1M!!

1022 Kata
Benarkah empati lebih penting dari sikap masa bodo? pada kenyataan keduanya penting dan keduanya bisa di anggap tidak penting pada situasi tertentu. Manusia punya keinginan, tapi kenyataan nyata berkuasa. Itulah yang di hadapi Ela sekarang, kepeduliannya terhadap Anyelir akan menyeret Santi, Sekar yang tidak tahu apa apa. Ke dalam masalah yang akan di mulai. Sementara Ruri yang baru saja bergabung, tertunduk lesu di kursi mendengatkan cerita Anyelir. Ela, Sekar dan Santi mendengarkan dengan seksama di kamar kos-an milik Santi yang berukuran cukup luas. "Kita dalam masalah." Ucap Ruri membuka suara, menatap satu persatu sahabatnya. "Uang satu milyar bisa jual mertua, eh gila ini mah gila!" umpat Sekar. Santi hanya diam mendengarkan Sekar dan Ruri. Ela hanya menepuk nepuk kepalanya sendiri. "Andai aku kaya!" ucap Ela. Santi melirik Ela, hanya tersenyum yang di paksakan. "Maafkan aku, gara gara aku. Kalian kena masalah." Imbuh Anyelir. "Aku butuh uang satu milyar, supaya aku bebas dari Alex. Jika tidak, aku harus menjadi simpanannya." "Gue bantu!" seru Ela, meski ia tidak tahu bagaimana caranya mendapatkan uang itu. "Gue hapal siapa Alex. Dia tidak akan melepaskan kita semua semudah itu." Timpal Ruri. "Haah, aku mah nggak ikut ikutan. Cari aman saja, masa bodo dengan urusan kalian." Celetuk Sekar. Santi yang tidak setuju dengan usul Ela. Berdiri menatap tajam Ela. "Lo suka Anyelir? kenapa gak lo nikahin aja sekalian? hidup lo udah susah, La. Mau lo tambah bikin susah?" "San! lu kenapa? bukankah lu yang ngajarin gue supaya jadi orang yang berguna?" Ela berdiri, menatap tajam Santi. "Terserah lo!" Santi balik badan, lalu melangkahkan kakinya keluar dari kamar. "La, sebelumnya aku mau ucapin terima kasih. Tapi, biarlah ini menjadi urusanku." Ucap Anyelir. "Ah teh Anyelir, kamu jangan sok sok-an kuat. Nyatanya memang kamu butuh bantuan Ela. Ya kan?" sindir Sekar. "Eh diem lu!" sungut Ela, memperhatikan Sekar. "Lu juga, bukannya bantuin mikir malah nambah pikiran." "Ih bodo amat!" Sekar menarik bibirnya, lalu beranjak pergi dari kamar, di ikuti Ruri. Tinggallah Ela dan Anyelir di kamar tersebut, sama sama terdiam. Berpikir bagaimana caranya mendapatkan uang satu milyar. Sementara di luar kamar. Diam diam Santi menghubungi seseorang, dan meminta bantuan untuk menyiapkan uang satu milyar. "Santi..." Santi mematikan ponselnya, ia terkejut meluhat Ruri di belakangnya. "Apa?" tanya Santi. "Lo itu siapa? gue gak yakin kalau lo wanita penghibur." Kata Ruri, menatap penuh selidik. "Apaan si lo?!" Santi beranjak pergi dari hadapan Ruri. "San, gue tau. Lo mencintai Ela. Gue bisa lihat dari cara lo bicara dan memandang Ela." Gumam Ruri pelan, namun terdengar oleh Sekar yang berada di belakangnya. "Bukankah Ela itu cewek? Santi menyukai sesama jenis? hmm aku penasaran dengan mereka. Tapi, buat apa juga aku melibatkan diri. Hidupku ajah sudah susah, mending cari kerja buat makan." Ucap Sekar dalam hati. "Heh bengong!" Ruri mengibaskan tangan ke wajah Sekar. Sekar tertawa kecil, menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Kamu kerja di mana? ada lowongan ga?" tanya Sekar. "Gak ada." Tegas Ruri, dan berlalu begitu saja dari hadapan Sekar. "Ih dasar orang orang aneh, di tanya baik baik malah pada sewot!" rutuk Sekar. *** Malam ini Ela dan Anyelir menemui Alex di kelab miliknya. Ela memutuskan untuk membebaskan Anyelir dari jerat hutang yang di lakukan suaminya Aldo. Namun Ela sendiri tidak memegang uang sedikitpun untuk membebaskan Anyelir, hanya bermodalkan nekat. Ela bermaksud bernegosiasi mengenai uang satu milyar. Alex duduk di sofa, menatap penuh cinta ke arah Ela. Anak buahnya berdiri mengelilingi sofa, memperhatikan Ela dan Anyelir. "Aku punya penawaran menarik buatmu, cantik." Alex berdiri, menghampiri Ela. Tangan kanannya mengibaskan rambut panjang Ela ke belakang. Diam diam Ela, begidik ngeri mendapat tatapan penuh cinta dari Alex. Namun ia berusaha untuk tetap tenang demi menyelamatkan Anyelir. "Lu punya penawaran apa?" tanya Ela. "Aku beri waktu 24 jam, terserah bagaimana kau mendapatkan uang itu. Jika kau tidak dapat mengembalikan uang satu milyar dalam 24 jam. Maka, kau harus menggantikan Anyelir." Tawar Alex, tersenyum manis pada Ela. Ela membayangkan kalau ia menjadi simpanan Alex. Ela menelan salivanya susah, begidik dan berkali kali menepuk keningnya sendiri. Alex mengerutkan dahi memperhatikan tingkah Ela. "Bagaimana manis? kau setuju?" tanya Alex. "Setuju!" sahut Ela, tanpa berpikir panjang. Anyelir menoleh sesaat ke arah Ela. "Kamu yakin?" tanyanya. Ela mengangguk pasti, kemudian mengulurkan tangannya. "Bagus, aku suka wanita pemberani sepertimu." Kata Alex, membalas jabat tangan Ela. Setelah Ela menyetujui tantangan Alex, mereka berdua bergegas pergi meninggalkan kelab. Di tepi jalan raya, Ela meninta Anyelir untuk pulang ke kos-an Santi, kemudian ia memanggil tukang ojeg untuk mengantarkan Anyelir. Sepeninggal Anyelir, Ela mengambil ponselnya dari dalam tas. "Semoga mom mau membantuku." Gumam Ela. Lalu ia menekan nomer ponsel milik ibunya. Namun sang ibu tidak mengangkat teleponnya. Berkali kali ia coba menghubungi ibunya namun tidak di angkat sama sekali, hingga kakinya pegal karena terus berdiri. Ela mulai putus asa. "Mom sudah membuangku, dia tidak mau bicara lagi denganku." Kini pupus sudah harapan Ela, awalnya ia akan meminta bantuan uang satu milyar dan memutuskan untuk pulang ke rumah lagi. Tetapi nyatanya, sang ibu menolak berbicara dengannya lagi. Ela mengedarkan pandangannya, mencari tempat untuk duduk. Lalu ia berjalan menuju halte, lalu duduk di halte memperhatikan kendaraan lewat di depannya. "Apa yang harus aku lakukan?" ucap Ela dalam hati. Ela terdiam cukup lama, berpikir keras untuk mendapatkan uang dalam 24 jam. Tak lama kemudian, ia berdiri dan melangkahkan kakinya menuju suatu tempat di mana orang orang seperti Ela berkumpul. Ia bermaksud untuk meminta bantuan kepada mereka yang memiliki profesi sama seperti dirinya. Sementara di tempat lain, Santi tengah berbicara dengan seorang pria di sebuah kafe. "Sesuai permintaan nona." Kata pria berjenggot, menyodorkan koper kecil di atas meja. "Terima kasih, lo harus jaga rahasia. Jangan sampai papa tahu." Pesan Santi. Pria berjenggot tersebut mengangguk. "Baik nona." "Sekarang lo harus secepatnga pulang, kalau papa bertanya. Jangan pernah katakan kalau lo habis nemuin gue." Pria berjenggot tersebut mengangguk anggukkan kepala. Lalu ia berdiri dan meninggalkan kafe. Santi tersenyum menatap koper yang berisi uang satu milyar. "La, gue lakukan apapun demi lo." Gumam Santi. Sementara Ruri yang penasaran dengan latar belakang Santi. Sejak Santi keluar dari kos-an, Ruri terus mengikuti Santi. "Gue tahu, lo sedang menyamar. Dan gue yakin, kalau lo bukan seperti yang gue bayangkan selama ini." Ucap Ruri dalam hati.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN