Setelah dua jam berada di luar Bunga akhirnya kembali ke ruangan di lantai 11 tempat di mana ruangan dia dan Andreas berada, dia membawa papar bag besar tanpa nama agar tidak memancing pandangan buruk orang-orang yang melihatnya.
Selain itu Bunga juga membawa barang-barang lain yang dia apit di lengan kirinya yaitu barang-barang yang dia bawa di meeting tadi.
Sebuah nada pintu terbuka mengudara Bunga lalu segera masuk ke dalam ruangan kerja yang cukup besar dengan desain modern itu, seperti harapan Bunga Andreas di sana sedang sibuk dengan pekerjaannya dan Sandy sudah tidak lagi ada di sana dan syukurlah itu benar adanya.
Bunga berjalan masuk biasa saja karena memang seharusnya dia biasa saja apa yang harus membuat keadaan berbeda karena tidak ada urusannya dengan Bunga entah itu Andreas bertunangan atau tidak.
“Hey Bunga, kamu sudah kembali.”
Bunga langsung berhenti beberapa meter dari meja kerja Andreas itu dengan barang bawaannya yang banyak. “Maaf Pak sedikit lama, desain simple yang seperti ibu Ramalina suka lagi pada kosong jadi saya pindah ke outlet lainnya yang lebih banyak pilihan. Ini mau di berikan langsung atau mau buat surprise lainnya?”
“Nanti saya pikirkan, thanks! Lanjutkan pekerjaan kamu.” Laki-kali itu memainkan bolpoinnya melihat pada ekpresi Bunga, Bunga terus terus menundukkan kepalanya enggan melihat kepada Andreas, ini aneh tidak seperti biasanya.
“Baik Pak.” Bunga segera pergi dari hadapan Andreas menuju meja kerjanya yang ada di sisi kiri ruangan Andreas berbatasan dengan dinding kaca.
“Bunga?” Panggil Andreas lagi saat gadis itu sudah berlalu.
Bunga menarik nafasnya berat lalu bergegas berbalik badan dan melangkah cepat high heelnys. “Iya, iya Pak ada lagi?” Bunga menjadi bingung sendiri dan mendadak tidak profesional padahal sedang bekerja. “Oh ya maaf Pak arsip-arsip yang bapak minta kemarin saya sudah menemukannya, akan saya kirim ke bapak segera. Pukul 3 nanti akan mengunjungi Mr, Yamin, lalu sore nanti... Ah sepertinya sudah selesai bapak hanya perlu menandatangani beberapa dokumen yang ada di meja bapak.”
Bunga berbicara dengan begitu tergesa-gesa, sungguh kegelisahan itu terlihat sekali, Bunga tidak menyadari dari layar PC yang mati di hadapan Andreas pria itu sedang mengamati wajah Bunga yang begitu gugup itu.
“Are you okay?”
“Ha saya? .... O-okay!” Bunga mengusap peluh di keningnya yang entah bagaimana muncul di sana. Dia semakin gugup di tanya oleh Andreas seperti itu dan kegelisahannya semakin jelas terlihat.
“Kamu sakit?”
“Ti-tidak pak.”
“Hemm kembali ke ruanganmu!”
Bunga pun cepat-cepat pegi masuk ruangannya, Bunga langsung duduk dan memegangi dahinya, Bunga mengutuk dirinya yang begitu aneh itu. Ini hanya shock! Ya shock biasa besok semuanya akan membaik bathin Bunga berusaha menguatkan dirinya sendiri.
Semua berusaha di jalani Bunga seperti biasa walaupun sebenarnya keberadaan dia bersama Andreas di dalam situ membuat gadis itu seperti sedang tersiksa dan menahan perasaan yang pura-pura tidak dia pahami artinya.
Suasana ruangan Andreas itu hening seperti biasa di mana hanya suara-suara mesin menyala saja yang mengisi di sana. Namun sungguh Bunga sudah kehilangan konsentrasinya, dia bahkan berkali-kali salah saat menyalin pekerjaannya. Bunga benci dirinya yang seperti ini, dia pun memilih istirahat sejenak lalu memeriksa ponselnya.
Rina : Mba Bunga, Mama tadi pergi ke toko roti Cassandra itu lagi.
Bunga : Coba deh kamu tanya mungkin mama pengen Roti di sana tapi ngga tau cara kesannya.
Rina : Nggak mba, aku udah tanya. Mama bilang Cuma mau lihat-lihat aja.
Bunga : Lihat apa? Mama mau belajar buat Roti seperti di Cassandra cake mungkin.”
Rina : Aku curiga mama cari seorang pria deh mba.
Bunga : Hus! Jangan ngawur kamu! Yaudah nanti klo mba libur, mba ajakin mama kesana.
Bunga menyempatkan dirinya berbalas pesan dengan sang adik Rina, Rina tinggal bersama sang mama di rumah sementara Rani ada di luar kota berkuliah dan pulang seminggu sekali. Rani dan Rina adalah saudari kembar keduanya adalah kembar identik, keduannya adalah harapan Bunga di masa depan di mana mereka bisa bergantian dengannya membantu menafkahi ibu mereka.
Setelah berbalas pesan Bunga pun kembali melanjutkan pekerjaannya lagi sembari mengawasi Andreas di sana, sebentar lagi dia harus membuatkan pria itu secangkir kopi, Ya. Sore hari adalah jadwalnya minum kopi.
“Selamat Pak, happy for you.” Seutas senyuman terbit di bibir Bunga dengan sangat tulus. Sepertinya kebersamaan mereka akan segera berkahir Andreas akan segera menikah.
Bunga menarik nafasnya lelah sepertinya satu tahun setengah ini sudah cukup menjadi sebuah pengalaman hidup yang begitu rumit mengesankan juga menegangkan, menjadi seorang wanita simpan seorang Bos ini Bunga tidak pernah bayangkan, mendapatkan banyak uang, membantu perekonimian keluarga lebih dari kata cukup, bisa membeli segala-galanya tanpa berpikir panjang, satu-satunya yang paling dia tidak habis pikir dia mau menyerahkan keperawanannya pada pria ini hingga akhirnya menjadi tempat pelepas hasratnya.
Keringat dingin membasahi dahi Bunga kenapa sekarang dia seperti baru tersadar ini kesalahan, namun jika Bunga pikir-pikir lagi apakah dia mau seperti ini jika bukan dengan Andreas pria yang memang sudah dia sukai sejak pandangan pertama dan dia tidak tahu ini adalah bosnya.
Kring...
Kring...
Suara telepon di meja Bunga menyadarkan Bunga dari lamunannya, gadis itu pun segera mengangkatnya.
“Ya selamat siang dengan Bunga—“
“Kita pergi sekarang.” Suara Andreas di sana padahal dia ada di depan sana hanya berbatasan pada dinding kaca.
“Menemui Mr. Yamin? Belum waktunya...”
“Saya duluan.”
“I-iya! Iya pak!” Bunga pun bergegas mempersiapkan barang-barangnya barang-barangnya untuk bergegas pergi dari ruangannya.
Bunga lalu melihat Andreas sedang berkaca pada kamera di ponselnya, dia melihat bekas lebam sebab pukulan Pamannya itu. Bunga memperhatikan itu turut merasa kasihan dengannya.
“Bapak butuh plaster luka? Atau sesuatu untuk menyamarkannya?”
“Apakah perlu di samarkan?” Lihat pria itu pada Bunga, demi apa tatanan yang selalu membuat Bunga salah tingkah.
“Sa-ya rasa perlu, agar tidak menciptakan omongan yang kurang enak di dengar.”
“Tolong lakukan!”
“Ba-baik.” Bunga dengan cepat meletakkan kembali barang-barang yang di bawa itu untuk mengambil tas make-upnya. Bunga akan menutupi lebam kebiruan di ujung bibir Andreas dengan concealer sebab itu lebih banyak lebam dari pada lukanya.
Di tempat duduk Andreas itu Bunga mendatanginya, “Maaf saya akan menyentuh bibir bapak.”
“Hemm....” jawab Andreas dia seperti menahan senyuman. Entah apa yang Andreas pikirkan apakah tentang mereka di luar pekerjaan. Namun benar Andreas sedang memikirkan sesuatu yaitu kejadian tadi malam di mana Bunga begitu agresif melumat bibirnya lalu Bunga juga minta di lamar. Andreas menduga Bunga sudah tahu apa yang sedang ramai saat ini.
Bunga tidak mempedulikan tatapan itu dia terus menyentuh bibir Andreas memoles di sana, wajah mereka saling berhadapan di mana pura-pura tidak melihat, namun Andreas biasa saja tetap membuka matanya menatapi wajah cantik gadis itu.
“Di mana cincinnya?” Tanya pria itu.
“Cincin Bu Ramalina?”
“Lingkar jarinya masih sama hem? Satunya adalah milikmu, gantinya cincin plastik yang di minta malam tadi.”
“Buat saya?Pak—“ Itu pertanyaan yang ingin Bunga tanyakan sedari tadi pagi. Dia langsung memberhentikan tangannya yang sedang memoles concealer itu. “Apa yang terjadi—“
“Sudah selesai? “ potong Andreas, “Ayo pergi sekarang!” Andreas tidak mengindahkan pertanyaan Bunga dua segera menyudahi pemakaian polesannya langsung bangkit dari tempat duduknya dan terburu-buru keluar ruangan.
Di luar ruangan Andreas berjalan cepat sekali, Bunga di belakang sana dengan barang-barangnya bawaanya berusaha payah mengikuti langkah Andreas. Namun entah apa yang ada di kepalanya Bunga mendadak memperlambat langkahnya seperti menolak berada di satu lift yang sama dengan Andreas. Bunga lantas berhenti dengan pura-pura menghubungi seseorang di sana.
Tapi siapa yang menduga ternyata pria dengan setelan jas rapi itu malah menunggunya, Bunga memaki dalam hati, dia pun segera mengantongi lagi ponselnya lalu berjalan cepat untuk masuk ke dalam lift di mana Andreas sudah berada itu. Bunga memposisikan dirinya di belakang Andreas, lalu membiarkan Andreas menekan tombol lift di sana, Ya. Bunga tanpa sadar membuat keadaan menjadi canggung padahal biasanya dia tidak seperti itu akan membahas sesuatu.
“Pakaian siapa yang kamu berikan pada saya?” Tanya Andreas tiba-tiba.
“Pakaian?” Duh kenapa apakah ada yang salah, apakah kotor? No, aku sudah memeriksanya itu bersih dan wangi.
“Apa yang kamu pikirkan? Saya hanya ingin mengatakan terimakasih.” Kata pria itu dan pintu lift pun terbuka kemudian Andreas dengan langkah gagahnya itu pergi keluar dari sana.
“Ah iya pak, sudah tugas saya.” Jawab Bunga mengikuti Andreas di belakangnya.
Di lobby itu Bunga menatapi orang-orang di sana apakah masih ada yang membicarakan Andreas, entah kenapa pria ini biasa saja seperti tidak pernah membuat kesalahan.
"Pak Lukman parkir di depan sana pak!".
"Pakai mobil saya, saya akan pulang sedikit kurang sehat."
"Pu-lang?"
"Tunggu di pintu utara mobil saya di basement."
"Apa?" Ada apa dengan pria ini, ini belum waktunya pulang dan bagaimana bisa dia mengajak kembali bersama, Andreas tidak melakukan ini biasanya.