“B-bunuh diri?” Mas Rifqi mendekat, lalu meraih foto itu. Dia menatap selama beberapa saat, kemudian mengangguk. Perlahan kulihat matanya memerah, tetapi dia tidak sampai menangis. Jangan tanyakan kondisiku saat ini. Aku benar-benar syok. Tidak cukup hanya meninggal saja, tetapi bunuh diri? Jujur, aku merinding. Aku hanya menahan diri untuk tidak menunjukkannya. Kini jantungku sudah berdetak tak keruan. Antara kaget, juga tak habis pikir. “Anak seceria ini bunuh diri?” Mas Rifqi bicara dengan dirinya sendiri. “Itu sungguh enggak masuk akal.” Kini dia menatapku. “Sebanyak apa pun saya memikirkannya, saya enggak bisa mempercayai itu. Dia enggak mungkin mengakhiri hidupnya. Sangat enggak mungkin.” Jujur, aku bingung harus bersikap bagaimana saat ini. Inginku memeluk Mas Rifqi dan menenan