Memang sudah saatnya Viola berkorban demi keluarganya karena semasa hidupnya hanya bisa menjadi beban saja di dalam keluarganya. Ia yang menabur kebencian hingga pria itu berbalik membalaskan rasa sakitnya itu.
"Mom. Viola mohon, izinkan Viola mengorbankan kebahagiaan Viola demi kalian. Selama ini, Viola tidak pernah memberikan kalian sebuah kebahagiaan. Lalu. Hari ini Viola ingin membuat kalian bangga pada Viola dan hal inilah yang bisa Viola lakukan untuk kalian. Viola mohon Mom izinkan Viola untuk menjadi seseorang yang berguna untuk kalian," Viola memasang wajah memohon agar sang Mommy mau mengabulkan permintaanya itu.
"Tidak Vio. Mommy mohon tarik semua keputusanmu itu, Mommy yakin masih ada cara lain." Tolak Meisie.
"Tidak ada Mom. Tidak ada lagi cara lain selain menyerahkan Viola pada lelaki itu."
"Vio, tidak. Mom....!!!
"Lakukanlah Vio. Lakukanlah apa yang menurut dirimu benar," Suara Kavin membuat Vino dan kedua wanita itu langsung menoleh.
"Kavin?" Meisie menatap tidak percaya pada apa yang baru saja ia dengar.
"Meisie aku benar-benar tidak ingin egois. Tapi kau tahu sendiri jika kondisi menantu kita tidak bisa di anggap baik-baik saja," Ujar Kavin membuat Meisie menundukkan kepalanya. Merasa ucapan suaminya ada benarnya juga.
"Tapi Kavin. Putri kita, dia akan menderita bersama lelaki kejam itu,* Lagi-lagi Meisie merasa bimbang akan nasib putri kecilnya itu.
"Mom. Dengarkan Viola. Viola berjanji akan kembali berkumpul dengan kalian lagi, tapi untuk sekarang izinkan Viola menyelamatkan kak Jasmine karena di dalam tubuh kak Jasmine juga terdapat Keponakan Viola disana. Dan jujur, Viola tidak mau sampai Keponakan Viola terluka hanya karena kesalahan Viola sendiri,"
"Vio. Terima kasih. Terima kasih karena kau sudah mau mengalah demi Jasmine," Vino mendekap tubuh mungil Viola membiarkan tangisan Viola menjadi kesedihan untuk mereka bersama.
"Seharusnya kata terima kasih itu Viola ucapankan untuk kakak. Karena jika tidak ada kakak. Viola tidak mungkin bisa merasakan kebahagiaan seperti ini. Andai dulu Viola mendengarkan nasehat kakak. Mungkin keadaan ini tidak akan sampai terjadi pada hidup Viola sendiri,"
"Sudahlah. Jangan kembali mengungkit masa lalu. Dengarkan kakak, Vio. Saat Jasmine telah melahirkan dan sudah bisa kakak amankan. Kakak berjanji akan menjemput dirimu apapun yang terjadi. Kakak berjanji akan membalaskan semua perlakuan lelaki itu pada dirimu, kakak berjanji akan membuat ia menyesal. Menyesali setiap kesalahan yang telah ia perbuat terhadap dirimu. Kakak berjanji Vio. Kakak berjanji kepada dirimu bahwa kakak akan membawamu kembali untuk berkumpul pada keluarga kita. Tapi sebelum itu terjadi. Kakak mohon untuk saat ini, mau kah kau berkorban demi menyelamatkan istri kakak karena hanya dirimu yang bisa menyelamatkan dirinya." Vino lagi-lagi meneteskan air mata pilunya, karena permintaanya benar-benar sangat sulit untuk ia ucapkan.
"Tidak perlu kakak meminta pun. Viola pasti akan melakukannya karena ini murni dari keinginan Viola sendiri. Karena Viola sudah menganggap kak Jasmine lebih dari keluarga. Ia adalah kakak perempuan Viola. Meskipun usia kak Jasmine lebih muda dariku." Balas Viola yang berusaha untuk tersenyum di depan anggota keluarganya sendiri." Mom. Dad, Maukah Mommy dan Daddy menunggu Viola hingga kembali berkumpul bersama kalian?" Tanya Viola dibalas anggukan dari keduanya. Meskipun Meisie dan Kavin sangat berat untuk melepaskan Viola dari genggaman mereka.
"Pergilah Viola. Mommy hanya bisa berdoa agar kau tetap baik-baik saja ketika berada di tangan pria itu," Meisie kembali menangis menyesali akan ketidakberdayaan dirinya sendiri.
"Begitupun Daddy. Akan berusaha untuk menyelamatkan dirimu. Daddy berjanji, akan segera menjemput dirimu karena dirimu adalah bidadari di dalam hidup kami, putriku," Kavin membawa Viola dalam pelukannya. Mungkin pelukan ini akan menjadi pelukan terakhir untuk dirinya. Entahlah, Kavin merasa ia tidak akan bisa lagi untuk memeluk Viola. Maka dari itu. Kavin berusaha untuk memeluk Viola agar rasa rindu itu bisa terobati saat ia berada jauh dari putrinya sendiri.
Meisie bahkan ikut mendekap putri kecilnya itu. Hatinya dan perasaannya sama seperti yang Kavin rasakan, Meisie pun bisa merasakan bahwa pelukan ini akan menjadi pelukan terakhir untuk dirinya.
"Mommy doakan. Semoga kau selalu bahagia meskipun kelak Mommy tidak lagi bisa bersama denganmu," Ucapan Meisie membuat Viola semakin diselimuti kesedihan.
"Mommy. Berhenti berbicara seperti itu. Mommy akan hidup selamanya bersama kami. Viola yakin itu," Viola kembali memeluk kedua orang tuanya seakan pelukan itu bisa menjadi obat dikala ia berada di dalam tawanan Gio nanti.
"Daddy. Kenapa Opa, Oma dan Tante menangis?" Tanya pria kecil itu sambil mendongak menatap sang Daddy.
"Itu air mata kebahagiaan sayang," Jawab Vino yang hanya mampu untuk mengatakan hal itu saja.
"Kapan kau akan pergi Vio?" Tanya Meisie.
"Secepatnya Mom. Mungkin besok." Ujar Viola mantap.
*****
Pagi-pagi Viola dan keluarga besarnya tengah sarapan bersama. Hal ini semata-mata atas permintaan Viola yang ingin sarapan bersama sebelum ia benar-benar meninggalkan kediaman Abiputra.
Jujur Meisie maupun Kavin berat untuk melepaskan putri mereks. Begitupun Vino yang terpaksa melepaskan adiknya demi untuk menyelamatkan istri kecilnya di dalam tawanan Gio.
"Kakak. Viola sudah selesai," Kata Viola saat ia telah selesai sarapan bersama kedua orang tuanya.
"Vio. Kau yakin akan keputusanmu itu?" Tanya Kavin lagi, ada nada tidak rela yang bisa Viola dengar. Tetapi. Viola harus tetap melakukan semuanya, karena ini semata-mata demi Jasmine.
"Vio yakin Dad. Vio hanya meminta agar Daddy dan Mommy tidak lagi bersedih. Mom, Dad. Meskipun Viola berada jauh dari kalian. Tetapi perlu kalian tahu bahwa Viola akan selalu di dalam hati kalian. Viola janji akan segera kembali," Viola menatap lekat pada wajah kedua orang tuanya yang kini tidak lagi muda. Tetapi kecantikan dan ketampanan mereka masih ada.
"Kami akan menunggu kepulanganmu Sayang," Meisie kembali meneteskan air matanya.
"Kalau begitu Viola pamit ya Dad, Mom. Arven. Sini Sayang," Panggilan Viola membuat pria kecil itu melangkah mendekati Viola.
"Iya. Ada apa Tante?" Tanya Arven dengan wajah manisnya.
"Berjanjilah untuk selalu menjaga Oma, Opa, Daddy, Mommy Jasmine dan calon adik bayi. Arven."
"Arven janji Tante," Jawab Arven mantap. Dipeluknya Arven penuh rasa sayang.
"Tante pasti akan merindukan dirimu sayang. Jaga diri Arven baik-baik ya." Pesan Viola.
Setelah acara pamit pada kedua orang tuanya. Kini Vino dan Viola menuju alamat yang di kirimkan langsung oleh Gio.
Keduanya ditemani oleh beberapa bodyguard mereka.
Viola sedari tadi hanya bisa menatap dalam diam begitupun Vino yang hanya mampu terdiam tanpa berani bersuara.
"Vio. Apa kau yakin akan keputusanmu itu? Jika kau tidak yakin. Kita masih bisa membatalkannya," Vino melirik Viola dengan ekor matanya.
"Tidak kak. Viola benar-benar yakin akan keputusan Viola ini." Jawab Viola.
Tidak begitu lama keduanya telah tiba disebuah markas yang amat begitu besar dan mewah. Kedatangan Vino dan Viola langsung disambut oleh pagar menjulang tinggi yang dibuka oleh para penjaga Gio.
Viola dan Vino turun dari dalam mobil, setiap langkah kaki Vino terasa begitu berat. Vino benar-benar berada disebuah pilihan tersulit.
Vino mengenggam erat salah satu tangan Viola membuat gadis itu dapat merasakan bagaimana tangan besar Vino melindunginya dirinya.
"Maafkan kakak, Vio. Kakak benar-benar dalam posisi yang amat begitu sulit," Ungkap Vino penuh kesedihan dan penyesalan.
"Viola tahu kak dan Viola mohon jangan lagi MENYALAHKAN diri kakak. Karena bagaimanapun ini adalah pilihan Viola sendiri,"
"Selamat datang Nona dan tuan Abiputra," Sapa Zayn ramah membuat Vino mendengus merasa jika sifat Zayn hanyalah kamuflase saja. Padahal, sambutan Zayn murni dari hati pria itu sendiri.
"Dimana tuanmu. Beritahu dia untuk segera menyerahkan istriku," Kata Vino dengan nada tidak bersahabatnya itu.
"Tuanku sudah menunggu anda di dalam. Silahkan masuk," Zayn memundurkan tubuhnya seakan memberikan jalan untuk Vino dan Viola.
Keduanya melangkah memasuki markas Gio yang dipenuhi oleh penjagaan yang amat sangat ketat, kedua mata Vino berpusat pada sosok pria bertubuh atletis yang tengah duduk disebuah sofa mewah disana.
"Akhirnya kalian datang juga. Aku kira kalian berubah pikiran," Gio tersenyum licik pada kedatangan Vino dan Viola.
"Jangan berbasa-basi padaku. Dimana istriku?" Tanya Vino dengan raut wajah datarnya.
"Tenanglah tidak perlu terburu-buru. Santai saja. Aku hanya tidak menyangka jika kau akan mengubah keputusanmu begitu cepat. Tapi aku bersyukur kau bisa mengubah semuanya dengan begitu cepat dan aku yakin kau sudah sadar siapa yang harus kau lindungi. p*****r ini atau istri kecilmu yang polos," Kata Gio dengan nada mengejeknya.
Vino bahkan sampai mengepalkan kedua tangannya saat mendengar hinaan yang Gio lontarkan pada adik perempuannya itu.
"Camkan ini baik-baik Gio. Suatu hari nanti dendam yang kau tanamkan akan berbalik menyerang dirimu sendiri. Camkan itu baik-baik," Ucapan Vino bagaikan sumpah matinya.
"Sayangnya aku tidak peduli." Jawab Gio dengan nada sinisnya." Zayn. Bawa wanita itu kemari," Perintah Gio dituruti oleh Zayn. Zayn melangkah memasuki sebuah kamar tidak begitu lama Zayn datang bersama sesosok wanita hamil yang tengah menatap dirinya dengan seduh.
"Jasmine?"
"Heizzz. Tunggu dulu." Vino yang berniat mendekati Jasmine langsung dihentikan oleh Gio.
Vino berbalik menatap Gio penuh kebencian saat melihat kedua tangan mungil istrinya terikat dan bukan hanya itu saja. Vino bahkan bisa melihat air mata Jasmine di sudut wajah cantiknya.
"Apa lagi mau mu? Lepaskan istriku BAJINGAN....!!! Vino menatap Gio dengan tatapan tajamnya.
"Aku akan melakukannya. Asalkan kau menyerahkan p*****r itu padaku," tunjuk Gio pada sosok Viola yang tengah menatap Jasmine dengan tatapan bersalahnya itu.
Mendengar kata-kata Gio. Vino berbalik menatap Viola yang juga tengah menatap dirinya.
"Vio?"
"Tidak apa-apa kak. Viola benar-benar tidak apa-apa," Kata Viola yang berusaha untuk tersenyum.
"Drama yang sangat manis sekali," Puji Gio dengan wajah iblisnya.
"Aku akan menyerahkan diriku padamu tapi biarkan kakakmu dan kakak iparku bebas," Kata Viola membuat sebuah penawaran.
"Tidak sulit dan aku setuju akan tawaranmu itu. Kau melangkah ke arahku dan wanita itu akan melangkah ke arah suaminya, mulai dari sekarang," Gio merasa puas saat melihat ketidakberdayaan Viola melawan dirinya.
Kini pertukaran itu akan segera dimulai. Zayn melepaskan Jasmine untuk melangkah ke arah Vino yang tengah mematung menatap Viola dan Jasmine bergantian. Lain hal dengan Viola yang mulai melangkah ke arah Gio. Setiap langkah kaki Viola menjadi pukulan terberat bagi Vino.
"Vio. Hentikan," Vino mencegah langkah kaki adik perempuannya itu.
"Zayn?"
Panggilan Gio membuat Zayn melangkah menghalangi langkah kaki Jasmine yang sudah hampir sampai ke arah Vino.
"Daddy?" Kedua mata Jasmine sudah berkaca-kaca bahkan wajah wanita itu sudah sangat pucat.
Vino dengan cepat menoleh pada panggilan Jasmine pada dirinya.
Bisa Vino lihat jika wajah Jasmine sudah sepucat kapas. Membuat DAD... Vino terasa begitu sesak saat ia kembali dilemparkan oleh sebuah pilihan. Pilihan yang sama-sama akan menghancurkan hidupnya.
"Kakak. Jangan egois. Viola mohon, saat ini kak Jasmine lebih membutuhkan kakak," Kedua mata Viola bahkan sudah basah oleh air mata.
"Tapi Vio. Kakak tidak akan bisa melihat dirimu menderita," Vino tetap kekeh untuk mempertahankan Viola, meskipun Vino tidak tahu bahwa kondisi Jasmine sudah tidak bisa di anggap baik-baik saja.
Saat ini kondisi Jasmine sudah tidak bisa di anggap baik-baik. Kehamilan Jasmine sangatlah rentan mengingat usia gadis itu masih terbilang amat muda.
"Daddy?" Panggilan lemah Jasmine menyadarkan Vino dan Viola dari argumen mereka.
"Jasmine?"
"HENTIKAN. Jangan melangkah lagi," Suara Gio menghentikan niat Vino untuk menarik Jasmine dalam pelukannya.
"Kakak. Tolong lepaskan Viola, kakak lihatlah wajah kak Jasmine kak. Kak Jasmine nampak begitu pucat. Ingatlah hal ini kak. Jangan sampai kakak menyesal nantinya," Viola berusaha untuk melepaskan genggaman tangan Vino yang justru semakin erat saja mengenggamnya.
Mendengar perkataan Viola membuat Vino seketika tersadar saat kedua matanya bertemu dengan kedua mata Jasmine yang nampak begitu rayu.
"Da....!!!
"JASMINE?" Vino berlari menangkap tubuh mungil Jasmine yang hampir saja terjatuh dan tanpa Vino duga ia telah melepaskan genggaman tangannya pada Viola." JASMINE bangun. JASMINE kau dengar aku?" Panggilan Vino tidak digubris oleh wanita itu.
Lain hal dengan Viola di setiap langkah kakinya hanya ada kesedihan..
"Viola?" Vino menatap sedih pada punggung mungil Viola yang telah melangkah menjauhi dirinya.
Gio bangkit dari duduknya saat melihat posisi Viola yang sudah sangat dekat pada dirinya.
"Pilihan yang sangat benar," ucap Gio dengan senyuman miringnya.
Viola berdiri dihadapan Gio dengan kepala menunduk menahan butiran kristal yang mungkin akan jatuh sebentar lagi.
"Hei JALANG. Selamat datang di neraka," Sambut Gio dengan menjambak rambut belakang Viola hingga mendongak menatap dirinya.
Viola bahkan meringis menahan sakit saat jambakan Gio tidaklah tanggung-tanggung.
"LEPASKAN RAMBUT ADIKKU SIALAN." Vino hampir saja berlari ke arah Gio bermaksud ingin membunuh lelaki itu. Bila saja ia tidak mengingat ada Jasmine di dalam pelukannya.
Mendengar teriakkan dan makian Vino justru hanya dibalas senyuman sinis dari Gio.
"Aku rasa pertukaran ini telah usai. Jadi. Bisakah kau pergi meninggalkan markas ku, karena aku benar-benar tidak sabar lagi untuk menyiksa mainan baruku ini," Gio bahkan dengan kejamnya semakin mempererat jambakannya.
Vino mengangkat tubuh Jasmine ala bridal style.
Tatapan Vino kini bukan hanya berpusat pada Viola saja, tetapi tatapan Vino mengalah sepenuhnya pada Gio. Pria yang saat ini begitu menikmati mainan barunya.
Melihat air mata kesakitan Viola membuat perasaan sesak di dalam hati Vino semakin menjadi.
"Aku bersumpah pada diriku sendiri dan juga pada hidupku. Bahwa hanya akulah yang bisa membalaskan rasa sakit adikku. Setiap tetesan air mata adikku akan menjadi tetesan air matamu. Camkan ini baik-baik Gio. Setiap perbuatanmu pasti akan ada balasannya. Entah itu besok atau lusa. Aku yakin kau akan merasakan penderitaan yang lebih dari yang kau bayangkan." Ucap Vino menatap penuh dendam pada Gio." Bertahanlah Dek. Sampai waktu itu tiba, kakak pasti akan kembali membawamu pulang. Bertahanlah sampai kakak berhasil membalaskan setiap perlakuannya pada dirimu. Maafkan kakak. Maaf jika kakak harus pergi karena kondisi kakak iparmu sedang tidak baik-baik saja."
Setelah mengatakan hal itu Vino segera melangkah meninggalkan markas Gio untuk membawa Jasmine kerumah sakit. Tetapi sebelum Vino benar-benar pergi, Vino tidak lupa menatap adik perempuannya untuk terakhir kalinya yang juga ikut membalas tatapannya itu.
Viola menatap kepergian Vino dengan air mata yang sudah membasahi wajah cantiknya. Lain hal dengan Gio yang masih nampak biasa saja meskipun ucapan Vino cukup mempengaruhi dirinya saat ini.
TBC,