Kemarahan Bianca

1173 Kata
Keesokan harinya. Bianca bangun kesiangan. Tubuhnya yang terlalu capek bekerja seharian. Membuat dirinya merasa nyaman tempat lama di atas ranjang. Bianca menyulitkan matanya. Dia berjalan keluar dari kamarnya. Sembari menguap sangat lebar. Bianca berjalan pelan, pandangan mata masih terlihat kabur. Kedua mata itu menatap ke arah Angel yang sibuk di dapur. “Kemarin kamu pulang jam berapa?” Tanya Bianca berjalan mendekati Angel yang sedang sibuk di dapur. Seperti biasa wanita itu memasak makanan kesukaan Bianca. Bianca mengambil satu gelas air putih di dapur. Dia beranjak duduk di tempat makan yang terletak tepat di depan dapur. Sembari meneguk minumannya. Bianca menatap ke arah Angel yang masih sibuk masak. “Angel.. Kenapa kamu malah diam saja?” Tanya Binaca heran, dia menyipitkan matanya menggerakkan tubuhnya ke kanan. Melihat raut wajah Angel yang tampak berbeda dari biasanya. Terlihat ada yang aneh dengan Angel. Bianca menggelengkan kepalanya, dengan segera meletakkan satu gelas minuman itu di atas meja. Dia segera berjalan mendekati Angel berdiri tepat di sampingnya. Sambil menepuk pelan lengan tangan kiri Angel dari belakang. “Angel..” panggil Bianca tepat di telinga kirinya. Tak ada jawaban dari Angel, Bianca mulai yakin jika Angel sedang melamun. Kedua matanya seketika tertuju pada masakan di depannya. Angel terus mengaduknya dengan tatapan mata kosong. Bahkan tangan Angel terkena uap panas terlalu lama. Dia bahkan tidak merasakan panas sama sekali. “Astaga ini anak kenapa? Tidak biasanya dia seperti ini. Apa yang terjadi padanya?” Tanya Bianca pada dirinya sendiri. “Angel, udah! Lama-lama tangan kamu melepuh terkena panas.” Ucap Bianca segera meraih tangan Angel. Dia mendorong pelan bahu Angel menjauh dari kompor. “Angel, sadarlah! Kamu kenapa? Apa kemarin Giandra menyakitimu? Atau dia berani menyentuh kamu?” Bianca spontan meninggikan nada suaranya dia khawatir dengan temannya yang hamper saja melukai dirinya sendiri. Bianca menoleh ke samping. Dia mematikan kompornya. Dan, kembali menatap Angel yang masih saja diam. Dia bahkan membalikkan badannya sembari memegang tangannya yang terkena uap panas. “Angel, kamu mau kemana? Kamu belum jelaskan padaku kenapa kamu seperti ini? Siapa yang membuat Angel yang aku kenal ceria jadi murung lagi seperti ini.” Bianca memegang bahu Angel, sedikit mendorong bahu Angel agar wanita itu mau menatap wajahnya. “Angel, katakan padaku. Aku akan temui dia sekarang, katakana siapa yang membuat kamu seperti ini. Kemarin kamu baru saja pulang jalan-jalan, tetapi kamu malah seperti ini sekarang. Jika memang ini gara-gara Giandra, aku akan datang menemuinya sekarang. Aku yang akan memberi dia perhitungan nanti. Apalagi jika dia mencoba menyentuhmu. Aku tidak akan tinggal diam.” Pekik Bianca tak bisa menahan amarahnya. Bianca menatap wajah Angel, wanita itu masih saja menutup rapat bibirnya. “Baiklah, jika kamu tidak mau mengatakan apa yang terjadi padamu. Aku akan pergi sekarang tenui Giandra. Aku akan memberi dia perhitungan.” Geram Bianca. “Tidak perlu, karena kamu salah orang.” Ucap Angel, tanpa meneruskan ucapannya, dia segera melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Bianca yang masih dibalut dengan emosi. Bianca menghela napas kasarnya, dia beranjak duduk. Mencoba untuk menenangkan pikirannya. Bianca mencoba berpikir jernih. “Apa yang Angel katakana tadi, aku salah orang?” Terus siapa yang membuat Angel jadi sering melamun sekarang. Kenapa dengannya? Berbagai pertanyaan muncul di kepala Bianca. Dia hanya bisa memejamkan matanya mencoba berpikir lebih jernih lagi. Bianca mengerutkan bibirnya. Sembari menghela napasnya. "Sekarang aku harus segera pergi dari tahu siapa orang itu. Jika tidak, Angel akan terus seperti ini." Bianca segera beranjak dari dapur. Dan kembali masuk ke dalam kamarnya. Wanita itu berjalan menuju ke kamar mandi dengan cepat kambuh tubuhnya. Sudah hampir 20 menit berada di kamar mandi. Bianca segera keluar, dia mengambil kaos biasa dan celana jeans pendek di atas lutut. Dia segera mengambil jaket miliknya. Hanya bermodal make up dan pakaian keadaannya. Bianca sudah terlihat sangat cantik. Dia memakai topi berwarna putih dengan rambut yang dibiarkan terurai panjang. Bianca segera keluar dari kamarnya. Dengan langkah cepat dia menuju ke pintu. Dan, segera membukanya. Tanpa berpamitan dengan Angel. Bianca terpaksa pergi sendiri. Tujuannya sekarang adalah Giandra. Dia yang kemarin pergi bersama dengannya sampai pulang malam. Bianca mencoba mencari dimana Giandra tinggal. Dia masih ingat apa yang dikatakan Damar. Jika dia tinggal di apartemen yang sama. Bianca mengingat semuanya. Jika mereka berteman satu sama lain. Dan, pastinya Damar juga tahu dimana tempat tinggal Giandra sekarang. Bianca begitu semangatnya. Dia segera berjalan menelusuri setiap ruangan di apartemen itu. Berharap jika dia bertemu dengan Damar. Apalagi sekarang adalah harus bebas. Tidak mungkin jika laki-laki itu pergi untuk bekerja. Hampir setengah jam. Bianca terus berjalan tanpa arah tujuan. Dia mencoba mengelilingi besarnya apartemen itu. Tetap saja tidak menemukan Damar. Hingga Bianca merasa sangat frustasi. Dia segera beranjak turun menuju ke parkiran mobilnya. "Kenapa sudah sekali menemukan laki-laki itu. Saat aku tidak ingin mencarinya dia malah datang sendiri. Heran, kenapa juga harus berhubungan dengan laki-laki itu. Bianca segera masuk ke dalam mobilnya. Mengemudi mobilnya keluar dari parkiran apartemen itu. Seketika mobilnya terhenti saat dia melihat di belakang apartemen itu. Dia melihat Damar sedang bermain tenis bersama dengan beberapa orang laki-laki. "Bukanya itu Damar?" gerutu Bianca. Dia melepaskan mobilnya memastikan jika benar itu Damar. Bianca mengerutkan keningnya dalam-dalam. Dia menatap Giandra yang juga ikut di bermain tenis di sana. "Giandra.. Nah kebetulan sekali. Aku mau beri pelajaran padanya. Dia yang mulai, dia juga yang harus bertanggung jawab atas semuanya. Aku tidak akan tinggal diam." ucap Bianca. "Angel jadi seperti dulu lagi karena dia. Pasti Karena dia." gerutu Bianca. Dia menatap kedepan. Melihat jalan yang ada di depannya. Bianca segera memutar balik mobilnya. Kembali lagi menuju ke apartemennya. Hanya butuh beberapa menit. Bianca memarkir mobilnya. Dia segera berlari menuju ke halaman belakang apartemen itu. "Giandra." teriak Bianca. Dia berjalan lebih cepat menuju ke lapangan. Semua orang yang ada disana menatap ke arahnya. Tidak hanya orang yang tidak Bianca kenal. Damar, Diego dan Giandra juga berada di sana. "Kamu buat masalah apa dengannya?" tanya Damar pada Giandra. "Aku tidak buat masalah apapun. Aku juga tidak tahu apa yang terjadi pada wanita itu." jawab Giandra. Dia melirik ke arah Diego. "Atau kamu yang buat masalah dengannya?" tanya Giandra pada Diego. "Kenapa jadi aku? Aku memang dekat dengannya. Tapi aku juga tidak tahu dia kenapa. Apalagi dia memanggil nama kamu. Jelas kamu yang ada masalah dengannya." timpal Diego. Bianca mengatur napasnya. Dia menatap ke arah Giandra penuh dengan amarah yang membakar kedua matanya. Tatapan mata itu selama sudah siap untuk menerkam musuhnya. "Lihatlah! Jangan cari gara-hara dengan wanita. Ujungnya dapat tatapan maut seorang wanita." enek Diego. Sembari tertawa kecil. "Udah, temui saja dulu. Nanti kita lanjut main lagi." saut Damar. Giandra hanya diam, tanpa banyak bicara. Dia berjalan mendekati Bianca. "Ada apa?" tanya Giandra. Bianca mendorong bahu Giandra sangat keras. Diego dan Damar yang semula minum air putih di tempat istirahat. Terkejut melihat amarah Bianca pada Giandra. Giandra mencoba Menatap Bianca kembali. "Kamu tidak waras?" tanya Giandra. Dia sedikit menundukkan kepalanya. Kedua mata itu mencoba menatap dari dekat mata Bianca. "Aku tidak tahu apa tujuan kamu berteriak disini. Dan, kenapa kamu memanggil namaku. Apa ada urusan denganku?" tanya Giandra lirih. Kedua mata mereka saling memandang satu sama lain.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN