“S-semarang? Mas Rifqi serius orang S-semarang?”saking kagetnya, aku sampai menganga. Aku juga refleks bergeser mendekat. “Beneran, Mas? Mas orang Semarang?” “Iya, benar. Mau lihat KTP saya?” Aku buru-buru menggeleng. “Enggak perlu. S-saya cuma agak kaget aja.” “Kenapa memangnya?” “Saya Shenna,” ucapku kemudian. Ini jelas terdengar aneh kalau tidak bawa konteks. Tiba-tiba memperkenalkan diri di depan orang yang jelas-jelas sudah kenal. “Saya tahu itu. Kamu memang Shenna. Lalu?” “Saya dulu waktu masih tujuh belas tahun pernah ke sana.” Aku mencoba memancing dengan cara senatural mungkin. Maksudku, andai aku salah orang lagi, kali ini tidak terlalu malu. “Iya, terus?” “Saya pernah bertemu orang aneh di sana.” Mata Mas Rifqi langsung menyipit. “Orang aneh gimana? Coba bicara yang jel