusan.
Dan Hani yang sudah menyiapkan jawaban akan pertanyaan ini pun menjadi mudah untuk mengatakannya walau hatinya perih. Dia tidak mau berpisah dari suaminya yang dia cintai, tapi Hani sudah tidak kuat menahan dirinya dalam posisi sebagai istri seorang Fadli.
“Karena aku sudah muak hidup sama kamu ... aku ingin bebas seperti teman-teman aku yang lain,” jawab Hani dengan suara yang sangat meyakinkan.
Tapi Fadli justru terperangah akan jawaban itu. Karena dia ingat sekali kalau Hani sudah berjanji bahwa dia ingin menikah di usia muda bukan karena bosan tapi karena sudah siap. Fadli pernah mengingatkan Hani bahwa pernikahan mereka pasti akan merenggut kebebasan itu karena harus ijin kepada dia sebagai suami.
“Kamu bohong,” ucap Fadli. Dia yakin Hani cuma mengada-ada tentang alasan ini.
“Apanya yang bohong?” tanya Hani bingung. Dia sedikit gugup karena ternyata Fadli tidak lansung percaya akan jawabannya.
“Soal kenapa kamu ingin bercerai,” jawab Fadli dengan lugas. Tatapannya kini menjadi tegas pada istrinya karena mereka tengah menghadapi sesuatu yang serius. “Jangan meminta cerai dengan alasan seperti itu, Han. Karena kamu sudah berjanji dulu.”
Terjadi hening kemudian tapi mereka berdua masih saling menatap dengan ketegangan yang makin terasa di antara mereka. Padahal rumah yang mereka tinggali berdua ini tadinya sangat cerah suasananya karena kemesraan yang mereka lakukan.
“Tapi aku ingin tetap bercerai dengan alasan itu,” tutur Hani setelah mengusap air matanya.
Meski Fadli mencegahnya untuk tidak bercerai. Hani ingin tetap melakukannya, dia ingin terbebas dari Fadli meski bukan dengan alasan yang sebenarnya terjadi padanya. Karena alasan ini tidak akan pernah dia ungkapkan pada Fadli secara jujur atau bahkan kepada semua orang, biar dia dan Tuhan saja yang tahu.
“Jangan begini, sayang ...” lirih Fadli yang merasa hatinya sangat sakit.
Air mata Hani turun lagi karena mendengar suara Fadli barusan. Hampir saja itu membuatnya luluh tapi dia yakin telah siap dengan semua ini.
“Maaf ... maafkan aku, Mas ...” ucap Hani dengan tangisannya yang belum reda.
***