Aku menghampiri Du Yulong untuk memeriksa lukanya. Dia menggunakan tangan menutupi perutnya dan tampak meringis kesakitan. Aku berkata, "Du Yulong, bagaimana lukamu? Parah tidak?" "Ye Fan, ada masalah dengan pendeta ini. Untung saja aku masih sempat mundur tadi. Jika tidak, lambungku mungkin sudah meledak." Aku menunduk dan melihat ada lima lubang bekas jari di perut Du Yulong. Darahnya masih terus mengalir saat ini. Aku buru-buru mengeluarkan bubuk hemostatik dari sakuku dan menaburkan di atasnya. "Untung saja lukanya tidak dalam. Selain itu, biji teratai darah yang kita makan dapat mempercepat proses penyembuhan. Lukanya akan segera sembuh besok. Du Yulong, jika bukan karena kamu tadi, aku sudah-" Sebelum aku selesai berbicara, Du Yulong langsung menyela dan berkata, "Ye Fan, apa kam