Hening, hanya suara mobil yang berlalu lalang dan helaan napas masing-masing. Setelah berhasil membawa Dyra mengikutinya, di sinilah mereka berada. Di dalam mobilnya Dewa. Tatapan keduanya terlihat fokus pada jalan yang sedang mereka lalui.
"Ada yang mau lo tanyain?"
Suara berat itu akhirnya terdengar. Berhasil membuat kedua bola mata indah itu mengalihkan tatapannya. Menadapati lirikan Dewa yang pada saat itu juga membuat Dyra menegang dengan jantungnya yang berdegup kencang.
"Iya, eh, enggak." Dan ia kembali menunduk dalam meremas ujung roknya kuat.
Dewa hanya bisa mendengus, dengan gelengan gelinya. "Apa yang lo lihat kemarin?"
"E-enggak. Gue enggak lihat apa-apa, eh, maksud gue-gue---"
Ciitttt!
Mobil tiba-tiba terhenti dengan spontan. Hampir saja membuat kening milik Dyra terbentur kuat kalau Dewa tidak segera merentangkan sebelah tangannya untuk menahan.
"Anjing!"
Umpat Dewa, ketika melihat motor yang menyelipnya bebas dan kini berlari menjauh. Dyra menganga seolah tak bernyawa, bukan karena kejadian mobilnya Dewa yang hampir menabrak motor itu. Tapi karena lengan kekar itu tepat berada di depannya menjadi penghalang benturan itu terlihat begitu manis.
Hampir saja ia lupa, kalau beberapa hari yang lalu pernah menatap laki-laki itu dengan takut.
Merasa gadis di sampingnya masih terdiam. Dewa menoleh dan menyentuh pundaknya. "Lo enggak apa-apa?"
Dyra menggeleng pelan. Melirik wajah tampan itu dengan cemas, "Dewa, lo enggak jahatkan? Maksud gue, lo bukan orang jahat kan?"
Butuh waktu beberapa menit untuk berpikir, ketika kekehan itu dewa perlihatkan. Membuat Dyra semakin terpana, bahwa moster yang beberapa hari kebelakang itu ia lihat, menjadi kembali memperlihatkan sisi malaikat tampan yang entah mengapa semakin sempurna.
"Emang apa yang lo pikirin tentang gue?"
Dyra menggeleng, tapi tangannya gatal. Ia meraih pipi menawan itu dan mengusapnya pelan. "Gue sempet mikir, kalau lo itu cowok jahat." wajah mulus dan bersih milik Dewa sukses membuat Dyra lupa pada semua rasa takutnya. Tangan nakalnya menelusuri hidung, dagu, dan berakhir dibibirnya.
"Dan gue berharap lo enggak sejahat itu!"
Merasa tangan gadis itu semakin nakal, Dewa menangkapnya namun tidak menyingkirkan tangan itu dari bibirnya. "Lo enggak akan ngerti. " perlahan menurunkannya, Dewa kembali mencoba menyalakan mobil.
"Kita ke rumah lo!"
"Gue ke rumah Fania!" Sanggah Dyra, hal itu membuat Dewa meliriknya penuh tanya. Dan Dyra merasakan tatapan elang itu. Hingga ia membalas dan tersenyum nakal.
"Jangan tatap gue Dewa! Lo bikin gue tambah jatuh cinta!"
Dewa memutar kedua bola matanya jengah, "Mimpi!"
Dyra tersenyum dan bergelayut manja, "Lo udah bilang, kalau gue milik lo! Berarti kita sama-sama saling memiliki, iyakan?"
Dewa menarik napas takjub, kedua matanya kali ini lebih fokus pada jalan di depannya. Tidak repot dengan tangan Dyra yang bergelayut manja. Namun ia menyesal, karena sudah ceroboh mengatakan kebodohannya. Kalimat laknat, yang akan semakin membuat gadis itu tidak tahu malu padanya.
"Dewa, gue boleh tanya?"
"Apa?"
"Kenapa lo mukulin cowok itu?"
Dewa melirik sekilas, "Karena gue mau!"
Dyra bergerak gelisah, "Enggak boleh gitu, enggak boleh mukulin orang sembarangan."
Dewa tidak menjawab, hanya melirik sekilas dan memilih melanjutkan mobilnya.
"Dewa!"
"Hemm..."
"Gue jadi gak takut lagi sama lo. Mmm... benerkan kalau kalau lo milik gue?"
Dewa masih terdiam. Dyra mulai kesal, ia meraih dagu menawan itu dan diarahkan padanya.
"Hay, my angel. You really are for me right? you will really save me right? "
Memilih mendengus kesal, Dewa memberikan lirikan datarnya. Lalu...
"Ngomong lagi, gue dorong lo keluar!"
***
"Faniaaaaaa!"
Kebiasaan Dyra ketika berada di rumah sahabatnya itu adalah; berteriak di depan gerasi lalu memukulnya.
"Faniaaaa!"
Suaranya yang cempreng, membuat Fania segera keluar dengan kesal. "Berisik b**o!"
Tapi Dyra tidak peduli. Ia segera masuk dan memeluk sang sahabat. "Gue ada kabar yang keren banget."
Fania memutar kedua bola matanya jengah seraya menutup kembali gerasi. Langkahnya mulai masuk, mengiring manusia paling berisik itu.
"Lo pasti bakal kaget dengernya."
Fania masih saja terdiam. Dyra bergelayut manja sambil menyandarkan diri ke pundak Fania. "Si Dewa beneran tertarik sama gue. Lo tau lah, gue itu cewek cantik yang enggak akan kalah sama bulan!"
Fania mendengus.
"Eh, kabarnya adalah kami jadian!"
Dan Fania masih diam. Bukan karena tidak mendengarkan apa yang dikatakan gadis itu. Tapi karena kedua matanya amat mengantuk. Karena se-sampainya di kamar gadis itu Fania langsung tidur. Membuat Dyra mengerucutkan kedua bibirnya.
"Malah tidur, padahal gue laper."
Dyra beranjak, ia ke dapur untuk mencari makanan. Ah, rumahnya Fania ini sudah seperti rumahnya yang kedua, orang tua Fania tidak pernah mempermasalahkan makanan.
Dyra masih mengerucutkan bibirnya kesal. Ketika ditangga ada Arsen, Kakak-nya Fania. Cowok 21 tahun yang berwajah sangat tampan. Hanya saja, laki-laki itu sudah punya pacar. Jadi Dyra, tidak bisa mendekatinya.
"Kenapa dah?"
Arsen bertanya, Dyra nyengir kuda. "Kak Arsen sudah pulang?"
Arsen mengangguk, "Bakal ada temen soalnya."
"Cewek?"
Arsen menggeleng, "cewek-cowok sih,"
Dyra mengangguk, "Tante ke mana ya?" Dyra melihat kamar bawah. Kamar yang diisi oleh mamah dan Ayahnya Fania.
"Mamah sama ayah lagi pergi. Kenapa?"
Dyra memberi isyarat pada Arsen untuk mendekat. Arsen menautkan kedua alisnya. "Apaan dah?"
"Sini, gue mau bisikin sesuatu."
"Bisikin apaan?"
"Kak Arsen enggak usah takut sama Dyra. Ayo sini."
Karena penasaran pada apa yang akan dikatakan gadis itu. Arsen pun mendekat, "Sok, mau bisikin apaan?"
Dyra yang merasa menang, ia pun segera ber-bisik. "Kak Arsen, Dyra laper!"
Sempat terdiam sejenak, sebelum laki-laki itu tergelak. Berhasil membuat Dyra cemberut. "Kak Arsen, Dyra serius. Dyra laper!"
Lihat bagaimana lucu nya gadis itu. Mampu membuat tangan Arsen segera mengacak rambutnya kuat. Dyra ini sudah lama sekali bersahabat dengan Adiknya. Seingatnya sejak SD, dan Arsen menganggap Dyra sudah seperti adiknya sendiri.
"Ada-ada aja nih bocah!"
"Ikhh! Kak Arsen!"
Menghentakan kedua kakinya, malah semakin membuat Arsen tergelak nikmat bahkan sampai sakit di perutnya.
"Gila! Hentiin Dyra!"
"Dih, malah ngambek. Kak Arsen traktir Dyra. Yah, yah?"
Memperlihatkan tatapan puppy eyes-nya. Arsen tentu saja tidak mampu menolak. Setelah selesai tertawa, Arsen pun mengangguk.
"Ok, lo tunggu di sini! Gue ambil kunci motor dulu."
Lantas Dyra berteriak histeris. Bahkan memeluk laki-laki itu sebagai ekspressi dari bahagianya.
"Dasar bocah!" Arsen menggeleng jengah. Dan Dyra masih saja berjingkrang senang, membiarkan Arsen memasuki kamarnya untuk mengambil kunci.
Dyra terus tersenyum, merasa bahagia karena perut laparnya akan segera berakhir. Tatkala melihat sesosok tampan di bawah tangga sana yang saat ini tengah menatap datar padanya.
Dewa?
Dyra perlahan turun, menghampiri. Hampir saja ia akan memeluk pacar barunya itu. Tatkala pintu kembali terbuka dan menghadirkan seorang gadis. Dia Tanaya, gadis yang waktu itu dihampiri Dewa.
"Kak Dyra di sini juga? Gue ke sini buat ketemu Kak Arsen, Kak Arsen ada kan?"
Dyra tidak menjawab. Ia kembali melirik Dewa-nya. Dewa miliknya, tapi kenapa tatapannya datar, dan hanya hangat ketika melihat Tanaya?
"Tana, ayo masuk!"
Dan Dewa menyambut gadis itu, semakin membuat Dyra mematung.