Menolak Fania

1370 Kata
“Elo nyoba melengos waktu dia ngeliat ke arah elo. Dan gue akan lihat reaksinya.” Aska terdiam lagi dan berpikir. Tapi Sigit kembali menginterupsinya, “dia ngeliat elo sekarang.” Aska yang mendapatkan informasi itu kemudian menoleh ke arah kanan di mana Fania yang menunggunakan celana jeans biru donker dengan blus warna putih serta almamater warna kuning sedang berdiri melihat ke arahnya. Bibir Aska sudah siap untuk tersenyum seperti biasa ketika dia bertemu dengan Fania, tapi dia kemudian teringat kata-kata Sigit. Alih-alih tersenyum, dia malah melengos dan melihat ke arah kumpulan mahasiswa yang masih ada melakukan kegiatan di lapangan kampus. “Dia kaget.” Aska menaikan alisnya ketika Sigit tiba-tiba menyeltuk. “Dia keliatan kaget sama elo yang melengos tadi. Dan temennya sampai harus narik dia karena keliatan ngelamun abis kaget tadi.” Setelah mendengar itu dari Sigit, Aska menoleh pada posisi di mana Fania tadi berdiri. Sudah tidak ada sosok perempuan itu di sana. Tapi dia masih ingat bagaimana dia melakukan langkah awal dari apa yang Sigit usulkan padanya jauh lebih awal. “Ini awal yang enggak buruk. Elo pasti bisa lewatin! Semangat, bro!” Sigit menepuk pundak Aska lalu beranjak menjauh dari pria yang kisah cintanya jauh dari kata mulus. Tapi bukannya senang mendapatkan dukungan itu, Aska justru tersenyum kecut.   /// Dari usul Sigit yang dipikir oleh Aska agak kejam dan menyesatkan, nyatanya dia malah meneruskan hal itu hingga dia beberapa kali berpapasan dengan Fania tapi dirinya berlagak tidak peduli. Ingin sekali dia tahu bagaimana respon Fania atas tindakannya ini, tapi dia tidak cukup berani membuat orang lain terlibat dalam sikapnya yang sudah cukup jahat untuk membuat Fania harus pulang malam dijemput oleh ayahnya bukan bersamanya, padahal waktu itu dia lowong tapi mencoba sok sibuk agar Fania tidak berani meminta tebengan pulang. Malah sekali itu di waktu yang entah sedang berkonspirasi dengan niatnya untuk egois pada cewek berwajah imut ini, satu minggu setelah OSPEK berjalan dan mereka semua yang terlibat sedang melakukan rapat evaluasi dan membahas hal-hal yang menyangkut acara selanjutnya juga sampai angka 10 di jam terlewati. Aska yang memang sepertinya terlahir untuk terus melirik Fania, tidak bisa berhenti memperhatikan cewek itu di tengah rapat hingga selesai. Kemudian dia mencoba keluar dari pintu yang sama dengan Fania dan berdiri tidak jauh dari gadis itu supaya nantinya mungkin, sekali lagi…. MUNGKIN Fania membutuhkan tebengan karena ini sudah malam. Fania sedari tadi mencoba menghubungi telepon rumahnya juga mama dan papanya namun tidak kunjung ada tanggapan. Dia sudah panik karena tidak tahu harus pulang bersama siapa karena teman-teman laki-laki yang dia kenal sudah pulang bersama yang lain karena Fania pikir papanya akan selalu standby untuk menjemput dirinya. Tapi mungkin kerena mengantuk, papa dan mamanya sudah ketiduran. Fania jadi cemas kalau dia harus pulang sendirian. Dia tidak seberani itu. Saat sedang cemas begitu, Fania melihat sosok Aska yang berdiri bersama teman-temannya mengobrol. Ada 3 perempuan dan 4 laki-laki yang semua adalah jajaran bintang kampus termasuk Aska sendiri. Fania yang tadinya ingin minta bantuan Aska untuk mengantarkannya pulang akhirnya menjadi gamang. Di antara banyaknya orang di pelataran gedung serbaguna, cuma Aska yang dia kenal bahkan sampai keluarganya juga. Hal menjadikan Aska cuma satu-satunya kandidat yang bisa dimintai tolong untuk mengantarkannya pulang, tapi memikirkan dia akan mengganggu Aska yang sedang asyik bersama teman-temannya membuat Fania ragu. “Aska.” Tapi pada akhirnya dia membuang segala keraguan dan gengsi karena dia sudah di ujung tanduk. Aska saat itu berbicara dengan Kyra, salah satu anggota BEM yang sudah lama menaruh hati pada Aska tapi tidak pernah ditanggapi pria itu, meski untuk berteman akrab Aska selalu membukanya dengan senang hati. Jadilah selama ini Kyra cuma bisa menjadi teman meski selalu memberi perhatian sampai teman-teman yang lain mengira mereka pacaran. “Fania?” Aska betul-betul terkejut melihat Fania sudah ada di sampingnya, mungkin saking asiknya dia diskusi tadi. Fania yang tiba-tiba menjadi pusat perhatian setelah menginterupsi obrolan Aska dan teman-temannya itu cuma bisa berdiri kikuk. Kini dia bahkan memainkan jari tangannya karena gugup. “Mmm.. gue mau ngomong sebentar.” Kata Fania setelah bingung harus bagaimana dia menyampaikan maksudnya pada Aska. Aska menaikkan satu alisnya. “Apa?” “Tapi bisa kita bicara berdua aja?” Fania tidak mau meminta tolong di hadapan semua teman Aska. Dia malu. “Elo bisa bicara di sini, kok. Atau itu hal yang penting banget?” Aska sudah berdebar ketika Dania meminta dia untuk bicara berdua saja. Tapi dia harus mempertahankan sosok ‘Aska’ yang tidak peduli pada Fania lagi. “Eh itu bukan hal penting, kok...,” Fania terdiam. Teman Aska yang ada di sana tidak ikut campur tapi mereka diam-diam mendengarkan apa yang sebenarnya ingin Fania sampaikan. “Gue cuma mau tanya... Gue boleh nebeng elo, pulangnya?” Fania merasa lega sekali setelah mengatakan hal itu. Kini kedua alis Aska naik antara terkejut dan langsung merasa spechless setelah tahu Fania cuma mau neben dia pulang. Hahahha... Aska tertawa dalam hatinya. Aska sudah akan mengiyakan permintaan Fania, tapi kemudian Kyra mendekatinya dan memegangi lengan Aska. “Ka, gue mau nebeng elo pulang. Kita searah juga lho pulangnya.” Sebenarnya Kyra sudah mengatakan ini sebelum Fania memintanya juga. Aska mendadak bingung karena 2 perempuan meminta diantar pulang olehnya. Itu artinya dia harus menolak salah satunya karena motornya cuma muat untuk 2 orang pastinya. Dia bisa saja langsung menolak Kyra, tapi memikirkan soal usul sigit membuat Aska berpikir lagi untuk tidak menerima permintaan Fania demi mensukseskan misi mereka melihat sejauh apa Fania bisa melihat Aska yang ‘tidak peduli’ lagi padanya. “Eh iya, Fan. Gue lupa kalo tadi Kyra udah bilang mau pulang bareng gue nih. Jadi gue nggak bisa pulang bareng elo.” Ujar Aska dengan wajah yang dibuar se-poker mungkin. Fania langsung terdiam mendengar Aska yang biasanya selalu sedia tiap dia butuh antar atau jemput bahkan kalau mamanya yang meminta maka cowok itu pasti akan mengiyakan, tapi sekarang Aska malah akan pulang bersama cewek lain. Meninggalkan dia yang sudah bingung harus bagaimana akan pulang. Kenapa rasanya Fania sangat kecewa dan sedih? “Kamu bisa minta jemput Oom Abram, kan?” Aska masih dalam mode ketidakpeduliannya. Fania yang masih syok karena Aska menolak permitaanna pun jadi gelagapan saat telponnya berdering dan ia melihat ada nama papanya di layar ponsel. Saat itu rasanya Fania ingin menangis, dia sangat senang karena papanya menghubunginya di waktu yang sangat tepat. Dia ingin sekali memeluk papanya kalau mereka bertemu nanti. “Gimana, Oom Abram bisa jemput kamu, kan?” Fania lupa kalau masih ada Aska di sampingnya, begitu juga dengan Kyra dan teman Aska yang lain saking terharunya dia. “Iya... papa bisa jemput, kok.” “Syukur kalo gitu. Kalau gitu gue duluan ya sama Kyra.” Fania mengangguk kikuk pada Aska. Kalau Aska pergi, dia cuma tinggal bersama beberapa teman yang masih asing baginya. Apa Aska akan setega itu? Nyatanya Aska memang pergi bersama Kyra yang terus berpegangan pada lengan Aska dan cowok itu tampak tidak keberatan sama sekali. Fania yang melihat itu merasa kecewa, Aska memang sepertinya sedang mencoba menjauh darinya. Bahkan saat berpapasan Aska sudah tidak lagi tersenyum lebar padanya, melinkan cuma senyum kecil yang tidak sampai menyentuh mata. Fania mugnkin berpikir Aska memang kejam meninggalkannya sendirian di saat teman-teman yang dikenal Fania sudah pulang lebih dulu. Tapi setelah dia mengambil motor di tempat parkir, Aska tidak langsung tancap gas meninggalkan kampus melainkan menunggu anak dari sahabat mamanya dijemput di salah satu ruang organisasi dan memberi alasan pada Kyra kalau dia masih ada urusan di organisasi ini. Hampir setengah jam dia menunggu di ruang itu dan mengobrol dengan mahasiswa lain yang ada di sana sampai kemudian dia melihat mobil dengan plat nomor yang dia kenal. Itu ayah Fania, Oom Abram yang tetap tampan meski usianya sudah menyamai papanya karena mereka memang seusia. Perasaan Aska pun lebih ringak akrena akhirnya Fania sudah bersama ayahnya masuk ke mobil dan pulang. “Yuk, kita balik.” Kata Aska pada Kyra yang sedang bermain ponsel di sebelahnya. “Oh, oke...,” Kyra memasukkan ponselnya ke dalam tas dan mengikuti Aska yang sedang berpamitan pada mahasiswa yang memutuskan menginap di kampus. Di perjalanan pulang pun Aska masih bisa melihat kalau mobil yang ada di depannya adalah mobil yang dikendarai Abram. Dia sengaja tidak mempercepat laju motornya karena ingin memastika Fania baik-baik saja sampai saat kemudian di pertigaan, dia terpaksa harus berbelok ke kiri karena ke sana arah rumahnya dan rumah Kyra sedangkan ke kanan adalah rumah Fania. Meski Aska merasa bersalah, tapi Aska juga merasa benar kalau dirinya memang harus bisa membuat batasan untuk Fania. Sudah banyak perhatian khusus dia limpahkan untuk gadis itu tapi tidak ada kemajuan apa pun untuk hubungan mereka. Maka sudah saatnya dia melihat ke arah lain dimana contohnya ada Kyra yang pernah menyatakan cinta padanya.   /// Instagram: Gorjesso Purwokerto, 11 Agustus 2020 Tertanda, . Orang yang dengerin lagu IU - Dear Name
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN