Hari ini Athar memutuskan untuk mengadakan acara jamuan makana malam khusus bersama Bapak dan Ibu Broto.
Bukan tanpa alasan Athar melakukan hal tersebut, setelah dia mendengarkan apa yang Jenar ceritakan, Athar tidak ingin mengambil langkah yang salah dengan mengikuti arahan dari Nyai Lastri yang di liputi aura dendam.
Athar ingin mengenal pasang suami istri itu lebih dalam lagi. Di bantu dengam Jenar dan Ayana, akhirnya Athar mengumumkan kepada anak anak tentang jamuan makan malam dengan alasan yang berbeda. Athar tentu nya tidak mengungkapkan yang sebenarnya, Athar memberikan alasan sebagai tanda terimakasih telah di izinkan berdiri nya rumah baca yang mereka buat.
Dan tanpa rasa curiga sedikit pun, akhir nya anak anak yang lain setuju dengan hal tersebut. Maka dari itu, Athar meminta kepada anak anak agar selesai mengajar langsung kembali ke rumah singgah tanpa melenceng kemana terlebih dahulu.
Dan yang tidak memiliki jadwal, Athar meminta untuk tetap di rumah sembari bebersih. Karena bagaimana pun juga rumah harus terlihat bersih, rapih dan nyaman tentunya.
"Na.. lu juga kosong 'kan?" tanya Jenar ketika sedang berada di dalam kamar.
Ayana menatap Jenar, kemudian mengangguk. "Kenapa gitu Ra?"
Jenar terdiam sesaat, ia menatap Ayana dengan pandangan bingung. "Hmm.. temani gue"
mendengar jawaban dari sahabat nya itu membuat satu alis nya terangkat, "Ke...?"
Jenar menarik nafas nya dalam sebelum akhirnya ia hembuskan dengan keras. "temani gue, kita telusuri jalan dan rumah yang Nyai Lastri tunjukin"
"Tapi Ra.. gue nggak hafal jalanan desa"
"Gue hafal kok.. ayo, Na.. pliss"
Mendengar sahabatnya itu yang memohon kepada diri nya, dengan berat hati Ayana akhirnya menyetujui keinginan aneh dari Jenar.
Mereka pun mulai bersiap menggunakan pakaian yang sopan dari yang mereka pakai saat ini. Sebenarnya di rumah bukan hanya tersisa Jenar dan Ayana saja. Namun ada Jaya, dan Ayman juga yang tidak memiliki jadwal.
Dan Jenar sudah memiliki alasan untuk dapat keluar dari rumah singgah itu tanpa di curigai sedikitpun oleh kedua pria yang saat ini sedang menikmati kopi dan batang rokok di ruang tengah.
Cuaca diluar rumah pun nampak begitu cerah, dan udara nya begitu sejuk untuk paru paru Jenar dan Ayana yang terpenuhi oleh polusi udara di kota.
Jenar menganggukkan kepala nya pada Ayana, kemudian mereka berdua berjalan bersama keluar dari kamar nya. Jenar sudah menebak kalau kedua pria itu akan bertanya kepada mereka.
"Gue sama Ayana mau cari cari sayur tambahan buat nanti malam" jawab Jenar ketika Ayman bertanya sembari meneguk kopi nya.
Ayana menelan saliva nya untuk membasahi tenggorokan nya yang kering, "Iya.. biasa nya jam segini para pria di desa baru pulang dari kota. Dan bawa beberapa sayuran segar" timpal Ayana dengan sok tau nya.
Ayman mengerutkan keningnya, "Masa sih?"
"Iyaaa.. udah ah nanti keburu siang" ujar Ayana sembari menarik pergelangan tangan Jenar dan membawa nya pergi meninggalkan para pria yang terlihat sangat penasaran itu.
Ayana melakukan hal tersebut karena dia tidak tahan jika harua berbohong di depan Ayman. Sejujurnya Ayana memiliki sedikit perasaan suka kepada pria berdarah sunda itu. Dan tidak ada siapapun yang mengetahui nya, termasuk Jenar. Sahabat nya itu hanya tau kalau diri nya menyukai Mas Bryan. Namun tidak, Ayana memiliki perasaan kepada Ayman, bukan Bryan.
Dua sahabat itu akhirnya dapat keluar dari rumah singgah dengan hati yang tenang. Jenar tidak mencurigai apapun tentang Ayana yang menarik dirinya itu. Ia justru berterimakasih dengan apa yang Ayana lakukan.
"Di mimpi kayak gimana, Ra?" tanya Ayana ketika mereka sedang menelusuri jalanan desa.
"Seperti yang gue ceritain tadi. Di mimpi itu yang gue lihat rumah nya ya.. rumah Pak Broto. Cuma gue nggak yakin, kita cek satu satu rumah di desa ini. Takut nya ada yang sama seperti rumah Pak Broto"
"Jadi??"
Jenar tersenyum dengan manis nya, gadis itu pun memegang tangan Ayana dengan erat. "Jadiiii... sekarang kita keliling desa" ucap Jenar dengan semangat.
Helaan napas Ayana itu membuat Jenar tertawa senang. Tentu ia senang karena walaupun dengan berat hati, tapi sahabat nya itu tetap menemani diri nya dan tidak membiarkan diru nya menghadapi kesulitan sendiri.
Untuk saat ini, Jenar tidak memiliki siapapun sebagai tempat diri nya bersedih, dan mengadu akan masalahnya. Namun Ayana hadir, menggantikan peran Bryan, Mbok Nar maupun kedua orangtua nya.
Saat ini Jenar dengan tangan yang melingkar pada lengan Ayana itu sedang melihat satu persatu rumah rumah warga, mulai dari yang terdekat dengan rumah singgah, hingga yang menurut mereka berdua sudah jauh dari daerah yang mereka tau.
"Ra, gimana?? kita udah jauh nih.. gue takut nyasar" ucap Ayana sembari melihat sekeliling nya yang begitu sepi.
Jenar pun menolehkan pandangan nya kebelakang, yang sahabat nya itu katakan benar ada nya. Mereka berdua sudah cukup jauh dari rumah singgah, dan juga jalan yang terlihat saat ini hanyalah jalan setapak yang sangat sepi.
Gadis itu menatap Ayana yang nampak ketakutan. "Na.. jadi kesimpulan nya, rumah yang Nyai Lastri tunjukin itu rumah Pak Broto?" tanya Jenar, mereka berdua masih berdiam di tempat. Tidak beranjak sedikit pun.
Ayana berdecak, "Gue nggak tau.. yang lihat itu 'kan elu, Ra" jawab nya kesal.
"Udah buruan balik.. gue takut nanti ada penjahat" lanjut nya menarik tangan Jenar, membawa nya meninggalkan tempat terakhir mereka.
Mereka akhir nya memutuskan untuk kembali kerumah singgah, Ayana menoleh pada jam yang melingkar pada pergelangan tangan nya. Ia cukup terkejut ketika melihat jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi.
Ayana merasa baru berkeliling sebentar saja, akan tetapi nyata nya mereka berdua sudah berkeliling selama satu setengah jam lama nya.
***
"Kalian dari mana?" tanya Jaya pada Jenar dan Ayana yang baru saja memasuki rumah singgah.
Jenar menoleh pada dua pria yang masih berada di ruang tengah itu. "Kan tadi bilang mau cari sayur" jawab nya berusaha terlihat biasa saja.
Jaya mengerutkan kening nya, "Terus mana sayur nya?? ketinggalan?"
Ayana yang sudah lelah pun berdecak kesal mendengar perkataan itu. "Nanya mulu lu!! Tuh tukang sayur udah ilang. Mandi kek lu sono, sumpek banget lihat elu bedua" omel Ayana kemudian menarik tangan Jenar, meninggalkan Jaya yang terdiam dan Ayman yang tertawa karena melihat Jaya yang terkena amuk oleh Ayana.
"Cewek suka aneh yaa.. 'kan gue cuma nanya, kenapa dia yang marah" ujar Jaya pada Ayman yang masih tertawa geli.
"Na... elu kenapa narik narik tangan gue mulu sih" omel Jenar seraya melepaskan genggaman tangan Ayana.
Saat ini mereka telah berada di dalam kamar, dengan kondisi mood dari kedua gadis itu yang kesal. Jenar kesal karena apa yang dia harapkan ternyata tidak terjadi. Sedangkan Ayana kesal karena sahabat nya itu mencari sesuatu yang tidak jelas.
"Ra.. maka nya elu kalau mimpi di tamatin dulu dong, baru bangun. Jangan setengah setengah napa!" omel Ayana seraya menuangkan air mineral di atas nakas kedalam gelas milik nya.
Jenar menggelengkan kepala, "Kalau aja tuh mimpi kaga serem, gue juga bakal lama lahh. Ya kali gue bertahan tidur dengan mimpi serem, gila kali gue"
***
Dan tanpa rasa curiga sedikit pun, akhir nya anak anak yang lain setuju dengan hal tersebut. Maka dari itu, Athar meminta kepada anak anak agar selesai mengajar langsung kembali ke rumah singgah tanpa melenceng kemana terlebih dahulu.
Dan yang tidak memiliki jadwal, Athar meminta untuk tetap di rumah sembari bebersih. Karena bagaimana pun juga rumah harus terlihat bersih, rapih dan nyaman tentunya.
"Na.. lu juga kosong 'kan?" tanya Jenar ketika sedang berada di dalam kamar.
Ayana menatap Jenar, kemudian mengangguk. "Kenapa gitu Ra?"
Jenar terdiam sesaat, ia menatap Ayana dengan pandangan bingung. "Hmm.. temani gue"
mendengar jawaban dari sahabat nya itu membuat satu alis nya terangkat, "Ke...?"
Jenar menarik nafas nya dalam sebelum akhirnya ia hembuskan dengan keras. "temani gue, kita telusuri jalan dan rumah yang Nyai Lastri tunjukin"
"Tapi Ra.. gue nggak hafal jalanan desa"
"Gue hafal kok.. ayo, Na.. pliss"
Mendengar sahabatnya itu yang memohon kepada diri nya, dengan berat hati Ayana akhirnya menyetujui keinginan aneh dari Jenar.
Mereka pun mulai bersiap menggunakan pakaian yang sopan dari yang mereka pakai saat ini. Sebenarnya di rumah bukan hanya tersisa Jenar dan Ayana saja. Namun ada Jaya, dan Ayman juga yang tidak memiliki jadwal.
Dan Jenar sudah memiliki alasan untuk dapat keluar dari rumah singgah itu tanpa di curigai sedikitpun oleh kedua pria yang saat ini sedang menikmati kopi dan batang rokok di ruang tengah.
Cuaca diluar rumah pun nampak begitu cerah, dan udara nya begitu sejuk untuk paru paru Jenar dan Ayana yang terpenuhi oleh polusi udara di kota.
Jenar menganggukkan kepala nya pada Ayana, kemudian mereka berdua berjalan bersama keluar dari kamar nya. Jenar sudah menebak kalau kedua pria itu akan bertanya kepada mereka.
"Gue sama Ayana mau cari cari sayur tambahan buat nanti malam" jawab Jenar ketika Ayman bertanya sembari meneguk kopi nya.
Ayana menelan saliva nya untuk membasahi tenggorokan nya yang kering, "Iya.. biasa nya jam segini para pria di desa baru pulang dari kota. Dan bawa beberapa sayuran segar" timpal Ayana dengan sok tau nya.
Ayman mengerutkan keningnya, "Masa sih?"
"Iyaaa.. udah ah nanti keburu siang" ujar Ayana sembari menarik pergelangan tangan Jenar dan membawa nya pergi meninggalkan para pria yang terlihat sangat penasaran itu.
Ayana melakukan hal tersebut karena dia tidak tahan jika harua berbohong di depan Ayman. Sejujurnya Ayana memiliki sedikit perasaan suka kepada pria berdarah sunda itu. Dan tidak ada siapapun yang mengetahui nya, termasuk Jenar. Sahabat nya itu hanya tau kalau diri nya menyukai Mas Bryan. Namun tidak, Ayana memiliki perasaan kepada Ayman, bukan Bryan.
Dua sahabat itu akhirnya dapat keluar dari rumah singgah dengan hati yang tenang. Jenar tidak mencurigai apapun tentang Ayana yang menarik dirinya itu. Ia justru berterimakasih dengan apa yang Ayana lakukan.
"Di mimpi kayak gimana, Ra?" tanya Ayana ketika mereka sedang menelusuri jalanan desa.
"Seperti yang gue ceritain tadi. Di mimpi itu yang gue lihat rumah nya ya.. rumah Pak Broto. Cuma gue nggak yakin, kita cek satu satu rumah di desa ini. Takut nya ada yang sama seperti rumah Pak Broto"
"Jadi??"
Jenar tersenyum dengan manis nya, gadis itu pun memegang tangan Ayana dengan erat. "Jadiiii... sekarang kita keliling desa" ucap Jenar dengan semangat.
Helaan napas Ayana itu membuat Jenar tertawa senang. Tentu ia senang karena walaupun dengan berat hati, tapi sahabat nya itu tetap menemani diri nya dan tidak membiarkan diru nya menghadapi kesulitan sendiri.
Untuk saat ini, Jenar tidak memiliki siapapun sebagai tempat diri nya bersedih, dan mengadu akan masalahnya. Namun Ayana hadir, menggantikan peran Bryan, Mbok Nar maupun kedua orangtua nya.
Saat ini Jenar dengan tangan yang melingkar pada lengan Ayana itu sedang melihat satu persatu rumah rumah warga, mulai dari yang terdekat dengan rumah singgah, hingga yang menurut mereka berdua sudah jauh dari daerah yang mereka tau.
"Ra, gimana?? kita udah jauh nih.. gue takut nyasar" ucap Ayana sembari melihat sekeliling nya yang begitu sepi.
Jenar pun menolehkan pandangan nya kebelakang, yang sahabat nya itu katakan benar ada nya. Mereka berdua sudah cukup jauh dari rumah singgah, dan juga jalan yang terlihat saat ini hanyalah jalan setapak yang sangat sepi.
Gadis itu menatap Ayana yang nampak ketakutan. "Na.. jadi kesimpulan nya, rumah yang Nyai Lastri tunjukin itu rumah Pak Broto?" tanya Jenar, mereka berdua masih berdiam di tempat. Tidak beranjak sedikit pun.
Ayana berdecak, "Gue nggak tau.. yang lihat itu 'kan elu, Ra" jawab nya kesal.
"Udah buruan balik.. gue takut nanti ada penjahat" lanjut nya menarik tangan Jenar, membawa nya meninggalkan tempat terakhir mereka.
Mereka akhir nya memutuskan untuk kembali kerumah singgah, Ayana menoleh pada jam yang melingkar pada pergelangan tangan nya. Ia cukup terkejut ketika melihat jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi.
Ayana merasa baru berkeliling sebentar saja, akan tetapi nyata nya mereka berdua sudah berkeliling selama satu setengah jam lama nya.
***